Dasar hukum perlindungan hukum untuk Jurnalis Indonesia adalah pasal 8 UU No 40 Tahun 1999, Republik Indonesia, yang menyebutkan bahwa "Dalam melaksanakan profesinya, wartawan mendapat perlindungan hukum".Â
Perlindungan hukum adalah suatu upaya pemerintah atau penguasa dengan sejumlah peraturannya untuk melindungi sebagaimana fungsi esensial dari terciptanya hukum yaitu untuk melindungi. Menurut Kamus Hukum, perlindungan hukum diartikan sebagai peraturan-peraturan yang bersifat memaksa yang menentukan tingkah laku manusia dalam lingkungan masyarakat. Peraturan-peraturan ini dibuat oleh badan-badan resmi yang berwajib, dan pelanggaran terhadap peraturan-peraturan tersebut akan menyebabkan pengambilan Tindakan.
Dari definisi di atas, seharusnya jurnalis tidak dapat dipidana atas karya jurnalisnya. Sesuai dengan Pasal 50 KUHP yang menyebutkan "Barang siapa melakukan perbuatan untuk melaksanakan ketentuan undang-undang, tidak dapat dipidanakan". Dan sesuai dengan UU 40 diatas, Jurnalis melaksanakan pekerjaan sesuai dengan undang-undang yaitu melaksanakan tugasnya dalam memberikan informasi sesuai dengan kode etik jurnalistik.
Pers atau Jurnalis sudah selayaknya mendapat kebebasan Pers yang didasari dengan kesadaran untuk menegakkan pentingnya supremasi hukum dan tanggungjawab profesi sesuai dengan yang dijabarkan dalam Kode Etik Jurnalistik.Â
Jika terjadi sengketa atas karya jurnalistik yang dihasilkan, merupakan tanggungjawab perusahaan pers, bukan pada personal jurnalisnya. Mekanisme yang digunakan terlebih dahulu adalah Undang-undang Pers. Dalam Pasal 5 ayat 2 dan 3 Undang-undang Pers memberikan mekanisme mengenai hak jawab dan hak koreksi.
Hak Jawab adalah Hak untuk memberikan tanggapan atau sanggahan dengan fakta-fakta atas pemberitaan yang sudah merugikan nama baiknya. Sedangkan Hak Koreksi adalah hak untuk mengkoreksi atau membetulkan kekeliruan informasi atas berita oleh perusahaan pers. Perusahaan Pers harus memberikan tempat untuk memuat Hak Jawab dan Hak Koreksi ini.
Mekanisme untuk memberikan laporan mengenai sengketa hukum pers adalah melalui Dewan Pers, sesuai fungsinya yang tercermin dalam Undang Undang Pers pasal 15 ayat 2, yaitu memberikan pertimbangan dan mengupayakan penyelesaian kasus-kasus sengketa pemberitaan media. Meskipun telah jelas bahwa Jurnalis tidak dapat dipidanakan namun pada kenyataannya terdapat banyak pasal karet yang tidak tegas, sehingga menjadi celah untuk memberikan ancaman kepada media atau jurnalis lain, untuk membawanya kepada hukum pidana.Â
Nah disinilah Dewan Pers mempunyai andil penting dalam proses pemidanaan anggota pers. Dewan Pers kemudian menjadi penilai dan penentu apakah karya jurnalis telah melanggar kode etik jurnalistik atau tidak.
Demi menjaga Kerjasama yang baik dengan pihak kepolisian, Dewan Pers telah menandatangani nota kesepahaman Bersama dengan pihak kepolisian mengenai koordinasi dalam perlindungan kemerdekaan pers dan penegakan hukum terkait penyalahgunaan profesi wartawan.
Prosedur Pengaduan Dewan Pers berdasarkan Peraturan Dewan Pers no 3 Tahun 2017, yang dapat diadukan antara lain adalah :
- Karya Jurnalistik, perilaku dan/atau Tindakan wartawan, yang terkait dengan kegiatan jurnalistik. Karya Jurnalistik yang bisa diadukan adalah dalam rentang waktu 2 bulan terakhir, kecuali untuk kasus yang menyangkut kepentingan umum, SARA, ajakan melakukan Tindakan kekerasan dan hal lain atas pertimbangan Dewan Pers.
- Kekerasan terhadap wartawan dan/atau perusahaan pers.
Seluruh pengaduan sengketa harus diajukan secara tertulis dengan memenuhi persyaratan administrative yang detil serta melampirkan bukti-bukti dan dokumentasi yang ada.
Proses Pengaduan :
- Pengaduan dilakukan di Dewan Pers.
- Penanganan dilakukan paling lambat 14 hari kerja.
- Pengaduan gugur apabila 2 kali pengadu tidak menanggapi panggilan dan pengadu mencabut aduannya.
- Dewan Pers tetap memproses aduan, walaupun pihak teradu tidak menanggapi surat panggilan.
- Dewan Pers dapat meminta pendapat Pakar.
Demikian penjabaran mengenai mekanisme proses pengaduan sengketa hukum media di Indonesia dilaksanakan. Meskipun masih banyak undang-undang yang belum tegas, namun dengan penegakan hukum yang adil, benar, dan bijaksana, maka Jurnalis akan mendapatkan kemerdekaannya untuk dapat memberikan informasi sebenar-benarnya kepada masyarakat, tanpa terbeban ancaman-ancaman hukum dibelakangnya.Â
Namun demikian seorang jurnalis/wartawan hendaknya mengusai kode etik jurnalistik dan undang-undang pers dengan sebaik-baiknya. Karena seperti yang kita tahu akhir-akhir ini, media telah menjadi bisnis, perusahaan media melakukan rekruitmen tanpa melihat background Pendidikan dan juga tidak membekali dengan injection mengenai tugas dan wewenangnya pada saat masuk kerja. Hal ini tentu saja sangat rentan terhadap sengketa hukum media. Â Â Â Â Â
Sumber :Â
Materi Kuliah Media & Hukum Stikom Yogyakarta
"Bantuan Hukum Pers" youtube channel, https://bit.ly/3hS2thXÂ
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H