Mohon tunggu...
eusebiuspetervercelly
eusebiuspetervercelly Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Suka menyanyi dan mendengarkan musik.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Moral Seksualitas dalam Ajaran Gereja Katolik

13 Januari 2025   18:15 Diperbarui: 13 Januari 2025   18:13 152
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Saya sudah hidup di dunia ini selama 22 Tahun. Saya telah banyak mendengar dan menyaksikan berita baik secara tertulis di media surat kabar maupun yang tertulis di laman internet. Tapi, saya lebih sering membaca dan mendengar mengenai kekerasan seksual yang selama ini terjadi di Indonesia maupun di dunia. Belum lagi, saya mendengar bahwa banyak sekali negara di benua Amerika, Eropa, dan Asia Timur mulai melagalisasikan “LGBT”, yang artinya adalah Lesbian, Gay, Biseksual, dan Transgender. Mengapa hal tersebut bisa terjadi? Mengapa hal ini bertentangan dengan ajaran gereja Katolik? Mari kita bahas bersama dalam artikel ini.

Katekismus Gereja Katolik (KGK) nomor 2356 mengatakan bahwa, “Pemerkosaan adalah satu pelanggaran dengan kekerasan dalam keintiman seksual seorang manusia. Ia adalah pelanggaran terhadap keadilan dan cinta. kasih. Pemerkosaan adalah pelanggaran hak yang dimiliki setiap manusia atas penghormatan, kebebasan, keutuhan fisik, dan jiwa. Ia menambahkan kerugian besar, yang dapat membebani korban seumur hidup. Ia merupakan satu perbuatan yang dengan sendirinya harus ditolak sejauh-jauhnya. Lebih buruk lagi, apabila orang-tua atau para pendidik memperkosa anak-anak yang dipercayakan kepada mereka.”

Katekismus Gereja Katolik (KGK) nomor 2357 mengatakan bahwa, “Homoseksualitas adalah hubungan antara para pria atau wanita, yang merasa diri tertarik dalam hubungan seksual, semata-mata atau terutama, kepada orang sejenis kelamin. Homoseksualitas muncul dalam berbagai waktu dan kebudayaan dalam bentuk yang sangat bervariasi. Asal-usul psikisnya masih belum jelas sama sekali. Berdasarkan Kitab Suci yang melukiskannya sebagai penyelewengan besar. Berdasarkan Kitab Kej 19:1-29; Rm 1:24-27; 1 Kor 6:10; 1 Tim 1:10., tradisi Gereja selalu menjelaskan, bahwa "perbuatan homoseksual itu tidak baik". Perbuatan itu melawan hukum kodrat, karena kelanjutan kehidupan tidak mungkin terjadi waktu persetubuhan. Perbuatan itu tidak berasal dari satu kebutuhan benar untuk saling melengkapi secara afektif dan seksual. Bagaimanapun perbuatan itu tidak dapat dibenarkan.”

Dalam penjelasan KGK tadi, kita dapat mengetahui bahwa pemerkosaan dan LGBT adalah tindakan kejahatan yang serius. Pemerkosaan dan LGBT tidak bisa dipandang hanya berdasarkan masalah pribadi saja, namun harus dijadikan sebagai masalah publik karena kejahatan ini merupakan perilaku yang tidak bermoral dan keji. Selain melanggar aturan-aturan etika dan hak asasi manusia (HAM), tindakan pemerkosaan dan LGBT juga menyebabkan penderitaan dalam jangka panjang baik secara fisik, psikis, maupun sosial.

Tindakan pemerkosaan ini tidak hanya terjadi pada kaum Perempuan, melainkan pada laki-laki, terutama yang masih anak-anak. Kita tidak akan pernah lupa mengenai peristiwa yang terjadi di Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta beberapa bulan yang lalu. Seorang pria berinisial EDW alias Hendrik yang berumur 29 tahun, telah ditangkap karena melakukan pencabulan dan pemerkosaan terhadap laki-laki. Perbuatan tercela tersebut dilakukan terhadap 22 korbannya, 19 di antaranya masih anak-anak.

Tangaal 29 April 2017, sebanyak 14 orang digrebek dalam yang disebut pesta seks gay di satu hotel di Surabaya dan delapan dijadikan tersangka melalui pasal UU Pornografi tahun 2008 dan juga UU Informasi dan Transaksi Elektronik, ITE.

Dari pernyataan di atas, sudah jelas bahwa tindakan tersebut sangat merugikan dan memperburuk citra di masyarakat. Mengapa tindakan tersebut terjadi? Apa alasannya mereka melakukan tindakan tersebut? Berikut ini adalah alasan mengapa hal tersebut dapat terjadi:

1. Hawa Nafsu

Hasrat seks yang tidak bisa disalurkan dapat menjadi faktor penyebab pemerkosaan. Pelaku menyalurkan nafsunya tersebut dengan melakukan pemerkosaan. Bisa jadi yang menjadi korban tidak berpotensi menjadi objek pemerkosaan, namun karena adanya hasrat seks yang mendorong dari sisi pelaku sehingga terjadilah pemerkosaan.

2. Pernah Menjadi Korban

Mempunyai riwayat kekerasan seksual saat masih kecil juga bisa menjadi penyebab. Adanya trauma ini membuat pelaku ingin membalasnya ketika ia dewasa. Tanpa pandang bulu, objeknya bisa siapa saja di sekitarnya. Umumnya yang membuat pelaku merasa lebih berkuasa.

3. Menjadi Saksi

Pada sebagian pelaku pelecehan seksual, mereka pernah menyaksikan kekerasan seksual terhadap anggota keluarga lain saat masih kecil. Sama halnya dengan menjadi korban, menjadi saksi kekerasan seksual dapat memicu trauma yang dibawa hingga dewasa.

4. Ketergantungan

Ketergantungan obat-obatan terlarang dan minuman keras dapat memengaruhi seseorang untuk melakukan pelecehan seksual. Hal ini bisa membuat seseorang melakukan tindakan tersebut dalam kondisi tidak sadar karena pengaruh obat atau alkohol.

5. Fantasi Seksual

Ada beberapa orang yang memiliki fantasi seksual dengan unsur kekerasan atau melecehkan. Misalnya, akan terangsang jika membayangkan mengikat pasangannya dan memberikan rasa sakit. Preferensi satu orang dengan yang lain bisa berbeda, dan hal ini juga dapat memicu terjadinya pelecehan atau kekerasan seksual.

6. Kebiasaan Menonton Konten Porno

Penyebab terjadinya pelecehan seksual dapat berhubungan dengan kebiasaan mengonsumsi konten porno. Misal, sering membaca atau menonton konten-konten porno. Hal ini memicu adanya fantasi seksual, dan apabila tidak disalurkan dengan baik maka bisa saja berujung pada pelecehan seksual.

Gereja Katolik memiliki pendekatan yang jelas dalam mencegah dan menangani kasus pemerkosaan dan LGBT, berlandaskan pada ajaran moral dan etika. Berikut adalah beberapa cara yang diusulkan oleh Gereja Katolik untuk mencegah pemerkosaan dan LGBT:

1. Pendidikan Moral dan Etika

Mengedukasi umat tentang nilai-nilai moral dan etika dalam hubungan seksual, termasuk pentingnya penghormatan terhadap tubuh dan martabat orang lain. Pendidikan ini harus mencakup pemahaman tentang konsensualitas dalam hubungan.

Meningkatkan kesadaran di kalangan anggota gereja tentang bentuk-bentuk kekerasan seksual dan dampaknya, sehingga masyarakat dapat lebih peka terhadap tanda-tanda kekerasan.

2. Dukungan untuk Korban

Menyediakan dukungan psikologis dan spiritual bagi korban pemerkosaan, membantu mereka dalam proses pemulihan dari trauma. Ini termasuk konseling yang sensitif terhadap kebutuhan korban.

Mengadvokasi hak-hak korban dalam sistem hukum, memastikan bahwa mereka mendapatkan perlindungan dan keadilan yang layak.

3. Kerjasama dengan Lembaga Hukum

Mendorong kerjasama antara pelayan kesehatan dan aparat penegak hukum untuk mengumpulkan bukti yang diperlukan dalam kasus pemerkosaan, sehingga pelaku dapat diadili dengan adil.

Mendorong korban untuk melapor kepada pihak berwenang tanpa rasa takut akan stigma atau penolakan.

4. Lingkungan yang Aman

Menciptakan lingkungan gereja yang aman bagi semua anggota, terutama anak-anak dan kelompok rentan lainnya. Ini termasuk pelatihan bagi para pemimpin gereja untuk mengenali dan mencegah potensi kekerasan seksual 

Mengembangkan regulasi internal di institusi gereja yang jelas mengenai penanganan kasus kekerasan seksual, termasuk mekanisme pelaporan dan perlindungan bagi korban.

5. Mengatasi Stigma Sosial

Mendorong dialog terbuka tentang isu-isu seksual dan kekerasan dalam komunitas gereja, untuk mengurangi stigma terhadap korban dan meningkatkan dukungan sosial bagi mereka.

Mengedukasi dan mengajak umat bahwa korban seksual bukan untuk dibully, melainkan untuk dibantu dan diberikan perhatian agar korban tidak mengalami trauma yang lebih berat.

Dalam gereja Katolik, tindakan pemerkosaan dan LGBT adalah tindakan yang membuat manusia jauh dari Allah dan membuat manusia tersebut dikucilkan oleh masyarakat. Oleh karena itu, gereja Katolik berkomitmen untuk mencegah pemerkosaan dan LGBT melalui pendidikan, dukungan bagi korban, kerjasama dengan lembaga hukum, penciptaan lingkungan yang aman, serta pengurangan stigma sosial. Pendekatan ini bertujuan tidak hanya untuk menangani kasus yang sudah terjadi tetapi juga untuk mencegah terjadinya kekerasan seksual di masa depan. Semoga kita semua semakin bijaksana dalam mengambil setiap tindakan karena memiliki kebijaksanaan yang dapat menolong kita terhindar dari tekanan, terus bahagia, mudah menolong, dan semua hal positif berkembang dalam diri kita. Tuhan Yesus Memberkati.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun