Selanjutnya, berdasarkan Pasal 82 UU No.12 Tahun 2011 menyebutkan, bahwa salah satu bentuk dari peraturan perundang-undangan  yang diundangkan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia  yaitu Undang-Undang. Dan menurut Pasal 85 UU No.11 Tahun 2011, bahwa Pengundangan Undang-Undang dalam Lembaran Negara Republik Indonesia dilaksanakan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum.
Dan selanjutnya, Pasal 87 UU NO.12 Tahun 2011 menegaskan, bahwa Peraturan Perundang-undangan mulai berlaku dan mempunyai kekuatan mengikat pada tanggal diundangkan, kecuali ditentukan lain di dalam Peraturan Perundang-undangan yang bersangkutan.
Dengan ketentuan tersebut di atas, RUU Perubahan Kedua Atas UU No.30/2002 memang sudah sah menjadi undang-undang. Namun Undang-Undang yang sudah sah tersebut tidak berlaku dan tidak mempunyai kekuatan mengikat kepada setiap orang jika Presiden Jokowi tidak menetapkan tanggal diundangkannnya RUU Perubahan Kedua Atas UU No.30/2002 yang sudah sah tersebut.
Jika Presiden Jokowi tidak mengundangkan RUU Perubahan Kedua Atas UU No.30/2002, apakah artinya Presiden Jokowi boleh mengeluarkan Perppu?
Untuk hal ini, kita kembali pada pertimbangan hukum yang disampaikan oleh Hakim Mahkamah Konstitusi terkait dengan kedudukan Perppu itu sendiri. Menurut Hakim Konstitusi sebagaimana yang ada dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 138/PUU-VII/2009, bahwa Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang diperlukan apabila:Â
- adanya keadaan yaitu kebutuhan mendesak untuk menyelesaikan masalah hukum secara cepat berdasarkan Undang-Undang;
- Undang-Undang yang dibutuhkan tersebut belum ada sehingga terjadi kekosongan okum, atau ada Undang-Undang tetapi tidak memadai;
- kekosongan hukum tersebut tidak dapat diatasi dengan cara membuat Undang-Undang secara prosedur biasa karena akan memerlukan waktu yang cukup lama sedangkan keadaan yang mendesak tersebut perlu kepastian untuk diselesaikan.
 Mahkamah Konsitusi berpendapat tiga syarat di atas adalah syarat adanya "KEGENTINGAN YANG MEMAKSA" sebagaimana yang ditetapkan dalam Pasal 22 ayat (1) UUD NRI 1945,
Seharusnya para pakar-pakar Hukum Tata Negara jujur, sebenarnya tidak ada alasan obyektif yang digunakan Presiden Jokowi mengeluarkan Perppu Tentang Atas Perubahan UU No.30/2002 atau tidak ada alasan yang mendasar bagi Presiden Jokowi mengeluarkan Perppu yang sesuai dengan keadaan "Kegentingan Yang memaksa".
Lalu, jika Presiden Jokowi tidak mengeluarkan Perppu apakah Presiden melanggar konstitusi? Perppu merupakan kewenangan atau Hak Konstitusi Presiden. Jadi selama Presiden tidak menggunakan haknya untuk mengeluarkan Perppu maka Presiden tidak melanggar Konstitusi. Yang terjadi sebaliknya, Presiden dianggap melanggar Konstitusi jika Perppu yang dikeluarkan oleh Presiden tidak sesuai dengan kriteria "Kegentingan Yang Memaksa" sebagaimana yang ditetapkan dalam Pasal 22 ayat (1) UUD NRI 1945 jo Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 138/PUU-VII/2009.
Lalu, apakah Presiden Jokowi bisa dikatakan melanggar Konstitusi jika tidak melaksanakan kewajibannya sebagaimana yang dimaksud Pasal 20 Ayat (2) UUD 1945, yaitu mengundangkan undang-undang yang sah?
Merujuk Pasal 20 Ayat (2) UUD 1945, Presiden Jokowi secara konstitusional mempunyai kewajiban mengundangkan RUU Perubahan Kedua Atas UU No.30/2002 yang sudah sah menjadi undang-undang. Kalau Presiden Jokowi tidak melaksanakan kewajiban Konstitusinya maka ada potensi Presiden Jokowi diimpeachment oleh DPR RI.
Apakah itu bisa terjadi? Tidak akan terjadi. Karena kewajiban untuk mengundangkan RUU Perubahan Kedua Atas UU No.30/2002 yang sudah sah menjadi undang-undang adalah kewajiban Presiden Jokowi pada masa periode kepimpinan 2014-2019. Bukan Presiden Jokowi pada masa Periode Kepempinan 2019-2024.