Mohon tunggu...
Eunike Janny
Eunike Janny Mohon Tunggu... -

menulis adalah dialog batin dalam keheningan

Selanjutnya

Tutup

Dongeng

Kisah Cinta Matahari dan Bulan

7 Juli 2014   21:49 Diperbarui: 18 Juni 2015   07:07 2743
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1404706426620120487

"Itulah egomu," sahut bulan pasrah.

Matahari belum juga mau melepaskan bulan. Matahari terus mengikat bulan untuk selalu berada di dekatnya, untuk selalu bergantung padanya. Bulan mulai melayu, terpenjara dalam cinta yang membelenggu. Sesak. Pengap.

Melihat penderitaan bulan, hati matahari mulai meleleh. Akhirnya matahari mengalah dan berkata pada bulan, "Baik kalau kau ingin kebebasan dalam duniamu sendiri. Aku akan disini bersama langit terang dan kau akan disana bersama langit kelam. Kita hidup sendiri-sendiri mulai sekarang. Aku berdoa semoga Tuhan selalu menyertaimu dalam setiap langkahmu. Kau akan selalu menjadi kenanganku dan satu-satunya cinta dalam hidupku."

Sejak saat itu matahari dan bulan berpisah, tidak pernah saling bersua dan berkata. Namun pancaran sinar matahari kepada bulan dari kejauhan adalah bukti bahwa matahari masih selalu mencintai bulan. Dan kali ini cahaya matahari tidak lagi membakar bulan.

Di atas taman langit terang benderang. Matahari kini hanya bersinar seorang diri tanpa bulan di sisinya. Lalu ketika malam tiba matahari menyingkir, membiarkan bulan berkilau bahagia dengan kesendiriannya dalam dunianya yang hening di malam hari. Dan ketika pagi menjelang bulan menepi, membiarkan matahari bersinar cerah dalam dunianya yang ramai di pagi hari.

Bulan masih mencintai matahari tapi kini dengan bentuk cinta yang berbeda. Bulan membebaskan matahari berkelana di langit terang seperti matahari membebaskan bulan mengembara di langit kelam.

Cinta murni tidak melekat dan tidak terbelenggu oleh ego dan nafsu. Cinta lebih indah bila tidak saling memiliki, tapi saling membebaskan. Karena cinta adalah milik semesta, cermin keindahan Ilahi yang tak berbatas dan tak bersyarat.

Akhir dari sepenggal kisah cinta matahari dan bulan seperti yang dikisahkan oleh pohon kepada burung sebelum burung kembali terbang melanjutkan perjalanannya di atas langit yang mulai gulita.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Dongeng Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun