[caption id="attachment_346696" align="aligncenter" width="300" caption="Image source: pleiades513"][/caption]
Seekor burung hinggap di atas ranting pohon dan bertanya padanya, "Wahai pohon, kau yang katanya saksi bisu atas semua peristiwa di taman ini, maukah kau menceritakan kepadaku kisah cinta matahari dan bulan di taman ini?" Si pohon mengangguk dan mulai bercerita.
Alkisah dahulu kala matahari dan bulan adalah sepasang kekasih yang selalu bersama sepanjang hari di langit terang dan di langit kelam. Mereka saling mencintai dan tak pernah terpisahkan oleh jarak dan waktu. Bulan selalu mengikuti matahari kemanapun matahari pergi. Bagi bulan, matahari adalah dunianya, sumber cahayanya.
Hingga suatu saat bulan mengeluh pada matahari, "Cahayamu lambat laun mulai terasa panas dan menyakitkan. Cinta ini melekat. Dan makin aku melekat padamu makin aku kesakitan terbakar sinarmu."
"Aku tidak mengerti dirimu, apa maksudmu dengan cinta ini melekat dan membuatmu sakit?" tanya matahari.
"Cinta ini terikat dalam ego dan nafsu. Aku milikmu. Kau milikku. Semakin melekat, aku semakin takut kehilanganmu dan kau semakin angkuh dengan ketergantunganku. Aku tidak memiliki duniaku sendiri karena dunia yang kulihat hanya dirimu."
"Lalu apa yang kau inginkan?" tanya matahari lagi.
"Ijinkan aku pergi seorang diri, beri aku duniaku sendiri. Kau bisa mencari penggantiku kalau kau mau," jawab bulan.
"Tapi aku mencintaimu," bantah matahari.
"Tolonglah aku, aku tak ingin cinta seperti ini. Aku tak ingin dimiliki dan memiliki. Aku mencintai kebebasanku sama seperti aku mencintai kebebasanmu."
"Tidak. Sampai kapanpun aku tidak akan melepaskanmu," ujar matahari bersikeras.