Konsep Dasar Rekonsiliasi Fiskal
Perbedaan dasar penyusunan laporan keuangan komersial dengan ketentuan dalam peraturan perpajakan akan menghasilkan angka laba yang berbeda (laba komersial dan laba fiscal). Wajib pajak badan pada setiap tahunnya wajib Menyusun dua laporan keuangan yang berbeda untuk tujuan yang berbeda pula yaitu laporan keuangan komersial dan laporan keuangan fiscal. Laporan keuangan yang dimaksud berfokus pada Laporan Laba Rugi untuk menentukan besarnya jumlah pajak terutang yang harus dibayarkan oleh wajib pajak badan. Laporan laba rugi komersial disusun dengan berlandaskan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan, sedangka laporan laba rugi fiscal disusun berdasarkan Peraturan Perundang-Undangan Perpajakan. Perbedaan dasar yang digunakan menyebabkan adanya perbedaan prinsip, khusunya pada perlakuan dalam hal pengakuan biaya dan pendapatan. Untuk itu perlu dilakukan penyesuaian-penyesuaian terhadap akun-akun yang terdapat dalam Laporan Laba Rugi Komersial sehingga sesuai dengan ketentuan perpajakan. Penyesuaian itulah yang dinamakan Rekonsiliasi Fiskal.
Secara umum, rekonsiliasi fiscal dilakukan baik terhadap pos-pos biaya dan pos-pos pendapatan yang terdapat dalam laporan laba rugi komersial. Pos-pos yang perlu dilakukan rekonsiliasi fiscal adalah sebagai berikut :
a. Rekonsiliasi terhadap penghasilan yang dikenakan Pajak Penghasilan Bersifat Final
Atas seluruh penghasilan yang telah dikenakan Pajak Penghasilan bersifat final, maka penghasilan tersebut harus dikeluarkan dari perhitungan Pajak Penghasilan pada akhir tahun karena kewajiban perpajakannya dianggap telah selesai (final).
b. Wajib pajak yang memiliki penghasilan yang bukan Objek Pajak (Pasal 4 ayat (3))
Atas penghasilan yang tercantum dalam Pasal 4 ayat (3) Undang Undang Pajak Penghasilan tidak dikenakan pajak, sehingga tidak diperkenankan dihitung dalam menghitung besarnya pajak terutang. Misalnya penghasilan yang berasal dari hibah atau warisan atau penghasilan deviden yang memenuhi syarat-syarat sebagaimana dinyatakan dalam pasal 4 ayat (3).
c. Wajib pajak yang mengeluarkan biaya-biaya yang tidak boleh dikurangkan dari penghasilan bruto atau non deductible expense sebagaimana tercantum dalam Pasal 9 Undang Undang Pajak Penghasilan.
d. Wajib pajak yang menggunakan metode perhitungan berbeda dengan yang digunakan dalam perundang-undangan perpajakan. Misalnya perbedaan metode penghitungan penyusutan yang akan menyebabkan selisih perhitungan setiap tahunnya, walaupun pada akhir masa manfaat akan menunjukkan nilai yang sama.
e. Wajib pajak yang mengeluarkan biaya-biaya yang digunakan untuk mendapatkan penghasilan yang dikenakan Pajak Penghasilan bersifat final ataupun penghasilan yang bukan merupakan objek pajak.
Proses rekonsiliasi fiskal memunculkan dua jenis koreksi fiscal yang akan berpengaruh terhadap laba fiskal yaitu Koreksi Fiskal Positif dan Koreksi Fiskal Negatif.
a. Koreksi Fiskal Positif
Koreksi fiskal positif merupakan penyesuaian fiskal yang akan berdampak pada bertambahnya penghasilan neto fiskal. Misalnya, perusahaan memberikan sumbangan untuk karyawannya yang menikah. Dalam Laporan Laba Rugi Komersial, biaya sumbangan tersebut boleh mengurangi penghasilan bruto perusahaan, namun dalam perpajakan jenis sumbangan yang diperkenankan mengurangi penghasilan bruto sudah ditentukan diantaranya adalah sumbangan yang ditujukan untuk pembangunan infrastruktur social dan sumbangan yang sifatnya nasional. Sehingga atas biaya sumbangan kepada karyawan tersebut harus dilakukan koreksi fiscal
b. Koreksi Fiskal Negatif
Koreksi fiskal negatif adalah penyesuaian yang mengurangi besarnya penghasilan neto fiscal. Misalnya didalam laporan laba rugi komersial perusahaan terdapat penghasilan yang berasal dari sewa bangunan, maka atas penghasilan sewa bangunan tersebut tidak diperkenankan untuk diakui sebagai penghasilan karena telah dikenakan Pajak Penghasilan bersifat final. Hal tersebut akan mengakibatkan penghasilan neto menjadi lebih kecil dan pajak yang harus dibayar juga menjadi lebih kecil.
Berdasarkan jangka waktu dan dampaknya terhadap penghasilan neto fiscal, penyesuaian fiskal terbagi dalam dua kategori yaitu :
a. Beda Tetap
Beda tetap merupakan efek yang timbul akibat dari penyesuaian fiscal dan sifatnya permanen. Artinya, selama tidak ada perubahan peraturan perundang-undangan perpajaka, maka pos tersebut akan terus berbeda dengan penyajiannya di laporan laba rugi komersial. Yang tergolong kedalam beda tetap adalah penghasilan yang dikenakan Pajak Penghasilan bersifat final, penghasilan yang bukan objek pajak dan biaya-biaya yang menurut ketentuan perpajakan tidak boleh dikurangkan dari penghasilan bruto
b. Beda Waktu
Beda waktu merupakan efek yang timbul akibat dari penyesuaian fiscal namun sifatnya sementara waktu saja. Artinya, koreksi fiscal yang dilakukan akan diperhitungkan dengan laba kena pajak pada tahun-tahun berikutnya, dimana jika suatu penghasilan atau biaya pada periode berjalan tidak dapat diakui dalam laporan laba rugi, kemungkinan akan dapat diakui dalam periode atau tahun yang akan datang.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H