Stigma pada penyakit COVID-19 dan penyintasnya membuat penanganan pandemic COVID-19 lebih kompleks. Keberadaan stigma ini mengakibatkan munculnya perilaku diskriminatif, seperti pengusiran atau pengucilan di masyarakat kepada penderita COVID-19 ataupun tenaga kesehatan. Tidak jarang ada yang kemudian menyembukan kondisi kesehatannya, sehingga terdapat halangan untuk orang dapat mencari layanan kesehatan ataupun ditangani secara cepat.
Hingga saat ini, masih ada masyarakat yang bergunjing tentang mereka yang sedang melakukan isolasi mandiri. Bukannya memberikan dukungan, mereka (para pasien dan penyintas) malah dijauhi sampai beberapa waktu lamanya setelah masa isolasi mandiri selesai dan mereka dinyatakan negatif. Titel sebagai seorang penyintas COVID-19 menjadi suatu 'aib' di mana jika terbukti positif sebisa mungkin memilih untuk menutupinya saja. Oleh karena itu, mahasiswa memilih untuk membuat intervensi melawan stigma COVID-19.Â
Psikoedukasi merupakan intervensi psikologi paling sederhana yang dapat digunakan untuk membekali masyarakat dengan informasi yang akurat, mengenali sumber informasi terpercaya agar terhindari dari kesalahpahaman, gossip, dan informasi keliru yang dapat menyebabkan stigma dan diskriminasi.Â
Diharapkan dengan adanya psikoedukasi ini dapat menumbuhkan rasa peduli dan semangat gotong royong serta rasa empati agar masyarakat Kelurahan Situmeang Habinsaran dapat sama-sama berjuang menghadapi pandemi COVID-19 ini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H