Mohon tunggu...
Eudia Viona Fransiska
Eudia Viona Fransiska Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswi Fakultas Hukum Universitas Atma Jaya Yogyakarta

Eudia Viona Fransiska, mahasiswi Fakultas Hukum Universitas Atma Jaya Yogyakarta dengan mengusai Peminatan Hukum Ketatanegaraan. Selama berkuliah, aktif dalam berbagai kepanitiaan, perlombaan, dan organisasi. Lomba yang pernah diikuti, seperti Lomba Surat Gugatan, Lomba Essay, Lomba Debat. Organisasi yang pernah diikuti seperti Komunitas Debat dan Riset Mahasiswa (Departemen Kajian Strategis) , Komunitas Anti Korupsi(Departemen Media Interaktif), dan Lembaga Belajar Mahasiswa Universitas Atma Jaya Yogyakarta (Divisi Akademik). Pengalaman Magang MBKM Tahun 2022 bersama Bantuan Hukum Tentrem, Magang di ICJR, Magang di Kantor Notaris dan PPAT dan LawFirm serta Asisten Dosen Tahun 2021.

Selanjutnya

Tutup

Hukum

"Lembaga Peradilan Kembali Bersinar" 20 Tahun MK: Catatan dan Harapan Baru

17 Juli 2023   10:51 Diperbarui: 17 Juli 2023   11:04 255
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Lambat tahun krisis kepercayaan masyarakat terhadap negara menurun dengan dimulainya skandal penggelapan dan pemalsuan mulai menyerang dunia peradilan pada periode Ketua MKRI Mahfud MD. Pada tahun 2010 Andi Nurpati mantan anggota Komisi Pemilihan Umum yang selanjutnya disebut KPU, dengan perkara penggelapan dan pemalsuan surat dalam sengketa pemilihan anggota Dewan Perwakilan Raykat yang selanjutnya disebut DPR. Pada tahun 2013 Indonesia mengalami bencana demokrasi. 

Saat itu Komisi Pemberantasan Korupsi yang selanjutnya disebut KPK berhasil menangkap Ketua Mahkamah Konstitusi, Akil Mochtar dengan perencanaan penyerahan sejumlah uang untuk diserahkan kepada pihak yang berperkara dalam sengketa Pilkada Gunung Mas, Kalimantan Tengah. Berselang empat tahun, MKRI jatuh kembali pada lubang yang sama. Hakim MKRI, Patrialis Akbar tertangkap KPK dengan perkara penyuapan terhadap permohonan pengujian Undang-undang Nomor 41 Tahun 2014 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan dan akhirnya dihukum penjara selama 8 tahun, namun hukumannya dipotong setahun menjadi 7 tahun oleh Mahkamah Agung yang selanjutnya disebut MA

Babak baru di dunia peradilan konstitusi dengan mencetak pertama dalam sejarah 9 Hakim MKRI dilaporkan ke polisi atas dugaan tindak pidana pemalsuan dan substansi putusan yang sengaja diubah dengan frasa "demikian" diubah menjadi "ke depan" dalam substansi putusan uji materi perkara Nomor 103/PUU-XX/2022. Masalah ini ditangani oleh Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi yang selanjutnya disebut MKMK. Tertanggal 1 Februari 2023, MKMK sudah mulai menyelesaikan kasus tersebut dan selesai selama 30 hari.

Kendati demikian, Hakim Konstitusi sampai saat ini menduduki tempat yang terhormat. Hakim MKRI dituntut untuk memiliki sifat kenegaraan. Karena melalui hakim MKRI maka teori-teori konstitusi, pengembangan konstitusi dan pemahaman konstitusi digali secara terus-menerus melalui putusannya. Jadi hakim relative memiliki wibawa cukup yaitu hakim Mahkamah Konstitusi. Hakim MKRI diawasi oleh Majelis Etik dari Mahkamah Konstitusi. Goresan noda yang pernah menimpa MKRI, kini saatnya berganti menjadi obat sekaligus bentuk refleksi dalam dua dekade perjalanan MKRI dalam dunia peradilan.

Apakah MKRI rela mengorbani hati nurani rakyat? Segenggam harapan seluruh elemen masyarakat terhadap penjaga konstitusi sebagai The guardian of constitution MKRI sebagai pengawal konstitusi Indonesia, the final interpreter of constitution sebagai kewenangan MKRI menafsirkan konstitusi, the guardian democracy MKRI sebagai penjaga demokrasi, the protector of citizen MKRI sebagai penjaga hak kostitusional warga negara dan the protector of human rights MKRI sebagai pelindung hak asasi manusia. "Dua dekade MKRI, MKRI pulih".  

Kepercayaan masyarakat kembali pulih dan harapan baru menjadi lembaran baru bagi MKRI di dunia demokrasi mewujudkan Pemilu sebagai agenda negara dalam merespresentasikan demokrasi yang sebenarnya. MKRI diharapkan tidak tergiring kepentingan tertentu, golongan tertentu, tujuan lain sehingga tetap dalam penekanan berada dalam Undang-undang. Pilar utama  dalam pesta demokrasi 2024 mendatang, dan tentunya tetap mampu mengjangkau cakrawala kepentingan dan kebutuhan demokarasi Indonesia mendatang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun