Mohon tunggu...
Ety Hastuti
Ety Hastuti Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Akreditasi Wajib Bagi Rumah Sakit Di Indonesia

10 Juni 2015   20:26 Diperbarui: 17 Juni 2015   06:07 1788
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

 

Abstrak :

Akreditasi rumah sakit adalah pengakuan resmi dari pemerintah kepada rumah sakit yang telah memenuhi standar pelayanan kesehatan dan wajib dilakukan oleh semua rumah sakit di Indonesia. Setiap rumah sakit memilki kewajiban diakreditasi minimal 3 tahun sekali. Akreditasi rumah sakit diperlukan sebagai cara efektif untuk mengevaluasi mutu suatu rumah sakit dengan penetapan standar-standar mutu pelayanan. Penilaian akreditasi di Indonesia dilakukan oleh lembaga independen yang diakui oleh pemerintah yaitu Komisi Akreditasi Rumah Sakit (KARS) dan Joint Commission International (JCI). Akreditasi versi 2012 terdiri dari 4 kelompok standar yaitu standar berfokus kepada pasien, standar manajemen rumah sakit, kelompok sasaran keselamatan pasien dan kelompok sasaran MDG’s. Metode penulisan yang dipakai adalah studi literatur dan pendekatan pengembangan kebijakan yang disajikan dalam bentuk eksposisi. Manfaat yang diharapkan dari penulisan yaitu sebagai dasar pengetahuan dan informasi untuk perubahan komitmen organisasi menuju akreditasi rumah sakit. Kesimpulan penulisan ini adalah akreditasi rumah sakit merupakan hal yang wajib dilaksanakan  dan diperlukan sebagai cara efektif untuk mengevaluasi mutu suatu rumah sakit dengan penetapan standar-standar mutu pelayanan, yang pada pelaksanaannya membutuhkan komitmen, dukungan, dan motivasi dari pemerintah, pimpinan, dan seluruh SDM yang ada di rumah sakit.

 

Kata Kunci : Akreditasi rumah sakit, Kebijakan Kesehatan, Komisi Akreditasi Rumah Sakit (KARS)

 

Rumah sakit merupakan sebuah organisasi pelayanan kesehatan yang dalam melakukan kegiatannya berkenaan dengan manusia secara langsung. Undang-undang  No.44 Tahun  2009 tentang Rumah Sakit pasal 1, rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat. Rumah sakit merupakan organisasi pelayanan jasa yang mempunyai kespesifikan dalam hal SDM (Sumber Daya Manusia), sarana prasarana dan peralatan yang dipakai sehingga rumah sakit dikatakan sebagai organisasi yang padat modal, padat sumber daya manusia, padat tehnologi dan ilmu pengetahuan serta padat regulasi. Kompleksitas pelayanan di rumah sakit membutuhkan penjaminan mutu dan keamanan pelayanan di rumah sakit yang ditetapkan dalam bentuk akreditasi. Tujuan akreditasi rumah sakit yaitu untuk meningkatkan mutu pelayanan rumah sakit, meningkatkan keselamatan pasien rumah sakit, meningkatkan perlindungan bagi pasien, masyarakat, sumber daya manusia rumah sakit dan rumah sakit sebagai institusi dan mendukung program Pemerintah di bidang kesehatan.

Akreditasi rumah sakit adalah pengakuan terhadap rumah sakit yang diberikan oleh lembaga independen penyelenggara akreditasi yang ditetapkan oleh menteri, setelah dinilai bahwa rumah sakit itu memenuhi standar pelayanan rumah sakit yang berlaku untuk meningkatkan mutu pelayanan rumah sakit secara berkesinambungan (Permenkes No.12 tahun 2012 tentang Akreditasi Rumah Sakit).

Rumah sakit wajib melakukan akreditasi dalam upayanya meningkatkan mutu pelayanan secara berkala setiap 3 (tiga) tahun sekali. Hal ini tercantum dalam Undang-undang  No.44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit, pasal, 40 ayat 1, menyatakan bahwa, dalam upaya peningkatan mutu pelayanan rumah sakit wajib dilakukan akreditasi secara berkala menimal 3 (tiga) tahun sekali. Akreditasi wajib bagi semua rumah sakit baik rumah sakit publik/pemerintah maupun rumah sakit privat/swasta /BUMN.

Data dari KARS (Komisi Akreditasi Rumah Sakit) pada tahun 2014 tercatat baru 535 rumah sakit yang terakreditasi secara nasional dari 2.424 rumah sakit yang terdaftar di Indonesia. Jumlah rumah sakit yang belum terakreditasi yaitu 1.889 rumah sakit, secara proporsi baru 22 % rumah sakit yang terakreditasi di Indonesia. Target yang telah direncanakan Kementerian Kesehatan RI pada tahun 2011 yaitu rumah sakit yang terakreditasi mencapai 60% dan target pada tahun 2014, akreditasi rumah sakit mencapai 90%. Hal ini menunjukkan bahwa rumah sakit yang terakreditasi kurang dari 90% pada tahun 2014 atau dapat diartikan tidak tercapainya target Kementerian Kesehatan.

Kebijakan akreditasi bagi rumah sakit dimulai dari keinginan masyarakat akan peningkatan dan penjaminan mutu pelayanan di rumah sakit, yang dikemudian di formulasi pemerintah dalam hal ini Kementrian Kesehatan menjadi sebuah kebijakan. Pelaksanaannya dilakukan oleh lembaga independen penyelenggara akreditasi dapat berasal dari dalam maupun luar negeri yang diatur dalam Kepmenkes No 428 tahun 2012 tentang Penetapan Lembaga Independen Pelaksanaan Akreditasi Rumah Sakit di Indonesia. Komisi Akreditasi Rumah Sakit (KARS) merupakan lembaga independen dalam negeri sedangkan Joint Commission International (JCI) merupakan lembaga akreditasi luar negeri yang dapat menyelenggarakan akreditasi rumah sakit di Indonesia.

Akreditasi rumah sakit yang diselenggarakan oleh pemerintah sejak tahun 2012 menuju standar akreditasi internasional. Standar akreditasi ini mengacu pada  International Principles for Healthcare Standards, A Framework of requirement for standards, 3rd Edition tahun 2007, Joint Commission International Accreditation Standards for Hospitals 4th Edition tahun 2011, Instrumen akreditasi  rumah sakit tahun 2007 dan dilengkapi dengan muatan lokal berupa program prioritas nasional yang berupa program Millenium Development Goals (MDG’s) meliputi PONEK, HIV dan TB DOTS serta standar-standar yang berlaku di Kementerian Kesehatan RI.

Kebijakan akreditasi rumah sakit di Indonesia telah lama dilaksanakan yaitu sejak tahun 1995, yang dimulai hanya 5 (lima) pelayanan, pada tahun 1998 berkembang menjadi 12 (dua belas) pelayanan dan pada tahun 2002 menjadi 16 pelayanan. Akreditasi dengan sistem ini dinilai tidak komprehensif karena rumah sakit dapat memilih akreditasi untuk 5 (lima), 12 (duabelas) atau 16 (enam belas) pelayanan, sehingga standar mutu rumah sakit dapat berbeda tergantung berapa pelayanan akreditasi yang diikuti. Kebijakan versi tersebut dinilai tidak efektif, kurang relevan, tujuan peningkatan mutu layanan seperti terkotak-kotak dan tidak menjadi satu kesatuan yang utuh.

Selanjutnya Akreditasi versi 2002 direvisi dan disempurnakan menjadi lebih baik. Akreditasi rumah sakit versi 2012 dinilai lebih komprehensif dimana standar penilaian tidak berdiri sendiri tetapi mencakup kesinambungan layanan dari setiap pelayanan yang ada di rumah sakit. Standar akreditasi tersebut terdiri dari 4 (empat ) kelompok yaitu standar berfokus kepada pasien yang terdiri dari 7 bab, standar manajemen rumah sakit yang terdiri dari 6 bab, sasaran keselamatan pasien dan sasaran menuju Millenium Development Goals (MDGs) yang masing-masing terdiri dari 1 bab. Total bab yang ada adalah 15 bab yang terdiri dari tiap-tiap elemen penilaian sebagai penentu kelulusan. Tingkat kelulusan terdiri dari tingkat dasar, madya, utama dan paripurna

Kebijakan akreditasi versi 2012 merupakan pengembangan kebijakan yang berangkat dari kebutuhan akan standar pelayanan yang komprehensif sehingga pemerintah membuat formulasi kebijakan baru berdasarkan rekomendasi dari pelaksanaan kebijakan terdahulu, yang pada dasarnya dikembangkan dari evaluasi penerapan akreditasi 5 pelayanan tahun 1995, 12 pelayanan tahun 1998 dan 16 pelayanan tahun 2002. Evaluasi merupakan mekanisme pengawasan kebijakan (Ayuningtyas, 2014). Evaluasi dilakukan jika kebijakan telah dimplementasikan dan menilai sejauh mana kebijakan tersebut efektif dan mencapai tujuan.

Perubahan kondisi sosial, ekonomi dan politik yang terus berkembang menuntut rumah sakit untuk berbenah ke arah yang lebih baik agar mampu bersaing secara sehat. Kebijakan akreditasi diharapkan dijadikan sebagai peluang bukan hambatan. Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) pada akhir tahun 2015 harus dipandang sebagai sebuah peluang agar rumah sakit di Indonesia berbenah. Kualitas dan mutu layanan berkembang seiring dengan adanya akreditasi yang harus dijalankan rumah sakit.

Akreditasi rumah sakit adalah hal yang wajib dilaksanakan  dan diperlukan sebagai cara efektif untuk mengevaluasi mutu suatu rumah sakit dengan penetapan standar-standar mutu pelayanan. Akreditasi merupakan suatu proses dimana suatu lembaga, yang independen, melakukan penilaian terhadap rumah sakit yang tujuannya adalah menentukan apakah rumah sakit tersebut memenuhi standar yang dirancang untuk memperbaiki keselamatan dan mutu pelayanan.

Penerapan suatu kebijakan tidak terlepas tantangan dan kendala. Standar akreditasi versi 2012 masih mengalami kendala diantaranya masih ada rumah sakit yang belum mendapatkan sosialisasi tentang akreditasi, ketidaksiapan rumah sakit menghadapi akreditasi, keterbatasan informasi dan SDM, keterbatasan dana, kurangnya komitmen organisasi dan kurangnya dukungan dari pemangku kepentingan kebijakan. Pemangku kepentingan kebijakan adalah individu atau kelompok yang berkaitan langsung dengan sebuah kebijakan yang dapat mempengaruhi atau dipengaruhi oleh kebijakan.

Pemerintah dan pemerintah daerah merupakan pemangku kebijakan yang dapat mempengaruhi keberhasilan akreditasi di tingkat pusat maupun daerah. Permenkes No.12 tahun 2012 tentang Akreditasi Rumah Sakit menegaskan bahwa Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib mendukung, memotivasi, mendorong dan memperlancar proses pelaksanaan akreditasi untuk semua rumah sakit, dan dapat memberikan bantuan pembiayaan kepada rumah sakit untuk proses akreditasi. Peran pemerintah untuk mengawal pelaksanaan suatu kebijakan sangat diharapkan namun tetap harus didukung oleh semua pihak yang terkait termasuk pimpinan rumah sakit. Komitmen dari pimpinan dan dukungan dari seluruh SDM yang ada rumah sakit juga memiliki peran penting dalam mencapai keberhasilan.

Pencapaian target akreditasi bukan hal yang mudah untuk dilakukan tanpa adanya komitmen dari pemilik rumah sakit untuk diakreditasi. Komitmen muncul dari pengetahuan mengenai akreditasi. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang penting untuk terbentuknya tindakan seseorang yang dimana ada lima tingkatan pengetahuan yaitu tahu, memahami, aplikasi, analisis dan evaluasi (Notoatmojo, 2003). Salah satu upaya agar sebuah kebijakan dapat dilaksanakan, kebijakan tersebut disosialisasikan dan mendapat dukungan penuh dari pihak-pihak yang terkena dampak kebijakan.

 

Daftar Pustaka

Ayuningtyas, Dumilah. (2014). Kebijakan Kesehatan  Prinsip dan Praktik. Jakarta : Rajawali Pers

Dirjen Bina Upaya Kesehatan Kementrian Kesehatan RI & Komisi Akreditasi Rumah Sakit (KARS). (2012). Standar Akreditasi Rumah Sakit. Jakarta : Kementrian Kesehatan RI

Dunn, W. N. (1994). Public Policy Analysis : An introduction. New Jersey USA : Pearson Prentice Hall

Notoatmodjo, S. (2003).  Pendidikan dan perilaku kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta

Undang-undang  No.44 Tahun  2009 tentang Rumah Sakit

Permenkes No.12 tahun 2012 tentang Akreditasi Rumah Sakit

Kepmenkes No 428 tahun 2012 tentang Penetapan Lembaga Independen Pelaksanaan Akreditasi Rumah Sakit di Indonesia

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun