Indonesia merupakan salah satu negara yang kaya akan keanekaragaman budaya dan tradisi lokal. Salah satu tradisi yang masih bertahan hidup hingga kini adalah sasi, merupakan salah satu bentuk kearifan lokal yang banyak ditemukan di wilayah Maluku dan Papua.
Tradisi ini tidak hanya mencerminkan kearifan masyarakat setempat dalam menjaga lingkungan dan sumber daya alam, namun juga memberikan dan menawarkan pembelajaran berharga dalam konteks Anti-Korupsi (pemberantasan korupsi).
Sejarah dan Makna Tradisi Sasi
Sasi merupakan tradisi adat yang mengatur penggunaan dan pemanfaatan sumber daya alam secara bijaksana. Dalam pelaksanaannya, Sasi memberlakukan larangan atau pembatasan tertentu terhadap pengambilan dan penggunaan hasil alam seperti ikan, kelapa, atau pala pada periode tertentu. Tujuannya adalah untuk menjaga keseimbangan ekosistem dan menjamin ketersediaan sumber daya untuk generasi kini dan mendatang.
Tradisi sasi diperkirakan telah ada dan dilaksanakan oleh masyarakat dan raja-raja Maluku jauh sebelum proklamasi kemerdekaan Indonesia. Akan tetapi setelah masuknya Agama Islam dan Kristen, tradisi sasi ini kemudian menjadi tanggung jawab tokoh agama.
Mereka memiliki tanggung jawab yang sama dalam pelaksanaan tradisi sasi. Namun di beberapa daerah di papua para tolokh adat masih dilibatkan dalam ritual tradisi sasi salah satunya di papua barat.
Secara etimologi, "sasi" berasal dari bahasa daerah yang berarti "menutupi" atau "melindungi." Ritual ini biasanya dilakukan oleh tokoh adat atau agama yang mempunyai kekuasaan untuk membuka atau menutup akses terhadap sumber daya tertentu. Sasi juga berasal dari Bahasa Bacan yang artinya sumpah atau janji.
Selama penerapan sasi, masyarakat tidak diperbolehkan mengambil hasil alam dari kawasan lindung hingga masa sasi tersebut berakhir. Jadi dapat dikatakan sasi memiliki nilai hukum yang subtantif yaitu larangan sementara untuk tidak mengambil hasil alam (hutan maupun laut) dalam waktu tertentu
Sasi Sebagai Kearifan Lokal
1. Kepatuhan Kolektif
Ajaran Tradisi Sasi menekankan pada kepatuhan terhadap aturan-aturan yang diciptakan demi kebaikan bersama. Masyarakat sepakat untuk secara kolektif mematuhi larangan yang ditetapkan untuk kelestarian lingkungan.
2. Transparansi dan akuntabel
Proses pelaksanaan sasi dilakukan secara terbuka dengan melibatkan seluruh anggota masyarakat dan para pemuka agama. Hal ini menciptakan transparansi dan memastikan tidak ada pihak yang mengambil keuntungan secara sepihak.
3. Penegakan Hukum Adat
Sasi menunjukkan betapa hukum adat yang kuat dan dihormati dapat menjadi alat yang efektif untuk menegakkan disiplin dan kepatuhan. Pelanggaran terhadap Sasi tidak hanya dikenakan hukuman moral, tetapi juga hukuman adat yang mungkin mempunyai konsekuensi sosial.
Implementasi Nilai Sasi Untuk Anti Korupsi
Sasi tidak hanya dimaknai sebagai sebuah tradisi, namun juga memiliki beberapa nilai yang dapat diterapkan dalam upaya pemberantasan korupsi:
1. Kepatuhan Terhadap Hukum
Seperti halnya dalam sasi, kepatuhan terhadap aturan hukum adalah kunci dalam pemberantasan korupsi. Pemerintah dan masyarakat harus mematuhi peraturan yang ada dan menegakkan hukum tanpa membeda-bedakan atau tanpa pandang bulu.
2. Transparansi dan Akuntabilitas
Sistem Sasi yang melibatkan masyarakat, tokoh agama, dan tokoh adat secara langsung dalam pengambilan keputusan dapat dijadikan model untuk meningkatkan transparansi dan akuntabilitas di sektor publik. Hal ini dapat diterapkan pada pengelolaan anggaran, pengadaan barang dan jasa, serta pelayanan publik.
3. Pengawasan Kolektif
Dalam Sasi, seluruh anggota masyarakat bertindak sebagai pengawas. Artinya seluruh masyarakat setempat yang meneraokan sasi harus memiliki tanggung jawab untuk mengawasi alam (hutan atau laut) mereka selama periode sasi dari orang-orang yang tidak bertanggung jawab. begitu juga dengan pemberantasan korupsi memerlukan partisipasi aktif masyarakat dalam memantau dan melaporkan penyimpangan yang terjadi.
4. Sanksi Sosial dan Moral
Dalam sasi pasti adanya hukuman adat yang diterapkan bagi pelanggar, pemberantasan korupsi tidak hanya memerlukan sanksi hukum tetapi juga sanksi sosial yang dapat memberikan efek jera. Pelaku korupsi harus menyadari dampak sosial dari tindakannya, seperti hilangnya kepercayaan dan reputasi di masyarakat.
Kesimpulan
Tradisi Sasi merupakan salah satu contoh kearifan lokal yang tidak hanya berperan dalam menjaga lingkungan hidup, namun juga memberikan nilai-nilai penting dalam pemberantasan korupsi.
Dengan menerapkan prinsip-prinsip seperti kepatuhan hukum, transparansi, akuntabilitas, dan kontrol kolektif, kita dapat menciptakan masyarakat yang lebih bersih dan bebas korupsi. Menerapkan nilai-nilai tersebut ke dalam sistem pemerintahan modern pastinya dapat menjadi langkah signifikan menuju Indonesia yang lebih adil dan sejahtera.
Sasi bukanlah warisan budaya semata, namun juga cerminan semangat kolektif untuk mencapai keadilan dan kesejahteraan bersama. Dengan memahami dan menerapkan nilai-nilai tersebut, kita dapat menciptakan sistem antikorupsi yang lebih kuat demi mewujudkan Indonesia yang lebih baik.
Penulis : Etwar Hukunala
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H