Betu’a ebua dan betu’a asolo sama-sama adalah nama anatomis jeroan ternak, khususnya babi. Bagi masyarakat Nias yang terbiasa mengonsumsi daging babi, akan langsung paham betapa ‘penting’nya mbetu’a ebua dan mbetu’a asolo itu.
—----
Selingan Menu Betu’a Ni Solo
Betu’a ebua secara fisik dan literalnya adalah lambung, bagian terbesar dalam sistem pencernaan. Tempat penampungan pertama-tama semua yang masuk dari mulut. Tempat yang oleh tingkat keterpenuhannya memberi pesan Anda sudah kenyang atau masih lapar. Ya, tempat menampung makanan pertama sekali sebelum diolah melalui fungsi-fungsi usus dan seterusnya sampai sisanya dibuang.
Bagian tersebut, selain besar, juga tebal dan kenyal kalau sudah diolah, misalnya dengan cara digoreng bersama bagian jeroan lainnya atau dimasak memakai sedikit kuah pedas.
Kalau digoreng, biasanya direbus dulu supaya lebih lembut. Selanjutnya, digoreng menggunakan minyak dari lemak babi yang sebagiannya berasal dari lemak yang biasanya menempel pada bagian-bagian jeroan itu. Bagi yang suka, bisa menambahkan darah babi yang masih segar (ndro sogönö-gönö) atau darah babi yang menggumpal (ndro-ndro) untuk membuat rasanya sempurna.
Cara memasak seperti itu, di Pulau Nias, di sebut ni solo. Makanya, kemudian muncul nama menu betu’a ni solo yang bahkan mendengarnya saja bisa bikin liur berderai. Tapi ada juga yang membuat variasi dengan menambahkan kuah. Intinya, apapun cara masaknya, tergantung selera. Yang penting bahan utamanya, ya jeroan itu.
Betu’a asolo adalah salah satu bagian usus besar. Biasa juga disebut sete. Letaknya agak jauh dari lambung, yakni sebelum saluran pembuangan. Jadi, semua yang lewat di sana, biasanya hanya sisa olahan dan sekedar di lewati menuju pembuangan.
Nah, ini pun sama enaknya kalau sudah diolah bersama betu’a ebua tadi. Tapi, betu’a asolo ini bisa juga diolah dengan cara lain. Yakni, dengan memasukkan beras di dalamnya dan dimasak bersama bagian daging lainnya yang disup. Setelah masak, maka akan membentuk pola bulat memanjang dan bergelombang. Selanjutnya bisa dipotong kecil-kecil sesuai selera dengan bentuk bulatan-bulatan yang besarannya tergantung diameter usus itu.
Bagi warga non-Nias, yang tidak biasa dengan menu ini, tak sulit mencari pembandingnya. Ini mirip dengan makanan khas di Jawa berbahan utama jeroan, misalnya soto babat. Nah, bagi yang pernah menikmati makanan ini, pasti tahu. Apapun nama bahannya, dan fungsinya apa sebelumnya, bahwa jeroan itu adalah bagian terkotor dalam sistem pencernaan babi atau sapi, lupakan itu. Yang tersisa dan terpenting adalah enak dan nikmatnya yang bisa bikin mandi keringat. Apalagi kalau dinikmati di ruang tanpa AC dan di musim kemarau yang menyengat seperti saat ini. Nah, kira-kira begitulah nikmatnya menu betu’a ni solo di Pulau Nias.
—-----