Tidak hanya fisik, tetapi, juga secara emosional/psikologis. Sebab, spirit pembaruan yang merupakan salah satu pesan dari Hari Natal dan Tahun Baru itu menjadikan pertemuan dengan keluarga biasanya juga momen untuk memperbaiki hubungan-hubungan yang rusak. Bisa karena pertengkaran kecil ataupun karena masalah-masalah yang sangat serius. Tidak heran bila Hari Natal dan Tahun Baru menjadi hari-hari yang sangat dinantikan.
Rindu Para Perantau
Meski jauh dari Pulau Nias, orang-orang Nias di perantauan juga tidak bisa melepaskan diri dari ikatan ‘kebiasaan’ itu. Tidak sedikit yang jauh-jauh hari telah menyiapkan agenda untuk pulang. Baik sendiri, bersama teman, ataupun bersama seluruh keluarga. Bagi yang mungkin belum bisa pulang karena alasan seperti pekerjaan, kuliah dan biaya, juga tidak luput mengatur agenda untuk pulang. Mungkin pada tahun berikutnya.
Merencanakan untuk pulang kampung, bagi para perantau, juga bukan hal sederhana. Selain persoalan terkait pekerjaan atau perkuliahan dan biaya transportasi, juga biasanya harus memikirkan persiapan yang bisa dibawa saat bertemu keluarga. Setidak-tidaknya, semacam buah tangan, bila tidak bisa membawa sesuatu yang lebih besar. Bagi beberapa orang, kadang-kadang ini menjadi sesuatu yang sulit dan mengurungkan niat untuk pulang kampung.
Untung saat ini, ketersediaan alat komunikasi telah menjembatani cukup banyak masalah itu. Meski begitu, pengalaman kebersamaan itu dengan bertemu langsung itu tidak bisa tergantikan oleh alat komunikasi itu. Rasa rindu itu tidak akan tuntas hingga terjadi pertemuan.
Pengalaman Darwin Terisman Zega adalah salah satunya. Pria lajang yang saat ini berdomisili di desa Seriti, Palopo, Sulawesi Selatan ini telah tujuh tahun tidak bertemu keluarganya. Tujuh tahun lalu, dia meninggalkan keluarga di desa Nazalöu, Kecamatan Gunungsitoli Alo’oa untuk melanjutkan kuliah di Jakarta.
Usai menamatkan pendidikan Sarjananya di Sekolah Tinggi Teologi Injili Arastamar (STT SETIA), Darwin ditugaskan di desa Seriti. Hingga kini telah berada di sana selama 2,6 tahun untuk melayani sebuah jemaat.
“Selama ini bisa berkomunikasi dengan keluarga di sana melalui telpon. Tapi, tetap ada perbedaan apabila bertemu langsung,” ungkap dia saat chatting, Senin (26/12/2011).
Sementara itu, Anton Zagötö, seorang warga Desa Bawömataluo yang berdomisili di Batam, juga mengungkapkan kerinduannya bertemu keluarga pada saat Natal dan tahun baru ini. Namun, karena tidak mendapat izin dari tempat kerja serta kegiatan Natal di kampusnya, terpaksa menahan rindunya.
“Pernah pulang pada 2005. Rencana, 2012 nanti pulang sekalian ikut acara pagelaran budaya Bawömataluo,” ucap dia.
Hal serupa juga dirasakan oleh Jasman Antonius Zebua. Pria lajang berpangkat Briptu dari satuan Brimob Polda Sumatera Barat itu mengaku rindu keluarganya. Apalagi karena saat ini, Jasman berada jauh dari Indonesia, di Afrika sana.