Mohon tunggu...
Yuni Cahya
Yuni Cahya Mohon Tunggu... Bankir - belajar berdamai dengan diri sendiri

sederhana saja

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Ibu

22 Desember 2020   01:20 Diperbarui: 22 Desember 2020   01:23 122
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Sosok pendamping hidup bagi seorang Ajeng bukanlah yang utama. Toh ibunya bisa hidup sendiri tanpa pendamping. Membesarkannya seorang diri dari bayi. Ajeng ingat sekali, ibu memperkenalkannya dengan seorang laki-laki yang kemudian dia panggil bapak. Tetapi hanya sebatas itu. Dalam sebulan mungkin hanya sekali bapak berkunjung kerumah. Itupun hanya beberapa tahun saja. Jelang SMP sosok bapak menghilang dari hari-harinya.

Ibu bilang jangan terus-terusan menanyakan bapak. Bapak sudah punya kehidupan sendiri. Bapak sudah bahagia dengan keluarganya. Saat itu Ajeng hanya bisa diam, dan menerka-nerka dengan jalan pikirannya yang masih belum cukup mampu menangkap apa maksud ucapan ibu saat itu.
***
Jelang senja di Awal September. Yah, Ibu menautkan ikrar pernikahan dengan seorang lelaki  bernama Ardiansyah. Masih ingat betul bagaimana berdarah-darahnya perjuangan mereka berdua hingga sampai pada titik itu. Menikah.
Dan ternyata pernikahan mereka bukan menjadi akhir perjuangan. Beruntut kejadian mengiring rumah tangga. Banyak kerikil dan badai menghadang.
"Bagaimanapun kau harus bertanggung jawab atas anak itu mas. " ujar Ranti dengan isak tertahan.
"Aku akan menikahinya dengan restumu, tetapi sampai kapanpun aku tak akan pernah meninggalkanmu Ranti. " jawab Ardiansyah dengan suara yang sedikit bergetar.
***
"Ibu, ini sudah malam, kenapa masih melamun sendirian di beranda". Kata Ajeng yang sontak membuyarkan lamunan Ibu.
Ibu hanya sedikit kaget dan tersenyum melihat putrinya yang sudah duduk disampingnya. Dielus nya rambut putri cantiknya yang kini sudah beranjak 25 tahun. Ibu mengerti sangat karakter dan sifat Ajeng, apa yang ada dibenak Ajengpun Ibu mengerti. Kenapa Ajeng begitu dingin dengan Mas Agung atau semua lelaki yang mendekatinyapun Ibu mengerti. Apa yang tak Ibu mengerti hanya kenapa Ardiansyah perlahan meninggalkannya dan seolah melupakan janji-janjinya. Meninggalkan seorang Ranti dan putri kecilnya menapaki kerasnya dunia seorang diri.

Ibu mungkin memang terus mencoba berusaha untuk ikhlas. Ikhlas akan takdir yang telah digariskan Tuhan  untuknya. Tetapi Ibu juga menginginkan anaknya bahagia. Menikah. Punya keluarga. Memberinya cucu yang lucu-lucu. Bukan kuasa Ibu pula memaksa Ajeng menikah padahal Ajeng sendiri bahkan belum siap. Biarkan Agung menjadi deret paling atas harapan Ibu. Setidaknya untuk tetap setia menunggu putrinya siap. Karena Ibu tahu jika Agung itu sosok yang baik dan dari keluarga yang baik-baik pula. Biarlah waktu yang akan menguji sejauh mana kebaikan dan kesetiaan Agung.

"Ibu, mungkin saat ini Ajeng hanya ingin membahagiakan Ibu dulu. Ajeng sayang sekali sama Ibu. Ajeng belum bisa menerima lelaki manapun untuk menikahi Ajeng saat ini. Ajeng hanya ingin sendiri. Untuk saat ini dan entah sampai kapan. Ajeng pikir semua lelaki itu sama. Sama seperti Bapak memperlakukan Ibu. Dan Ajeng tak sanggup membayangkan jika itu semua terjadi pada hidup Ajeng. Maafkan Ajeng Ibu". Kata Ajeng panjang dengan menggenggam erat kedua tangan Ibu.

Mereka berdua pun berpelukan dengan  bulir air mata yang mengalir deras.

"Ibu, ajari aku merenda pagi. Meronce hari-hari. Merangkai mimpi-mimpi. Melukis pelangi. Memahat kelopak senja. Dan mengayuh tulus doa-doa".

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun