Mohon tunggu...
Saepudin Zuhri
Saepudin Zuhri Mohon Tunggu... Guru - Seorang pendidik

Belajar mendidik diri

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Bukan Mantra

13 Mei 2020   11:13 Diperbarui: 13 Mei 2020   11:22 143
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Istana kepresidenan sedang menjadi sorotan. Bukan karena keputusan presiden yang salah, ataupun demo di sekitar istana. Tetapi, karena putri presiden sakit keras. Lho kok bisa hal itu membuat gaduh di seluruh negeri?

Negara itu merupakan negara yang dianggap paling modern di dunia. Hampir seluruh negara mengakuinya tentang itu. Kecanggihan pengobatan yang diaplikasikan oleh ilmuan di negeri itu. Menjadi rujukan hampir seluruh negara. Semua penyakit dapat disembuhkan kecuali kematian yang hingga hari ini masih terus dicari obatnya.

Karenanya, sakitnya sang putri presiden menjadi tanda tanya besar. Mengapa teknologi yang mereka ciptakan belum mampu menyembuhkannya. Padahal sudah hampir sebulan sang putri terbaring sakit. Semua ahli kesehatan, farmasi dan bidang lainnya telah berupaya. Tetapi tetap saja sang putri tertidur dalam komanya.

Bagaimana dengan pemuka agama? Hmm negara itu sudah lama menganggap bahwa do'a tidak akan mengubah apapun. Negara itu memang tidak menyatakan sebaga negara ateis, tapi hal hal yang bersifat spiritual tidak lagi digunakan sebagai pijakan dalam mengelola pemerintahan.

Presiden tidak pernah mengundang pemuka agama apapun untuk sekedar diminta masukan dalam berbagai masalah. Mereka justru seringkali menjadi bahan guyonan, hari gini masih saja percaya Tuhan.

Hanya sebagian kecil warganya yang masih memeluk dan mengamalkan agama. Masjid-masjid sepi, begitu juga gereja, pura, wihara, klenteng dan tempat ibadah lainnya.

Sebagian besar anak muda di negara itu tidak lagi mengkaji ayat suci. Karena kitab mereka adalah smartphone dan ayat-ayatnya adalah aplikasi game serta yang lainnya.

Tetapi, karena sakitnya sang putri. Membuat sebagian menteri menyarankan agar mengundang secara sembunyi para pemuka agama. Namun, rencana itu bocor. Sehingga menjadi pembicaraan hangat di seluruh negeri.

Sang Presiden menghadapi kegalauan. Ia benar-benar tumpul dalam berfikir. Karena pendapat masyarakat terbelah. Satu pendapat mendukung dan setuju. Sedangkan pendapat lainnya mengecam, dan menyatakan negara kembali ke zaman kuno.

Walaupun presiden disebut sebagai orang rasional, namun rasa cintanya mengubur akalnya. Ayah mana yang tega melihat putrinya berada di kasur selama sebulan dan terdiam kaku.

Pada akhirnya, dipanggillah semua pemuka agama ke istana. Dengan syarat mereka akan bungkam jika ditanya apa yang dilakukan bersama presiden.

Para pemuka agama bersepakat, karena dulu presiden pernah memeluk Islam, sebelum kemudian menyatakan tidak beragama. Maka para pemuka agama, meminta Syaikh Abdul Rahman untuk menjadi pimpinan delegasi.

Tibalah seluruh pemuka agama di ruang pribadi presiden. Seluruh menteri hadir. Namun kehadiran orang-orang mulia itu tidak disambut dengan ramah. Terutama oleh para ilmuwan yang juga ikut bergabung. Pandangan mata mereka cukup jelas untuk menyatakan penolakan. Ada aura keangkuhan yang menempel di antara mereka. Namun Syaikh bersama rekan-rekannya sesama pemuka agama tidak menghiraukan.

Syaikh Abdul Rahman, kemudian meminta semua rekannya sesama pemuka agama, untuk mendekat ke sang putri yang terdiam tanpa respon. Dengan isyarat, syaikh meminta untuk semuanya berdoa sesuai keyakinan masing-masing.

Sebagai seorang muslim, Syaikh membaca surat Al Fatihah dengan penuh penghayatan. Ia berharap Tuhan memberikan yang terbaik untuk sang putri presiden.

Para ilmuwan dan tenaga ahli presiden melihat adegan yang dilakukan syaikh dan rekannya dengan sorotan penghinaan. Mereka saling berbisik dengan kata kata yang merendahkan.

"Nggak ada manfaatnya!"

"Sia-sia, percuma!"

"Zaman teknologi gini masih main mantra!"

Bisikan mereka walaupun pelan, sebenarnya terdengar. Namun, para pemuka agama itu tidak menanggapi karena sedang melantunkan do'a.

"Tuan terhormat, Anda memang ilmuwan bodoh!" Syaikh berkata dengan tenang dan berwibawa kepada salah satu ilmuwan yang tadi sibuk berbisik.

"Anda yang bodoh, Tuan Sorban!" Dengan suara penuh amarah, sang ilmuwan terpancing emosinya, jantungnya berdegup kencang, wajahnya agak memerah. Menjawab pernyataan Syaikh.

"Memang benar-benar bodoh. Lihatlah Anda Tuan, Anda mengatakan bahwa do'a yang kami ucapkan percuma, sia-sia dan tidak berguna. Tapi, kata bodoh yang saya ucapkan telah mengubah tubuh Anda yang semula tenang dengan kesombongan. Kini dengan kata bodoh itu, suara Anda bergetar, jantung Anda berdegup kencang, wajah Anda memerah, tangan Anda terkepal, dan Anda terlihat cemas karena merasa kehormatan dijatuhkan!"

"Anda justru yang paling bodoh, Tuan Sorban!"

"Semakin jelas, Anda memang tidak mau belajar. Jika kata bodoh saja membuat perubahan fisik begitu hebat pada Anda, karena kemarahan. Apalagi firman suci Tuhan, dan itu bukan mantra dukun!" Ucap Syaikh dengan yakin.

 "Maaf kalau kata bodoh itu sengaja saya lontarkan, hanya sekedar mengingatkan saja. Saya memang bodoh, karena ilmu yang saya miliki hanya setetes di tengah samudra pengetahuan Tuhan Yang Maha Luas!" Syaikh menutup pembicaraan

Ucapan syaikh membuat seisi ruangan hening, entah apa yang mereka pikirkan dan rasakan. Bahkan Presiden hanya terdiam, mungkin di dalam hatinya masih ada setitik iman. Apalagi saat Al-Fatihah dikumandangkan, ada rasa yang berbeda dihatinya, yang selama ini tidak pernah tersentuh lagi ayat suci.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun