Para pemuka agama bersepakat, karena dulu presiden pernah memeluk Islam, sebelum kemudian menyatakan tidak beragama. Maka para pemuka agama, meminta Syaikh Abdul Rahman untuk menjadi pimpinan delegasi.
Tibalah seluruh pemuka agama di ruang pribadi presiden. Seluruh menteri hadir. Namun kehadiran orang-orang mulia itu tidak disambut dengan ramah. Terutama oleh para ilmuwan yang juga ikut bergabung. Pandangan mata mereka cukup jelas untuk menyatakan penolakan. Ada aura keangkuhan yang menempel di antara mereka. Namun Syaikh bersama rekan-rekannya sesama pemuka agama tidak menghiraukan.
Syaikh Abdul Rahman, kemudian meminta semua rekannya sesama pemuka agama, untuk mendekat ke sang putri yang terdiam tanpa respon. Dengan isyarat, syaikh meminta untuk semuanya berdoa sesuai keyakinan masing-masing.
Sebagai seorang muslim, Syaikh membaca surat Al Fatihah dengan penuh penghayatan. Ia berharap Tuhan memberikan yang terbaik untuk sang putri presiden.
Para ilmuwan dan tenaga ahli presiden melihat adegan yang dilakukan syaikh dan rekannya dengan sorotan penghinaan. Mereka saling berbisik dengan kata kata yang merendahkan.
"Nggak ada manfaatnya!"
"Sia-sia, percuma!"
"Zaman teknologi gini masih main mantra!"
Bisikan mereka walaupun pelan, sebenarnya terdengar. Namun, para pemuka agama itu tidak menanggapi karena sedang melantunkan do'a.
"Tuan terhormat, Anda memang ilmuwan bodoh!" Syaikh berkata dengan tenang dan berwibawa kepada salah satu ilmuwan yang tadi sibuk berbisik.
"Anda yang bodoh, Tuan Sorban!" Dengan suara penuh amarah, sang ilmuwan terpancing emosinya, jantungnya berdegup kencang, wajahnya agak memerah. Menjawab pernyataan Syaikh.