Mohon tunggu...
Saepudin Zuhri
Saepudin Zuhri Mohon Tunggu... Guru - Seorang pendidik

Belajar mendidik diri

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Hamba Popularitas

11 Mei 2020   09:58 Diperbarui: 11 Mei 2020   10:04 156
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

"Siapa yang menginginkan popularitas, maka ia adalah hamba popularitas. Siapa yang mencintai para penguasa, maka ia akan menjadi hamba penguasa. Dan siapa yang menyembah Allah, maka baginya sama saja, terkenal ataupun tidak." (Syaikh Abu al-Abbas)

Gelimang materi, penghormatan, fasilitas yang mengalir dan endorse berbagai produk. Seringkali membuat gelap mata para pencari popularitas, sehingga berharap mendapatkan ketenarannya dengan instant. Berbagai upaya dilakukan, agar namanya dikenal, dibicarakan dan diakui. Serta memiliki ribuan follower.

Media sosial menjadi alat ampuh sebagai jimat pengundang kemasyhuran. Berbekal keberanian, atau lebih tepatnya kenekatan. Mereka para pecinta popularitas semu itu, membuat konten yang penting aneh, tidak biasa namun terlihat menarik. 

Maka media sosial dibanjiri oleh konten yang tidak mendidik, sekedar aneh dan berbeda. Mulai dari mandi di jalan, hingga menipu orang dengan cara menyakitkan. 

Konten yang berujung pada pengunggahnya untuk meminta maaf, menyesal, atau pura-pura menyesal. Bahkan hingga masuk jeruji besi. Padahal sebelumnya, di depan kamera mereka beraksi dengan angkuh.

Para pencari popularitas instant itu lupa, bahwa kemasyhuran bisa saja terlahir dengan cepat karena viral. Namun, dapat dipastikan akan terhapus juga dengan cepat. 

Betapa banyak selebritis yang kemudian viral, wara wiri di tv, lalu tenggelam. Kemudian tertekan dalam kesedihannya sebab kini orang sudah mulai melupakannya.

Nasehat Syaikh Ibnu At-Thaillah ini dapat menjadi renungan,

"Tanamkan dirimu dalam tanah kerendahan. Sebab tiap sesuatu yang tumbuh tetapi tidak ditanam, maka tidak sempurna hasil buahnya."

Kesukesan seseorang biasanya bermula dari saat-saat yang tersembunyi, ketekunan yang sepi dari keramaian. Seperti tertanam di tanah, tidak diketahui. Jika proses tersebut tidak dilalui, maka popularitas instant yang diperoleh. 

Seperti benih yang memaksa untuk terlihat di atas bumi, jika Tuhan mengijinkan, akan tumbuh. Namun, lebih sering terhempas angin, terseret air, dan mati terpanggang sinar mentari.

Hampir semua yang popularitasnya terjaga hingga kini, adalah yang meraih popularitasnya dari kesepian, terpencil, dan penuh keterbatasan. Namun, satu yang menjadi ciri khas mereka, tetap berkarya yang terbaik walau belum dikenal. Sang legenda Didi Kempot, memulai sebagai pengamen jalanan, namun konsisten berkarya. Hingga wafat di puncak popularitasnya.

Kalaupun Tuhan menghendakinya populer, mereka tetap menjaga jati dirinya. Sadar bahwa semula hanya benih yang tertutup tanah, dan karena ijin Tuhan dapat tumbuh dan berbuah. Keangkuhan tidak layak untuk disematnya, karena menyadari hanya benih kecil di jagat raya ciptaan Yang Maha Besar.

Popularitas yang terlahir dari ketekunan, keikhlasan dan kebermanfaatan. Menjadi popularitas yang mengalirkan manfaat kepada siapapun, bukan hanya sekedar bagi pemiliknya yang masyhur. 

Popularitas menjadi jalan baginya untuk mengalirkan kebahagiaan, keceriaan bukan justru menyakitkan dan membuat dirinya sendiri dalam pesakitan. Lalu merusak dirinya dengan racun yang mematikan bahkan menghilangkan nyawanya sendiri dalam keputusasaan.

Semoga popularitas tetap disertai kesadaran. Bahwa kita hanyalah benih yang semula tidak kelihatan, dan sejatinya adalah hamba Tuhan, bukan hamba popularitas.

Sumber :

KH. Soleh Darat, Syarah Al-Hikam, (Sahifa Publishing, 2017)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun