Seperti benih yang memaksa untuk terlihat di atas bumi, jika Tuhan mengijinkan, akan tumbuh. Namun, lebih sering terhempas angin, terseret air, dan mati terpanggang sinar mentari.
Hampir semua yang popularitasnya terjaga hingga kini, adalah yang meraih popularitasnya dari kesepian, terpencil, dan penuh keterbatasan. Namun, satu yang menjadi ciri khas mereka, tetap berkarya yang terbaik walau belum dikenal. Sang legenda Didi Kempot, memulai sebagai pengamen jalanan, namun konsisten berkarya. Hingga wafat di puncak popularitasnya.
Kalaupun Tuhan menghendakinya populer, mereka tetap menjaga jati dirinya. Sadar bahwa semula hanya benih yang tertutup tanah, dan karena ijin Tuhan dapat tumbuh dan berbuah. Keangkuhan tidak layak untuk disematnya, karena menyadari hanya benih kecil di jagat raya ciptaan Yang Maha Besar.
Popularitas yang terlahir dari ketekunan, keikhlasan dan kebermanfaatan. Menjadi popularitas yang mengalirkan manfaat kepada siapapun, bukan hanya sekedar bagi pemiliknya yang masyhur.Â
Popularitas menjadi jalan baginya untuk mengalirkan kebahagiaan, keceriaan bukan justru menyakitkan dan membuat dirinya sendiri dalam pesakitan. Lalu merusak dirinya dengan racun yang mematikan bahkan menghilangkan nyawanya sendiri dalam keputusasaan.
Semoga popularitas tetap disertai kesadaran. Bahwa kita hanyalah benih yang semula tidak kelihatan, dan sejatinya adalah hamba Tuhan, bukan hamba popularitas.
Sumber :
KH. Soleh Darat, Syarah Al-Hikam, (Sahifa Publishing, 2017)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H