Tia terdiam dengan nafas teratur, menandakan dirinya sedang berpikir serius.
"Tia? Are you there?"
"Ya, Steve."
"Kita bisa bicara tentang hal lainnya? This is too depressing. Kamu tahu, saya bukan orang yang relijius. Saya jarang menyebut nama Tuhan. Saya hanya berusaha untuk berbuat kebajikan."
"Bukankah itu intinya, Steve? Kebajikan? Untuk apa saya setiap hari memuji Tuhan kalau yang saya lakukan memicu kebencian? Saya sedang ingin merenung bersamamu, Steve. Justru karena kamu mengaku tidak relijius. Katakan, Steve, butuhkah Tuhan kami puji begitu rupa dan setelahnya kami membenci dan membantai sesama manusia?"
"Itu sangat membingungkan, Tia. Apalagi untuk saya."
Tia terdiam lagi.
"Kupikir tadinya memuji Tuhan itu kiasan, dengannya kita menebar kebaikan, berusaha berlaku adil dan memupuk perdamaian."
"Tia, rasanya kita benar-benar perlu bicara hal lain saja. Tidakkah kita hanya buang-buang waktu?"
"Begitu ya?"
"Ya. Lupakan saja. Seperti yang selalu kamu bilang, you will not waste your time and energy for something that you are powerless to change. Gitu, bukan?"