Mohon tunggu...
Esti Sri Handayani
Esti Sri Handayani Mohon Tunggu... -

Penikmat kopi, juga diksi-diksi yang menyayat hati.

Selanjutnya

Tutup

Puisi

PoemEST: Giliranmu

19 Februari 2019   12:29 Diperbarui: 19 Februari 2019   13:03 52
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Akan selalu ada kejadian dalam hidup yang tidak bisa kamu lupakan. Bisa jadi karena itu kejadian yang terlalu membahagiakan, terlalu menyenangkan atau bisa juga karena kejadian itu terlalu menyedihkan dan terlalu menyakitkan

Malam itu, adalah malam menyakitkan dan menyedihkan lainnya yang, buatku, sulit untuk kuusir dari benak diri. Karena sampai sekarang, aku masih mengingat dan merasakan dengan jelas kesakitan dan kesedihan itu.

Malam itu juga, aku menyadari sesuatu. Bahwa kesakitan dan kesedihan itu adalah puncak dari segala perjuangan dan pemberian yang tak terbalas.

Mungkin ini salahku juga, karena berharap kamu membalas perjuangan dan pemberianku. Karena yang aku tahu, dalam sebuah hubungan akan selalu ada give and give. Lalu apa jadinya kalau hanya ada satu orang yang memberi dan beraksi? Seperti sedang monolog, tidak ada balasan apapun, tidakkah kamu sekalipun pernah berpikir bahwa aku akan jengah dan akhirnya memutuskan untuk menyerah?

Tidakkah kamu, sekalipun pernah berpikir bahwa aku akan merasa hampa? Bukan karena aku tidak mensyukuri setiap berkah di hidupku, tapi karena aku dalam hubungan kita terlalu sering berjuang daripada diperjuangkan.

Aku merasa di sini kamu tidak mencintaiku seperti aku mencintai kamu.

Kata-katamu manis, seringkali buatku terlena.
Tapi itu hanya kata-kata, tanpa aksi yang nyata.
Dan kamu masih bertanya-tanya kenapa aku merasa hampa?

Lalu, ketika aku meminta untuk menyudahi kita, banyak juga yang mempertanyakan mengapa.
Orang-orang itu bertingkah seakan mereka yang berhak paling tahu alasan di balik usainya kita.
Orang-orang itu bertingkah seakan mereka terlibat di dalam hubungan kita.

Sampai orang-orang itu lupa untuk menghargai batasan yang telah aku buat antara kehidupan pribadiku dengan mereka.

One thing though, why is it so hard for them to respect other people's boundaries and mind their own business?

Lagipula, jika aku menceritakannya nanti, apa mereka akan mengerti? Atau mereka hanya berpura-pura mengerti sambil memberi wejangan ini dan itu yang tidak perlu? Atau mereka pada akhirnya akan merayuku untuk memberikan kesempatan sekali lagi untukmu?

Bukankah waktu selama 12 purnama yang kita lewati sudah lebih dari cukup buatmu untuk menggunakannya sebagai kesempatan membuktikan omongan-omongan manismu? Tidakkah itu lebih dari cukup? Harus berapa purnama lagi yang kamu perlukan untuk membuktikan omongan-omongan manis itu?

Lalu pada malam itu, malam yang sangat menyedihkan dan menyakitkan, sesungguhnya adalah kesempatan terbesarmu untuk memenangkan hatiku kembali. Tapi, alih-alih memenangkan hatiku, kamu malah justru membuat malam itu semakin menyakitkan dan menyedihkan.

Demi Tuhan, aku sakit malam itu dan kamu tidak perlu jadi kekasihku dulu untuk setidaknya merasa kasihan dan peduli. Karena pada nyatanya, teman-temanku dan bahkan orang asing pun bisa peduli dengan kesakitanku.

Mungkin ini salahku juga, yang selalu mengatakan tidak apa-apa. Karena sesungguhnya aku merasa tidak apa-apa dan berpikir kamu akan berusaha juga nanti pada akhirnya. Karena apa yang dicari dalam hubungan sepasang orang dewasa selain pengertian dan saling memberi?

Ternyata kamu terlalu terlena dan tenggelam dalam ombak pengertian yang terus menerjangmu, hingga mungkin kamu berpikir, kamu tidak perlu berjuang untukku karena toh, seperti yang sudah-sudah, kamu juga berpikir aku akan mengerti.

Tapi, sayang, aku juga punya hati.

Hati yang kupertaruhkan keutuhannya ketika sepakat untuk memulai hubungan ini.

Hati yang lelah karena berjuang sendiri.

Kini giliranmu untuk mengerti aku yang memutuskan untuk menyudahi ini,

Kini giliranmu untuk mengerti bahwa ada atau tidak adanya kamu, hidupku terasa sama saja.

Kini giliranmu untuk mengerti bahwa selama 12 purnama ini, kamu melewatkan banyak kesempatan untuk membuktikan kata-kata manismu.

Kini giliranmu untuk mengerti bahwa action speaks louder than words.

It's your loss and I'm not sorry about it.

Not anymore.

Jakarta, 19 Februari 2019. 12.27 WIB

Esti.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun