Meriam si Jagur, warisan luhur yang melegenda. Namun tak banyak orang yang mengetahuinya, meskipun letaknya di daerah yang banyak pengunjungnya. Menurut sumber, Meriam si Jagur itu dibuat di Makau pada abad ke-16 oleh orang Portugis. Kemudian, Portugis menggunakan meriam itu untuk mempertahankan kekuasaannya di Malaka. Namun, sekitar tahun 1641 Belanda berhasil merebut benteng Portugis dan mengambil Meriam si Jagur untuk dipindahkan ke Batavia.Â
     Sayangnya meriam yang memiliki berat 3,5 ton dan panjang 3,5 meter itu sejak dipindahkan ke Batavia, tidak lagi digunakan oleh pasukan tentara Belanda karena dianggap terlalu berat, tidak efektif dan tidak efisien jika diikutsertakan bersama pasukan untuk perang. Selain pernah menjadi sebuah senjata mematikan pada zamannya, Meriam si Jagur juga memiliki keunikan lain dalam segi cerita rakyat yang melegenda.
"Kalo jaman dulu nih, kan orang yang berumah tangga kalo belom punya keturunan pada ke sini. Dielus begitu meriamnya, terus katanya abis itu baru bisa punya keturunan gitu mutosnya." Ujar Pak Heri, salah satu penjaja sepeda ontel yang ditemui penulis beberapa waktu lalu
     Pak Heri juga menjelaskan, di pangkal Meriam si Jagur terdapat kepalan tangan kanan dengan jempol dijepit oleh jari telunjuk dan jari tengah. Kepalan tersebut diketahui memiliki konotasi seksualitas di kalangan masyarakat, hal tersebut yang turut andil pada munculnya mitos ini.
     Seiring dengan berjalannya waktu dan kemerdekaan Indonesia yang dapat diraih setelah kolonialisme yang berabad-abad lamanya membelenggu, pada 1974 Meriam si Jagur dipindahkan ke halaman Museum Sejarah Jakarta atau yang lebih familiar dikenal dengan Museum Fatahillah.Â
     Meriam si Jagur menjadi sebuah aset budaya negara yang sekaligus menambah koleksi monumen untuk dijadikan sarana hiburan dan pengetahuan di kawasan Kota Tua, Jln. Taman Fatahillah No.1, Jakarta Barat. Menurut data UPK Kota Tua bulan lalu, pengunjung daerah Wisata Kota Tua menembus angka 98.288 orang. Namun, berdasarkan observasi langsung yang dilakukan penulis, sebagian besar pengunjung yang menggunung itu tidak mengetahui apa dan di mana itu Meriam si Jagur.
     Seorang siswi yang sedang bertamasya di Kota Tua bersama teman-teman sekolahnya menjadi bukti betapa Museum si Jagur telah dilupakan legenda dan keberadaannya,    Â
"Saya gatau tuh kalo Meriam si Jagur. Emang adanya di mana?" Ujar Sarahfina kepada penulis
     Setelah penulis menjelaskan secara singkat mengenai singkat Meriam si Jagur dan memberi tahu letaknya, Sarahfina baru merasa sedikit tertarik untuk mencari tahu lebih dalam tentang meriam tersebut.
     Kita sering lengah terhadap budaya dan sejarah berharga yang kita punya. Baru akan sadar dan seperti orang yang jenggotnya terbakar, apabila warisan leluhur tertentu "dijarah" negara tetangga. Seperti kasus yang sudah-sudah, kita hanya bisa melongo saat negara tetangga mengklaim Reog Ponorogo.Â
     Tidak bisa berkutik ketika mereka mengklaim Batik dan tidak banyak yang bisa dilakukan ketika mereka juga mengklaim berbagai macam kesenian lain. Hal-hal tersebut terjadi karena kurangnya kesadaran masyarakat terhadap pentingnya melestarikan warisan dari leluhur punya, padahal itu sangat berharga.