Istriku mengikut saja, ia menelpon orang rumah di kampung yang kuberi tanggung jawab menjemput paketnya. Memberi tahunya bahwa sarung-sarung yang diambil nanti urung dibagikan ke warga, khawatir tidak steril. Aku juga menelpon saudara di kampung, memastikan kalau ada paket yang datang tidak usah mereka buka.
---
14 hari setelah dikarantina, hasil tes menunjukkan sudah tidak ada lagi Covid di tubuhku dan istri. Aku diperbolehkan pulang, namun harus tetap melakukan karantina mandiri di rumah selama kurang lebih sebulan. Aku dan istri menjalani hari-hari di rumah saja. Lebaran pun kami lewati dengan tidak kemana-mana.
Setelah 3 bulan, pemerintah akhirnya melonggarkan PSBB. Mereka yang sudah memenuhi hasil pemeriksaan bebas Covid juga sudah boleh mudik. Maka aku dan istri pun pulang ke rumah kami di daerah, dengan rindu yang meluap-luap.Â
---
Aku dan istri sampai di pintu masuk perbatasan kampung dengan kampung tetangga. Ternyata sedang dijaga ketat oleh pemuda kampung. Dengar-dengar setiap kampung memang memeriksa dengan teliti siapapun yang akan masuk dan keluar dari kampung masing-masing. Salah seorang memeriksa data kami, ia berpakaian lengkap dengan masker bermotif kotak yang warnanya adem itu. Ia mengenaliku saat aku turunkan sedikit masker pelindungku.Â
Ia pun turut membuka masker pelindungnya lalu  tersenyum. Mempersilahkan aku melewati perbatasan itu  dan melambaikan maskernya ke arahku. Ia berteriak, "Makasih, Bang."
Tiba di rumah, aku tak menyangka. Rumah dipenuhi mama-mama yang sedang menjahit. .
"Sedang bikin apa mama?" Tanyaku.
"Bikin masker Bang?" Jawab salah seorang dari mereka.Â
Aku memperhatikan masker yang ia pakai saat menjahit, sepertinya itu juga hasil jahitannya sendiri.Â