"Tidak ada masyarakat tanpa tradisi." (Toyin Falola)
Kutipan Falola di atas mau saya caplok sejenak untuk tulisan hari ini.
Setiap bentuk peradaban mengasumsikan adanya peran untuk tradisi. Karena tidak ada momen budaya yang muncul dari kekosongan belaka. Contohnya tradisi mudik, sahur keliling, dan ngabuburit, yang pasti bisa ditelusuri asal-muasalnya.
Asal Usul Tradisi Kado Lebaran
Memberi dan menerima kado Lebaran juga bagi kebanyakan orang Indonesia sudah menjadi tradisi. Bahkan tradisi ini bisa ditelusuri asalnya hingga ke zaman penjajahan.
Ketika itu perempuan Indonesia tidak diperbolehkan untuk ikut ke medan perang karena dianggap terlalu berbahaya. Maka mereka pun diminta untuk tinggal di rumah. Namun semangat juang mereka yang tetap membara, memunculkan ide untuk tetap berjuang tanpa membahayakan diri mereka. Yakni dengan mengirimkan hantaran makanan untuk para pejuang di medan perang.
Hal ini dilakukan secara rutin selama masa penjajahan hingga kemerdekaan Indonesia mereka. Kebiasaan itu pun terus berlanjut di hari Lebaran dan Natal dengan memberikan makanan kepada keluarga para pejuang. Pengiriman makanan dikemas dalam bentuk kado atau parcel dan terus berkembang hingga sekarang.
Dari asal-usul yang diterima umum tersebut, bisa dilihat bahwa tujuan utama dari pemberian hantaran itu adalah wujud ikut membantu dan ungkapan terima kasih.
Sebagai perwujudan kedua hal itu, hantaran pada awalnya dibuat langsung dan bukannya barang jadi yang bisa dibeli.
Namun pada perkembangannya, membuat makanan hantaran untuk banyak orang dirasa sangat membutuhkan banyak energi. Hingga jasa pembuatan paket hantaran pun hadir membawa satu bentuk tradisi baru, tradisi belanja kado atau parcel lebaran.Â