"Sedekah itu menyembuhkan"
Berkali-kali saya membaca tulisan itu di berbagai tempat. Tak jarang juga saya mendengar kutipan itu diucapkan berulang-ulang oleh banyak orang, termasuk para pemuka agama.
Tidak ada yang saya ragukan dari kutipan tersebut. Tapi bagaimana menjelaskan kalimat itu secara secara saintifik bahwa sedekah memang benar-benar menyembuhkan?
Ternyata Prof. Taruna Ikrar, pakar Neurosains dari National Health University, California, Amerika Serikat, dengan gamblang telah menjelaskan hal ini. Kesembuhan yang dimaksud itu berkaitan erat dengan senyawa otak bernama oksitosin, yang tentunya sudah tidak begitu asing bagi kita.
Orang-orang mengenal hormon oksitosin sebagai hormon cinta, karena hormon ini dilepaskan otak dengan konsentrasi tinggi ketika kita jatuh cinta.Tetapi hormon yang satu ini tidak hanya melulu tentang cinta pada pasangan atau pada keluarga Anda.Â
Lebih tepatnya, hormon oksitosin berkaitan erat dengan berbagai situasi sosial yang dipersepsikan oleh otak kita sebagai situasi sosial yang positif. Â Jatuh cinta pada seseorang, memeluk dan merangkul orang yang dikasihi, memberi perhatian kepada orang lain, dan bahkan melakukan derma atau memberi sedekah. Dengan kata lain, hormon oksitosin dalam neurosains akan lebih tepat bila disebut sebagai hormon empatik.
Sebuah penelitian oleh Moll (2006) dari Universitas California memantau aktivitas otak ketika seseorang mendermakan hartanya. Ditemukan bahwa ada peningkatan jumlah konsentrasi beberapa hormon termasuk oksitosin dan neurotransmitter di otak. oksitosin bahkan dilepaskan dalam jumlah yang sangat tinggi ketika seseroang memberikan barang paling berharga yang dimilikinya.
Peningkatan aktivitas tersebut, dimaknai sebagai suatu kondisi mental merasa lebih berharga, serta terjadi peningkatan empati. Ini kemudian memacu perasaan bahagia dan tenang dalam diri seseorang. Pada gilirannya, kondisi ini akan berdampak positif bagi kesehatan dan kemampuan fungsi otak para dermawan.
Benang Merah Corona
Kita meyakini Virus Corona adalah sebuah penyakit berbahaya, dimana orang-orang perlu tinggal di rumah dan membatasi aktivitasnya untuk meredam penyebaran virus ini. Dan kita juga paham, terbatasnya aktivitas, berarti terbatasnya lahan garapan hidup untuk makan sehari-hari. Terbatasnya akses untuk mendapatkan hiburan dan hubungan sosial yang berarti.