Itu jugalah yang saya tangkap dari pesan Presiden Jokowi baru-baru ini, yang disampaikan di hari yang sama dengan momentum peringatan Waisak.
Sudah saatnya kita berdamai dengan Covid-19. Pesan yang oleh sebagian orang diasumsikan bahwa Presiden menyerah dalam perang melawan pandemi ini. Padahal, apa yang dikatakan pemimpin kita itu, memiliki makna filosofis yang dalam.
Selayaknya Guru Sidharta yang memilih embracing the misery, merangkul penderitaan, demikian juga orang-orang yang berpuasa Ramadan mencoba merasakan penderitaan kehausan dan kelaparan, seperti itu juga seharusnya kita membuka pikiran kita dan jernih melihat tragedi yang diakibatkan oleh virus ini.
Membuka mata batin untuk melihat ketidakpastian, kesakitan, dan kehilangan yang sedemikian besar disodorkan di depan mata kita.
Lalu mulai menginisiasi penyebab dari penderitaan itu sendiri, yakni ketidaktahuan, keserakahan, kebencian, iri hati, keangkuhan, yang kemudian mengembangkan kita berpikiran dan membayangkan hal-hal negatif.
Perayaan Waisak yang syahdu di tengah Ramadan, mengajak semakin banyak orang untuk berdamai dengan penderitaan.
Semakin orang-orang mencoba berdamai dengan penderitaan itu, maka mereka semakin melampaui sekat-sekat agama, sekat-sekat kesukuan, sekat-sekat bangsa. Seluruh dunia larut dalam tragedi yang sama. Yang tumbuh adalah solidaritas, persaudaraan dan altruisme yang kian menggeliat.
Selamat merayakan Waisak mu yang syahdu, wahai saudara-saudariku penganut ajaran Guru Sidharta. Semoga semua makluk berbahagia.
---
Catatan 14 Ramadan 1441H (2564 BE)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H