Mohon tunggu...
Esti Maryanti Ipaenim
Esti Maryanti Ipaenim Mohon Tunggu... Jurnalis - Broadcaster, seorang ibu bekerja yang suka baca, nulis dan ngonten

Gaya hidup dan humaniora dalam satu ruang: bahas buku, literasi, neurosains, pelatihan kognitif, parenting, plus serunya worklife sebagai pekerja media di TVRI Maluku!

Selanjutnya

Tutup

Hobby Artikel Utama

Ika Natassa, Twitterature, dan Twivortiare

12 Juli 2019   17:38 Diperbarui: 19 Juli 2019   02:45 771
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi buku Ika Natassa (Image : Olah Pribadi) 

Di masa-masa kuliah S1 dulu, saya pernah sangat gandrung akan novel metropop, yakni salah satu genre novel  Indonesia yang biasanya mengisahkan cerita  kehidupan orang-orang di kota-kota besar. 

Ika Natassa adalah salah satu penulis genre ini yang saya baca karyanya setidaknya sejak sepuluh tahun yang lalu. Dan tidak butuh banyak pertimbangan untuk mengkategorikan novel-novelnya sebagai karya favorit. Ika berhasil membuat saya jatuh cinta terhadap karakter-karakter rekaannya.

Tapi saat itu, tidak terlintas sedikipun dalam kepala saya bahwa salah satu karya populernya yang saya baca, berjudul Divortiare, akan beranak-pinak dengan menghasilkan Twivortiare dan Twivortiare 2. 

Yang unik lagi adalah proses kreatif munculnya kedua buku lanjutannya itu adalah melalui sebuah platform media sosial "Twitter".

Tentunya sepuluh tahun yang lalu pula, belum ada cerita sukses mengenai sebuah novel yang lahir dari kicauan twitter. Namun, booming-nya twitter tentu saja membuat orang-orang yang berkicau mulai mengeksplorasi banyak hal dengan medium ini. 

Muncullah istilah twitterature, setelah banyak penulis aforisme, puisi, bahkan fiksi pendek, dan kombinasi atau kolaborasi karya sastra lain yang menggunakan layanan microblogging twitter.

Istilah twitterature mungkin dipopulerkan pertama kali lewat artikel di majalah TIME. Kata mungkin saya gunakan karena memang belum cukup banyak referensi yang saya dapatkan membahas mengenai asal-muasal istilah ini, jadi mungkin saja asumsi saya itu meleset. 

Dalam artikelnya tersebut, majalah TIME mengartikan istilah twitterature secara bebas sebagai satu usaha untuk menghidupkan kembali penulis, tokoh-tokoh rekaan para penulis, hingga isi dari karya mereka, ke dalam suatu bentuk realitas. 

Kenyataan tersebut mendorong munculnya penggunaan istilah ini untuk merujuk pada suatu karya sastra yang dimunculkan kembali melalui Twitter dan merujuk pada karya aslinya.

Alexander Aciman dan Emmett Rensin adalah contoh dua penulis yang sukses berkolaborasi menciptakan karya dengan metode ini untuk menghidupkan kembali karya-karya penulis-penulis terkenal seperti Pablo Neruda, Ernest Hemingway, Shakespeare dan Bahkan J. K Rowling. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun