Mohon tunggu...
Esti Riyanjani
Esti Riyanjani Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Perkenalkan, Nama saya Esti Riyanjani. Saya merupakan seorang mahasiswa yang suka sekali bersepeda, dengerin musik, dan punya semangat yang tinggi dalam menjalani berbagai aktivitas. Di sela-sela kuliah, saya juga suka masak, seperti membuat cookies atau korean food.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Kekerasan dan Perundngan dalam Dunia Pendidikan

26 Oktober 2023   15:06 Diperbarui: 26 Oktober 2023   15:18 127
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

KEKERASAAN DAN PERUNDUNGAN DALAM DUNIA PENDIDIKAN INDONESIA

 

ESTI RIYANJANI

Prodi. FIS -- Pendidikan Sosiologi, Mahasiswa Universitas Negeri Jakarta

riyanjaniesti@gmail.com

PENDAHULUAN

Pendidikan di Indonesia memiliki peran yang sangat penting dalam membentuk karakter dan kualitas individu serta masyarakat secara keseluruhan. Namun, dalam beberapa dekade terakhir, kekerasan di lingkungan pendidikan telah menjadi isu yang mendesak dan memprihatinkan. Seperti yang ditekankan oleh (Suryadi, 2010: 73), kejadian kekerasan di sekolah mencerminkan ketidakseimbangan kekuasaan antara individu-individu di dalamnya, yang akarnya berasal dari struktur sosial yang lebih luas.

Sementara itu, kita juga harus memperhatikan apa yang disampaikan oleh (Aritonang  2018: 56) tentang pentingnya menciptakan lingkungan pendidikan inklusif dan aman. Namun, kenyataannya menunjukkan bahwa masalah kekerasan dan perundungan masih menjadi ancaman serius yang menghambat pencapaian tujuan tersebut.

Dengan mengacu pada pandangan para ahli dan pemikir di bidang pendidikan, tujuan tulisan ini adalah untuk menganalisis akar masalah kekerasan dan perundungan di lingkungan pendidikan Indonesia serta menyoroti urgensi perlunya tindakan kolektif untuk mengatasi masalah ini dengan cara efektif. Dalam konteks ini, pemahaman tentang konsep dasar ilmu sosial dalam pendidikan akan membantu kita memahami kompleksitas serta mendesaknya masalah ini, sehingga dapat ditangani secara komprehensif dan berkelanjutan.

BAGIAN TEMUAN

Kekerasan dan intimidasi dalam konteks pendidikan di Indonesia disebabkan oleh berbagai faktor yang rumit. Dalam memahami hal ini, penting untuk diingat bahwa kekerasan dalam lingkungan pendidikan tidak hanya terbatas pada tindakan fisik semata, tetapi juga mencakup perilaku yang merugikan secara psikologis dan emosional. Pendekatan ini sejalan dengan konsep kekerasan yang lebih luas seperti yang diperkenalkan oleh (Suryadi, 2010: 73) , yang melampaui dimensi fisik semata. Ketidakseimbangan kekuasaan dan otoritas di lingkungan pendidikan sering menjadi pemicu terjadinya kekerasan dan intimidasi. Misalnya, kemungkinan seorang guru memiliki dominasi yang berlebihan terhadap siswa atau sebaliknya, kurangnya kemampuan administrasi sekolah untuk menangani kasus-kasus kekerasan secara tegas dapat mencerminkan adanya dinamika kuasa yang bisa disalahgunakan. Contoh nyata dari ketidakseimbangan ini adalah ketika siswa diintimidasi oleh guru atau penggunaan sanksi yang tidak sesuai untuk pelanggaran ringan oleh pihak sekolah.

Di sisi lain, dalam beberapa kasus kekerasan dan perundungan juga dapat muncul dari posisi otoritas yang salah dalam institusi pendidikan. Misalnya, tindakan intimidasi atau pelecehan yang dilakukan oleh guru terhadap siswa dapat menimbulkan trauma psikologis yang serius dan berdampak jangka panjang. Bukti-bukti kasus semacam ini telah terdokumentasikan dalam literatur psikologi dan pendidikan, menyoroti perlunya pendekatan yang lebih holistik dalam menganalisis dan menangani permasalahan ini.

Adapun faktor-faktor struktural yang melatarbelakangi kekerasan dan perundungan dalam dunia pendidikan, perlu untuk mempertimbangkan konstruksi kebijakan pendidikan yang mungkin memperkuat atau bahkan menciptakan lingkungan yang mendukung terjadinya kekerasan. Ketika kebijakan dan sistem pengelolaan sekolah tidak mampu memberikan perlindungan yang memadai bagi para pelajar, hal ini dapat menyebabkan terjadinya kelalaian dalam penanganan kasus-kasus kekerasan dan perundungan.

Selain itu, dalam kaitan konsep psikologi perlu untuk mempertimbangkan bahwa pelaku kekerasan seringkali memiliki latar belakang psikologis tertentu yang memengaruhi perilaku mereka. Misalnya, penelitian dalam psikologi perkembangan menunjukkan bahwa anak-anak yang tumbuh dalam lingkungan keluarga yang kurang stabil atau mengalami tekanan emosional cenderung mengekspresikan perilaku agresif atau mendominasi sebagai mekanisme pemahaman diri atau pencapaian kontrol atas lingkungan mereka. Dengan demikian, untuk mengatasi permasalahan kekerasan dan perundungan dalam pendidikan, diperlukan pendekatan yang holistik yang mengintegrasikan aspek sosial, psikologis, dan struktural. Diperlukan langkah-langkah konkret, seperti penyusunan kebijakan yang mendukung, pelatihan bagi para pengajar tentang pendekatan yang inklusif dan pengelolaan konflik, serta pembentukan mekanisme pengawasan yang efektif untuk memastikan lingkungan pendidikan yang aman dan mendukung. Kesadaran dan partisipasi aktif dari seluruh komunitas pendidikan, termasuk pemerintah, institusi, dan masyarakat, juga menjadi krusial dalam memastikan implementasi yang efektif dari langkah-langkah tersebut.

Ketika menjelajahi lebih jauh ke dalam kompleksitas permasalahan kekerasan dan perundungan dalam dunia pendidikan Indonesia, terlihat bahwa kondisi sosial-ekonomi dan budaya juga dapat memainkan peran penting dalam memicu atau memperpetuasi perilaku-perilaku destruktif di lingkungan pendidikan.

Adanya kesenjangan ekonomi yang signifikan di antara siswa-siswa dalam sebuah lembaga pendidikan sering kali menjadi pemicu utama konflik sosial dan bahkan tindakan agresi. Anak-anak yang berasal dari latar belakang ekonomi rendah mungkin lebih rentan terhadap pengalaman diskriminasi atau perlakuan tidak adil, yang pada gilirannya dapat memicu perilaku agresif sebagai respons terhadap tekanan dan ketidakadilan yang dirasakan.Selain itu, dari perspektif psikologi terdapat juga peran penting dari faktor-faktor personal dalam mengkaji perilaku kekerasan dan perundungan. Misalnya, beberapa penelitian psikologi telah mengidentifikasi pola-pola perilaku agresif yang berkaitan dengan kekurangan kemampuan pengelolaan emosi atau ketidakmampuan untuk mengungkapkan perasaan dengan cara yang sehat dan produktif. Faktor-faktor personal ini sering kali merupakan produk dari lingkungan keluarga dan sosial yang tidak memberikan dukungan emosional yang memadai atau kurangnya pelatihan dalam mengelola konflik secara konstruktif.

Oleh karena itu, dalam upaya mengurangi kekerasan dan perundungan di lingkungan pendidikan, diperlukan pendekatan yang mengakomodasi kebutuhan psikologis dan emosional dari individu-individu yang terlibat, baik sebagai korban maupun pelaku.

Serta, terdapat pula fenomena yang terkait dengan kekuasaan dan pengaruh sosial di dalam lingkungan pendidikan. Sebagai contoh, penelitian tentang psikologi sosial menunjukkan bahwa adanya struktur hierarki di antara siswa-siswa di sekolah dapat memicu terjadinya perilaku perundungan atau intimidasi. Siswa-siswa yang memiliki posisi yang lebih dominan dalam hierarki sosial seringkali memanfaatkan kekuasaan mereka untuk mengeksploitasi atau merendahkan siswa-siswa yang berada dalam posisi yang lebih rendah.

Hal ini mencerminkan pentingnya pemahaman tentang dinamika kekuasaan dan pengaruh sosial dalam mengatasi permasalahan kekerasan dan perlindungan, serta perlunya pendekatan yang berfokus pada memperkuat kesadaran akan pentingnya keseimbangan dan kesetaraan di antara individu-individu di lingkungan pendidikan. Dengan mempertimbangkan beragam dimensi yang terlibat dalam permasalahan kekerasan dan perundungan di dunia pendidikan Indonesia, perlu adanya kolaborasi yang erat antara berbagai pemangku kepentingan untuk merumuskan dan melaksanakan strategi yang efektif dalam menghadapi permasalahan ini. Diperlukan intervensi yang holistik dan berkelanjutan yang tidak hanya mencakup aspek penegakan hukum dan disiplin, tetapi juga pendekatan preventif yang berfokus pada pembentukan budaya inklusif, toleransi, dan rasa saling menghormati di dalam lingkungan pendidikan. Kesadaran akan pentingnya pendekatan yang komprehensif ini akan menjadi landasan yang kuat dalam upaya menciptakan lingkungan pendidikan yang aman, mendukung, dan mempromosikan pertumbuhan holistik dan kesejahteraan bagi seluruh peserta didik.

Salah satu cara yang efektif dalam mengatasi permasalahan Kekerasan dalam Pendidikan ialah dengan memberdayakan sistem pengawasan di sekolah dan institusi pendidikan. Hal ini mencakup penerapan aturan yang jelas tentang perilaku yang tidak dapat diterima, serta pembentukan tim khusus untuk menangani kasus kekerasan dan menawarkan dukungan psikologis kepada para korban. Selain itu, pendidikan tentang kesetaraan gender, keragaman budaya, serta nilai-nilai toleransi dan penghargaan terhadap perbedaan juga harus menjadi bagian integral dari kurikulum. Di samping itu, penting bagi pemerintah, lembaga pendidikan, dan masyarakat untuk bekerja sama dalam menciptakan kesadaran akan pentingnya menciptakan lingkungan pendidikan yang aman. Ini bisa dilakukan melalui kampanye publik, pelatihan untuk guru dan staf sekolah, serta melibatkan keluarga dalam pendidikan anak-anak tentang pentingnya menghormati hak-hak orang lain.

Perlindungan juga perlu dimulai dari pendekatan yang preventif, dengan menekankan pada pembentukan karakter yang kuat dan mengajarkan keterampilan sosial yang sehat kepada para siswa. Ini bisa termasuk program-program pengembangan diri, kelas yang mempromosikan komunikasi yang baik, dan kegiatan ekstrakurikuler yang mengajarkan tentang kerjasama tim dan empati. Melalui upaya bersama dan komitmen yang kokoh, kita dapat menciptakan lingkungan pendidikan yang bebas dari kekerasan, di mana setiap individu merasa aman dan dihormati. Dengan demikian, kita tidak hanya membentuk pendidikan yang berkualitas, tetapi juga menghasilkan masyarakat yang lebih sadar dan peduli terhadap hak-hak dan perlindungan sesama.

KESIMPULAN

Dari Analisa tentang apa yang telah saya simpulkan mengenai Kekerasan dalam dunia pendidikan Indonesia, kita dapat menyadari bahwa permasalahan ini tidak hanya bersifat individual, tetapi juga terkait erat dengan struktur sosial, psikologis, dan kebijakan pendidikan yang ada. Kekerasan antar siswa yang terjadi di sekolah tidak hanya dipengaruhi oleh dinamika interaksi sehari-hari, tetapi juga oleh faktor-faktor struktural yang menciptakan lingkungan pendidikan yang kurang aman dan mendukung.

Pentingnya pendekatan holistik dalam penanganan permasalahan ini tidak dapat disangkal. Dibutuhkan kerja sama antara pemerintah, institusi pendidikan, masyarakat, dan individu untuk menciptakan lingkungan pendidikan yang inklusif, aman, dan mendukung. Langkah-langkah konkret, seperti penyusunan kebijakan yang mendukung, pelatihan bagi para pengajar, pembentukan mekanisme pengawasan yang efektif, dan peran aktif orang tua dalam mendidik anak-anak mereka menjadi penting dalam menciptakan perubahan yang berkelanjutan, serta membangun kesadaran kolektif tentang pentingnya pendidikan yang aman dan mendukung tidak boleh diabaikan, dan diperlukannyaa juga adanya edukasi yang terus-menerus, baik di tingkat institusi maupun masyarakat, tentang bahaya dan dampak negatif dari kekerasan dan perundungan. Selain itu, diperlukan pula pendekatan yang berorientasi pada pemulihan dan rekonsiliasi bagi para korban kekerasan, dengan memastikan tersedianya dukungan psikologis dan sosial yang memadai.

Perlindungan dalam dunia pendidikan Indonesia sendiri-pun merupakan Komponen krusial dalam memastikan lingkungan pendidikan yang aman, inklusif, dan bermartabat. Upaya perlindungan ini harus melibatkan kolaborasi antara pemerintah, lembaga pendidikan, masyarakat, dan individu dalam implementasi kebijakan yang jelas dan penegakan aturan yang tegas terkait kekerasan di lingkungan Pendidikan. Pendidikan tentang hak-hak asasi manusia, kesetaraan gender, dan penghargaan terhadap keragaman budaya harus menjadi bagian integral dari kurikulum untuk membentuk pola pikir yang menghargai perbedaan dan menolak segala bentuk diskriminasi. Selain itu, pembentukan kesadaran masyarakat melalui kampanye publik dan lokakarya merupakan kunci dalam membentuk persepsi yang benar tentang pentingnya menciptakan lingkungan pendidikan yang aman.

Dengan adopsi strategi perlindungan yang holistik, didukung oleh evaluasi berkala dan pengawasan yang ketat terhadap implementasi kebijakan, Indonesia dapat membangun fondasi yang kokoh untuk menciptakan sistem pendidikan yang bebas dari kekerasan. Hanya dengan menciptakan lingkungan pendidikan yang aman dan inklusif, kita dapat memastikan bahwa setiap individu mendapatkan akses yang setara terhadap pendidikan berkualitas, sambil membentuk masyarakat yang lebih sadar, inklusif, dan beradab.

Melalui implementasi tindakan-tindakan konkret dan terkoordinasi yang melibatkan semua pihak terkait, diharapkan bahwa dunia pendidikan Indonesia dapat menjadi tempat yang aman, inklusif, dan memberdayakan bagi semua individu. Pendidikan harus menjadi wahana yang mendorong pertumbuhan pribadi dan kesejahteraan sosial, bukan sebagai lingkungan yang menimbulkan trauma dan ketakutan. Dengan demikian, komitmen yang kuat dan tindakan nyata untuk mengatasi masalah kekerasan dan perundungan dalam dunia pendidikan Indonesia merupakan langkah penting menuju cita-cita pendidikan yang merangkul keadilan, kesetaraan, dan kedamaian.

DAFTAR PUSTAKA

  • Suryadi, M. (2010). Kekerasan dalam Pendidikan: Konstruksi, Manifestasi, dan Penanganannya. Jakarta: Kencana.
  • Mulyasa, E. (2012). Menjadi Kepala Sekolah Profesional. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
  • Anwar, K. (2015). Psikologi Pendidikan. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
  • Aritonang, M. (2018). Perspektif Pendidikan Indonesia: Dari Masa ke Masa. Jakarta: PT Bumi Aksara.
  • Anderson, C. A., & Huesmann, L. R. (2003). Human aggression: A social-cognitive view. Handbook of psychology, 5, 3-63.
  • Durkheim, . (1951). Suicide: A study in sociology. Simon and Schuster.
  • Marx, K., & Engels, F. (2002). The communist manifesto. Penguin.
  • Weber, M. (1946). From Max Weber: Essays in sociology. Oxford University Press.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun