Mohon tunggu...
Esti Cahyanii01
Esti Cahyanii01 Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Esti Eka Cahyani Mahasiswa yang lahir di Banyumas, Januari 2003. Menulis adalah hobi dadakan yang mulai di tekuni ketika saya menginjak sekolah menengah akhir di awal kelas 10. Hobinya tersebut didorong dari kebiasaannya yang sering membaca novel di aplikasi wattpad, kemudian berkembang seiring dorongan dari beberapa temannya juga. Menurutku adalah jendela yang membuka pandangan kita terhadap dunia dengan cara yang sangat pribadi dan mendalam. Dalam setiap kata dan kalimat, terdapat peluang untuk menciptakan dunia baru, berbagi pemikiran, dan menyampaikan emosi yang mungkin sulit diungkapkan dengan cara lain. Menulis bukan sekadar menuliskan apa yang ada di pikiran, tetapi juga merupakan proses refleksi dan eksplorasi diri. Menulis juga memberikan kebebasan untuk berimajinasi dan berkreasi tanpa batasan. Menurutku Menulis juga dapat menjadi terapi pribadi, membantu penulis memahami dan mengatasi pengalaman, perasaan, dan tantangan hidup mereka. Disini, saya ingin berbagi pandangan tentang bagaimana kita bisa melihat dunia dengan cara yang lebih positif dan kreatif. Setiap cerita yang saya tulis bertujuan untuk menginspirasi, mengedukasi, dan memberikan ruang bagi pembaca untuk berpikir lebih dalam. Mari berpetualang bersama dalam dunia ide, opini, dan inspirasi! Salam kenal semuanya, timaacii

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Dibalik Tirai Tanah Guruku

22 Desember 2024   00:37 Diperbarui: 22 Desember 2024   00:37 17
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

  • Menjejakkan Kaki Di Tanah Guru

Desa Balapulang Wetan di Kabupaten Tegal terbentang luas, menampung hampir 16 ribu jiwa dalam kawasan yang terletak di jalur lintas antar kota dan provinsi. Saat kami melintasi batas desa dengan kendaraan yang penuh barang bawaan dan bus antar kota dan profinsi yang kian menghiasi di sepanjang perjalanan kami, pemandangan berubah dari hiruk-pikuk jalan raya menjadi hamparan sawah dan rumah-rumah tradisional kian menambah asrinya desa ini. Matahari sore bersinar terik, seolah mengirim salam hangat sambil menguji kesiapan kami untuk beradaptasi dengan suasana baru.

Terhitung lima hari sudah kami menginjakkan kaki di desa ini, tentunya tidak satu dua perbedaan yang aku rasakan, perbedaan yang begitu kentara antara kehidupan urban yang kami tinggalkan dan kehidupan di desa ini. Ternyata, bukan hanya bahasa yang berbeda, tetapi juga cara pandang dan kebiasaan masyarakat setempat. Waktu berjalan begitu cepat hampir sepuluh hari bekerja, kami mulai menghadapi tantangan utama yakni implementasi program kerja (proker). Proker yang kami tawarkan sering kali mengalami penolakan. Beberapa warga bahkan perangkat desa skeptic terhadap pelatihan, sosialisasi, serta keterampilan yang kami rancang, sementara yang lainnya lebih memilih cara lama yang sudah mereka kenal.

Satu hari, saat kami mengusulkan pelatihan digital marketing dengan output sememntara yakni dibuatkannya akun atau lapak penjualan di salah satu e-commerce yakni shopee, tapi lagi-lagi kami dihadapkan pada keraguan. Kami berdiskusi panjang dengan tokoh masyarakat dan mendengarkan masukan mereka. Kami belajar untuk lebih fleksibel, dan kembali mendengarkan kebutuhan warga, dan menyelaraskan program dengan harapan mereka. Proses ini memerlukan kesabaran dan pemahaman mendalam tentang budaya lokal. Meskipun tidak semua ide kami diterima dengan antusias, kami perlahan-lahan berhasil mendapatkan dukungan dengan beradaptasi dan menunjukkan keseriusan kami.

Alhamdulillah..

Setelah melewati tantangan demi tantangan kini beberapa program kerja mulai terselenggarakan, tentunya tidak lepas dari saran, bimbingan serta uliran tangan dari bebagai tokoh masyarakat yang kian menjebatani antusiasme warga pada program kerja kami.

Di luar kesibukan proker, kami juga tidak bisa menolak pesona kuliner setempat. Desa Balapulang Wetan terkenal dengan sajian khasnya yang lezat. Nasi ponggol jati, iya kuliner khas yang sering di sarankan oleh warga setempat kepada kami, katanya "Cuma nasi biasa, dibungkus daun jati, lauknya Cuma orek tempe pedas sama gorengan tapi beuhhhh enak nok" tentu sangat menambah rasa penasaran kami. Hari sabtu pun tiba, beberapa dari kami mencoba membeli makanan khas yang sangat gencar di promosikan oleh warga setempat itu. Terhidung lumayan jauh dari tempat posko kami, gubug kayu yang berdiri kokoh di seberang jalan dengan nuansa semilirnya angin di pesawahan menambah asri dan melokal kala kami melihat. Gambaran nyata yang terlihat seolah meleset dari pandangan kami yakni gubug kayu sederhana itu ternyata memiliki pelanggan yang sangat luar biasa teman-teman. Bahkan katanya bukan hanya warga local yang ikut berbaris mengantri demi bisa menikmati sebungkus nasi ponggol jati tersebut, namun banyak orang dari daerah sebelah yang juga ikut berbondong-bondong ingin mencicipi kuliner khas tersebut. Wahhh... menarik bukan teman-teman.

Lelah, panas menyelimuti usaha kami untuk ikut merasakan kuliner tersebut kini membuahkan hasil, regina, ufi dan zilfah adalah sosok pahlawan pejuang nasi ponggol tersebut hehehe. Tak lama kamipun menikmati kuliner khas tersebut  sederhana, murah meriah tapi sangat nikmat, orek tempe yang dibut agak sedikit pedas serta aroma khas daun jati yang membungkusnya menjadi satu kesatuan unik namun lolos menggoyahkan lidah purwokerto kami.

  • Hangat Selimut Rumah Kian Mulai Di Nikmati

Harmonisasi warga di desa ini juga sangat mengesankan. Setiap acara, mulai dari perayaan Hari Besar Nasional maupun event yang di adakan oleh pemerindah desa setempat. Kami menyaksikan bagaimana setiap orang, dari anak-anak hingga orang tua, ikut serta dalam persiapan dan pelaksanaan acara. Keterlibatan ini mencerminkan kekompakan dan kebersamaan yang kuat, sesuatu yang kadang-kadang hilang di kehidupan kota yang serba cepat. Hangatnya sambutan serta jamuan warga, membuat kami kiat betah. Iya setelah melewati minggu-minggu kemarin dengan banyaknya problematik membuat nyamannya kami terusik ragu.

  • Sayonara Tanah Guru

Menjelang akhir bulan, kami mulai melihat hasil dari usaha kami dalam pelaksanaan proker. Program pelatihan keterampilan yang sebelumnya ditolak mulai mendapatkan perhatian dan sambutan positif. Kami merasa bangga melihat keterampilan baru yang diajarkan mulai diterapkan dalam kehidupan sehari-hari masyarakat.

Perubahan ini merupakan hasil dari pendekatan yang lebih fleksibel dan komunikasi yang lebih baik dengan warga. Kami menyadari bahwa meskipun tidak semua ide kami diterima dengan antusias, usaha dan kesabaran kami akhirnya membuahkan hasil yang memuaskan. Interaksi kami dengan warga juga semakin hangat dan penuh makna. Kami tidak hanya meninggalkan desa dengan kenangan indah, tetapi juga dengan rasa terima kasih yang mendalam atas pelajaran berharga tentang ketulusan, kerja keras, dan kebersamaan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun