Adikku, bagaimana keadaanmu sekarang? Sudah lebih baikkah?
Sepertinya kamu sudah tenang ya, disana? Benar tidak? Atau diam-diam sebenarnya kamu masih memikirkan kami... keluarga, istri dan anak-anakmu yang masih kecil?
Kamu ingin tinggal bersama kami lagi kan? Ah, seandainya bisa...
Adikku tersayang, kan kamu sering mengingatkan kami, untuk tetap bersemangat dalam menjalani hidup? Beratnya kehidupan, jangan membuat kita lupa bahagia, katamu.
Adikku, maafkan kami yang telah meremehkan penyakit yang dideritamu saat itu..
Kami sungguh-sungguh menyesal, tidak menyangka kau bakalan tidak kuat menghadapinya.
Sebab selama ini kamu terlihat sehat dan kuat. Kamu kan yang selalu mengajarkan kami untuk senantiasa optimis? Kami yakin kamu bakal sembuh, kok. Kan ikhtiarmu juga sudah maximal. Kau orang yang mengerti kesehatan, sehingga kami tidak meragukanmu bahwa kamu bisa! Kamu pasti akan sembuh kembali!
Hingga pada suatu hari...
di awal bulan Juli 2021...
Pada siang menjelang sore itu... mengapa kamu tidak membalas chattinganku? Aku menunggu jempol dan senyuman karikaturmu seperti yang biasa itu... hmm...atau sekedar ucapan terima kasih, mengapa kamu bisa lupa ya? Ah, mungkin belum sempat saja.
Mungkin adik sedang sibuk juga mencari info apotik mana yang menjual obat anti virus.
Iya Adikku, kami semua juga sedang mencarinya.
Kau, tidak dapat dirawat di rumah sakit, karena pasien Covid meledak. Kau yang tabah, akhirnya memilih isoman.Â
Namun kau kekurangan obat anti virus. Â Hiks. Akupun mengirimkan suplemen makanan lainnya. Saat itu aku membayangkan, badanmu yang besar, tentu bisa mengatasi penyakit ini. Namun ternyata dugaanku salah 100 prosen.
Tiba-tiba satu jam kemudian dering HP-ku berbunyi. Kau menelponku! Segera kuangkat.
"Halo.."' suara seorang yang lain menyapaku tergesa-gesa.
"Bu, pak Adik pingsan!", serunya.
...... 30 menit kemudian.Â
Maaf aku tidak bisa melanjutkan ceritanya. Cerita kepergianmu ini.. sulit kuterima.
Aku belum siap, Adikku...
Hiks, aku belum siap menerima kepergianmu yang begitu cepat..hingga saat ini... aku masih ingin kau ada dalam kehidupan kami.
Terbayang selalu wajah ceriamu...wajah ceria ketika kau bersama keluarga dan anak-anakmu yang masih kecil-kecil..hiks.
Kau penghibur bagi kami semua, terlebih terhadap Ibu kita. Baginya, kau adalah hiburannya. Kau, anak laki-laki bungsu kesayangan Ibu. Adikku, tahu tidak, hingga kini, Ibu juga masih sering menangisimu. Kami kehilangan sosokmu..hiks.
Kau kan yang selalu mengompori kami untuk guyub. Katamu, keluarga kita harus kompak, saling tolong dan menolong dan jangan lupa membahagiakan orangtua. Maka tak heran, kau sering mengajak keluarga untuk jalan bareng. Rekreasi bersama atau minimal makan bareng di warung bakso di pinggir jalan.
Adikku, aku bersaksi pada Allah, kau orang yang sederhana. Selain menyenangkan, kau tidak suka berhutang. Bagimu, berhutang membuat seseorang sengsara. Kamu sangat bangga dan bahagia tidak memiliki hutang. Tidak mengapa pakai motor tua, yang penting tidak ada beban, katamu sambil tersenyum ceria.
Aku ingat, kalau kamu berkunjung, pasti membawa makanan atau minuman untuk disantap bersama. Asyik sekali masa-masa itu..Â
Masa hidupmu..penuh dengan perjuangan sekaligus keceriaan. Akankah kembali lagi? Tidak mungkin, tentu saja.
Ah, aku seperti anak kecil saja. Jujur, aku masih saja menangisi kepergianmu, Adikku..
Padahal kau, hanya seorang adik saja kok. Tapi mengapa kesedihanku atas kepergianmu masih sulit kuhilangkan hingga kini?
Ssst.. Diam-diam aku sering menangisimu. Terlebih jika ingat wajah lucu anak-anakmu yang masih balita. Sulit bagiku untuk bisa tersenyum. Sedih rasanya membayangkan anak-anakmu yang belum menyadari kepergianmu, wahai Adikku..
Kata istrimu, anakmu yang balita cerita kepada gurunya, ..katanya dia benci ayahnya yang belum pulang juga ke rumah.
Hiks.Hiks.Hiks.. Aku tak kuasa menahan air mata yang meluap ini.
Adikku, dapatkah kau memberi nasihat pada kakakmu ini? Ya, untuk menghiburku saja. Yakinkan aku, bahwa semua ini adalah kehendakNya. Yakinkan aku, bahwa Tuhan akan menjaga dan menjamin kehidupan dan masa depan anak-anakmu, ya kan?
Ini semua akibat kami terlalu sayang dan menaruh harap banyak padamu. Sehingga ketika kau tiada, bahagia ini seolah hilang sebagian.
Adikku, bagaimana denganmu saat itu? Kau tentu sama, tidak menyangka kehidupanmu sudah selesai di dunia ini. Namun kamu pasti sudah tahu, bahwa kita semua akan kembali padaNya. Kamu pasti ketakutan. Sebab kamu, kita, belum siap meninggalkan dunia ini..
Kami juga sama, belum siap ditinggalkanmu.. seperti mimpi saja, Adikku.
Kini kita hidup terpisah di alam yang berbeda.
Namun kita sama, jiwamu dan jiwaku, ada dalam genggamanNya. Bedanya, posisimu sudah jauh lebih enak, karena berada di sisi Zat yang Maha Penyayang, kembali kepada Pemilikmu yang abadi.
Kau, sekarang sudah ada yang punya...Â
Terima kasih, Adikku..Â
Kau telah mewarnai kehidupan kami.
Keceriaanmu, tanggung jawabmu kepada keluarga, menghantarkanmu ke Surga yang diimpikan.
Sepertinya Tuhan ingin kau istirahat saja dari dunia yang melelahkan ini.
Selamat ya, Adikku sayang..
Tuhan lebih menyayangimu, Dik.
Kau masih muda, tetapi ternyata kau yang lebih dahulu dipanggilNya.
Sementara kami, masih belum jelas.Â
Yang pasti, kehidupan ini harus kami jalani dengan segenap kemampuan yang ada.
Kehidupan yang penuh dengan cobaan, godaaan dan tantangan.Â
Inilah yang terberat, Adikku..
Bagaimana agar kami tetap dalam kebaikan.
Sepertimu, yang sampai akhir hayatmu, kau dalam keadaan baik.
Semoga kita semua dapat berjumpa dan dikumpulkan bersama di SurgaNya kelak.
Aamiin.
Sekali lagi... Maafkan kami, ya Allah,Â
Maafkan kami, Adikku..
**************************************
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI