Mohon tunggu...
Esti Estiarati
Esti Estiarati Mohon Tunggu... Freelancer - Menulis untuk Menikmati Hidup

Hai, menurut saya kehidupan kita di dunia ini ibarat sebuah roda yang sedang berputar. Saat berada di atas ,atau di bawah, gembira atau sedih, sehat atau sakit, semua itu adalah bagian yang akan kita hadapi, tak peduli siapa dia. Tetaplah tenang, dan jangan berlebihan. Mari kita berbagi lewat tulisan.. karena saya seorang ibu rumah tangga yang tinggal di kota Depok, senang membaca dan menyanyi buat suami dan anak, dan sangat membutuhkan ilmu dan wawasan yang bermanfaat. Semoga

Selanjutnya

Tutup

Nature

Bersama Selamatkan Bumi

24 Oktober 2021   22:25 Diperbarui: 24 Oktober 2021   23:01 125
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Menurut beberapa sumber, Bumi yang kita tempati ini usianya sudah mencapai sekitar 7,753 milyar tahun (tahun 2020). Usia yang sudah teramat tua dan terkesan rapuh.

Demikian juga dengan panas yang kita rasakan saat ini salah satunya adalah karena lapisan ozon bumi yang telah rusak, diakibatkan karena ulah kita sendiri, antara lain akibat limbah/emisi yang dikeluarkan akibat pembakaran unsur tertentu,  seperti asap pabrik, polusi udara akibat asap kendaraan bermotor,  gas karbon, metan hasil bakaran sampah, efek rumah kaca dan lain-lain. Selanjutnya, silahkan kita hitung, ada berapa jumlah kendaraan bermotor berbahan bakar minyak (BBM) di Indonesia sebagai penghasil emisi berbahaya ini?

Populasi penduduk  yang bertambah, mengakibatkan bumi tempat kita berpijak ini, dirasakan semakin sempit saja. Tumbuhan, yang diciptakan Tuhan layaknya untuk membantu keperluan manusia, jumlahnya semakin lama semakin berkurang. Kita lupa, bahwa pepohonan inilah yang dapat mengubah karbon menjadi oksigen untuk tubuh kita. Oksigen adalah untuk kehidupan. Bagaimana jadinya jika manusia kehabisan oksigen?

Sekarang ini kita masih dapat menghirup oksigen untuk kelangsungan hidup kita. Tetapi bagaimana dengan generasi anak cucu kita? Jika kehidupan dan lingkungan tidak dikelola dengan baik, tentu berbagai  persoalan kehidupan, akan lebih berat  mereka rasakan dibandingkan kondisi sekarang.

Masalah sampah saja, sekarang ini kita sudah mulai kebingungan akan dibuang kemana lagi. Tempat Pembuangan Sampah telah menggunung setinggi bukit. Mencari tempat lain apakah mudah? Tentu saja sangat sulit menemukan wilayah yang bersedia untuk dijadikan sebagai  tempat pembuangan sampah akhir.

Sampah kamu, ya tanggung jawabmu, bukan tanggung jawabku,  demikian teriak warga setempat.

Seiring dengan laju pertambahan penduduk,  jumlah emisipun akan bertambah,  menyebabkan berbagai persoalan lingkungan lainnya, seperti perubahan iklim yang tidak menentu dan  jika dibiarkan terus menerus, akan menyebabkan pemanasan global hingga berdampak pada kekeringan atau bahkan bencana banjir itu sendiri adalah salah satu akibat dari adanya pemanasan global dan seterusnya, hingga memunculkan ketidakstabilan ekonomi.

Mari kita mengingat kembali, ketika tiga puluh tahun yang lalu, kita belum merasakan efek pemanasan global  sekarang ini. Tetapi sekarang, kita dapati hampir semua rumah tangga menggunakan pendingin udara (AC) atau alat pendingin ruangan lainnya,  demi mendapatkan udara sejuk dan nyaman, sehingga energi listrikpun banyak terkuras.  Kita ingin serba praktis dan cepat. Hampir semua rumah memiliki kendaraan bermotor berbahan bakar minyak (BBM). Betul, bukan? 

Sungguh aneh, padahal di negara pembuat sepeda motor seperti Jepang, tidak kita jumpai kendaraan beroda dua ini di jalanan. Hanya satu-dua saja.  Kebanyakan warga menggunakan sepeda atau berjalan kaki menuju stasiun kereta atau bus. Ya, karena fasilitas transportasi yang sangat memadai telah tersedia, seperti  sarana transportasi yang ramah lingkungan layaknya MRT, yang telah ada ditanah air kita belakangan ini.

Akankah bisa seperti ini di Indonesia dengan jumlah penduduk sekitar 272 juta jiwa? Ditambah tata kelola wilayah yang belum tertib.

Kesimpulannya, Pekerjaan Rumah kita masih menumpuk.  Sehingga tidak aneh rasanya, Program menjadikan  Indonesia Net-Zero Emission, perlu waktu panjang, yaitu pada tahun 2060.

Bagaimana cara kita mendukung Program yang mulia ini? Tentu secara perseorangan atau kelompok bisa dilakukan. Gunakan medsos, katanya.

Ada beberapa cara yang bisa kita lakukan untuk mendukung Program Net-Zero Emisi. Mengurangi penggunaan dispenser pendingin air. Sebaliknya, manfaatkan  kulkas untuk mendinginkan air. Tuang air panas kedalam termos  agar panasnya awet, tidak perlu terlalu sering memasak air di kompor. Sebisanya, gunakan kompor dan kendaraan listrik.

Selanjutnya, upayakan membuat rumah yang memenuhi kriteria  rumah sehat, yaitu berventilasi cukup, pencahayaan ruangan cukup dari sinar matahari yang dapat masuk ke dalam rumah sehingga tidak perlu mnyalakan lampu disiang hari. Membangun rumah jangan semua dihabiskan untuk bangunan, tetapi sisakan tanah untuk pekarangan agar dapat ditanami tumbuhan sebagai suplai oksigen keluarga kita. Namun, keadaan ideal seperti ini sudah tidak bisa dilakukan di wilayah perkotaan yang padat pemukiman. Rumah-rumah sempit dengan jalanan yang sempit pula, atau yang dikenal dengan rumah petakan, kiranya banyak terdapat di kota.

Lebih jauh lagi, kitapun dapat mendukung program Zero-Net Emission secara bersama atau berkelompok agar sasaran yang dituju lebih banyak lagi. Bagaimana memberikan kesadaran dan menggerakkan warga agar turut andil dalam menciptakan  lingkungan sehat, salah satunya dapat dilakukan melalui kegiatan PKK (Pemberdayaan dan Kesejahteraan Keluarga) yang kadernya terdapat pada seluruh wilayah hingga tingkat RW dan RT di seluruh Indonesia. Gerakan PKK mendukung  program Pemerintah  diantaranya sebagai penyuluh dan penggerak masyarakat yang telah memiliki  Program Pokok,  yang secara tidak langsung mendukung  program Net-Zero Emission.

Diantara kegiatan kami adalah melakukan penyuluhan, pendataan dan pembinaan mengenai Rumah Sehat, RW Hijau, mensosialisasikan Peraturan-peraturan Larangan Membakar Sampah, Pengelolaan Sampah, membentuk Bank Sampah, mensosialisasikan Lingkungan Bersih dan Sehat (LBS), meningkatkan  PHBS (Perilaku Hidup Bersih dan Sehat) kepada warga dan lain-lain.

Namun, berdasarkan pengalaman kami di lapangan, program-program ini belum sepenuhnya diterima dan didukung  oleh masyarakat, misalnya masih saja ada warga yang membakar sampah enggan untuk memilah sampah dan tidak tertarik dengan gerakan penghijauan.

Selain itu, yang tidak kalah pentingnya adalah perlunya keberadaan Rumah-rumah sehat di masyarakat kita , karena hal ini menyangkut kesehatan, keamanan dan kenyamanan penghuninya. Sayangnya, pembangunan rumah yang ada, kurang mendapatkan pengawasan dari pihak terkait. 

Pihak yang mengeluarkan IMB (Izin Mendirikan Bangunan), apakah sudah memberikan arahan terkait persyaratan tempat tinggal dan lingkungan sekitar sebelum rumah dibangun? Alangkah baiknya jika sedari dini, pembangunan pemukiman penduduk diatur secara rapi, tidak membiarkan menumpuk padat, menghabiskan semua lahan tanah yang ada, hal mana banyak terjadi di wilayah perkotaan.

Karena itu, perlu diperbanyak jumlah Rumah susun atau apartemen sederhana yang layak dan sehat. Hal seperti ini dapat kita lihat di negara maju seperti Jepang . Banyak sekali Apartemen sederhana dibangun untuk kalangan menengah ke bawah dengan fasilitas Taman Bermain yang hijau. Secara pribadi, kami ingin sekali Indonesia seperti ini. Maju secara teknologi, tetapi tetap ramah lingkungan.  Di Jepang, ketika harus berjalan kaki atau bersepeda jauh, kita tidak akan merasakan lelah' atau pusing kepala, salah satunya mungkin disebabkan karena udaranya bersih, tidak banyak tercemar sebagaimana yang kita alami di tanah air.

Kesimpulannya,  program Net-Zero Emission harus mendapatkan dukungan  dari semua pihak, terutama dari masyarakat itu sendiri.  Mau beralih kepada teknologi yang ramah lingkungan.

Karena itu perlu adanya sinergitas atau kerjasama yang baik, antara Pemerintah dan Masyarakat maupun dari kalangan Swasta dan Dunia Usaha.

Semoga apa yang kita cita-citakan dapat tercapai.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun