Mohon tunggu...
Estiandi Siswo Widodo
Estiandi Siswo Widodo Mohon Tunggu... Guru - Guru

Salam pendidikan! Menjadi seorang pendidik atau guru merupakan salah satu profesi yang mulia. Guru diberikan tanggungjawab yang cukup besar untuk membentuk pondasi seorang anak. Saya bersyukur menjadi salah satu bagian dari seluruh guru yang ada di Indonesia. Saat ini saya menjadi guru di sebuah sekolah perkebunan kelapa sawit yang terletak di Kalimantan Tangah. Kultur dan budaya masyarakat di sini sangat beragam karena banyak masyarakat pendatang dari seluruh pelosok negeri. Asal saya dari Jawa Tengah, tepatnya Kota Semarang. Hal terpenting yang saya lakukan ketika menjadi guru di sini adalah cepat beradaptasi dengan masyarakat sekitar. Kesukaan saya terhadap seni, sastra, dan pendidikan menjadi alasan saya untuk mulai menulis.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Dalam Selimut, Ada Kita Ada Mereka

21 Agustus 2022   11:00 Diperbarui: 21 Agustus 2022   11:00 145
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Aku bingung. Aku tak mengerti apa yang sesungguhnya terjadi. Tolong aku.

Tanpa disadari, nafasnya selalu terdengar di telinga kananku tanpa keluar lagi di telinga kiri. Terus terjadi dan terus terjadi hingga ku tinggalkan jejak-jejak terakhirku di tempat ini. Semakin dingin suhu di tempat ini, tapi semakin hangat pula nafasnya yang mengenai bulu-bulu halus di badan ini. Merinding. . .

Aku tak berani berkata apapun selama perjalanan ini, hingga sampailah kaki ini di tanah yang berbeda dari sebelumnya. Mulut ini masih tak sanggup untuk berkata tentang keadaan ini, ku hanya sanggup untuk membaca dan masih berusaha mencari inti dari perjalanan ini.

Hingga pada suatu saat, hal-hal yang dipersatukan itu pisah secara perlahan. Dan apa yang terjadi?!

Suasana berubah menjadi seperti kuburan saat bulan puasa. Sepi, sunyi, hampa, garing, kosong, ingin secepat mungkin melihat bayangan itu kembali.

Tapi sayang, waktu berjalan begitu lama, lamaaaaa sekali. Kesabaran ini tlah habis.

Tak terasa terlihat bayangan itu yang semakin gelap, yang semakin tajam telihat di mata ini. Lanjutlah perjalanan ini, suasana tlah baru kembali, suasana lama tlah hilang oleh pancaran bening dari paras kami semua. Senyum lebar semakin terlihat dari bibir kami, terutama bibir ini, yang tak henti-hentinya melebarkan jangkauannya. Perlahan ku menatap kembali kegelapan itu. Diam-diam ku curi tatapan itu. Astaga!

(Sejak saat itu, terasa sesuatu yang sangat hebat menghujam jantung ini, sesak sekali nafas ini.)

Sampailah di suatu lokasi yang telah basah kuyub setelah di guyur hujan. Kembali ku pijakkan kaki ini masih dengan bayangan itu. Melangkahlah kaki ini bersama-sama, hingga terlecut suatu pikiran liar, tak ingin rasanya berpisah dari bayangan ini, ku nyaman, ku bahagia. Pikiran ini semakin tak terkendali, semakin tak bisa di arahkan.

Tiba-tiba turunlah kembali hujan yang tadi, tanpa pemberitahuan sebelumnya. Ku posisikan tubuh ini untuk melindungi bayangan itu dari terpaan air yang begitu kencang. Bersamaan dengan itu, semakin kencang jantung ini memompa, semakin cepat laju nadi di tangan ini, semakin ringan tubuh ini untuk selalu bersama bayangan ini.

Terucap satu kalimat dari mulutnya, "Terimakasih tlah melindungiku."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun