Mohon tunggu...
Esti....
Esti.... Mohon Tunggu... Akuntan - Sedang Berbenah
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Yuk Melangkah

Selanjutnya

Tutup

Politik

Manuver Politik Afghanistan

6 September 2021   05:02 Diperbarui: 6 September 2021   05:09 130
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Taliban akhirnya buka suara terkait dengan pemerintahan barunya diAfghanistan. Dilansir dari situs CNBC Indonesia pada 17/08/2021 melalui Juru bicaranya Zabihulah Mujahid, mereka menegaskan dengan menggunakan aturan Islam, negara tersebut tidak akan menjadi surga teroris dan Taliban juga memastikan mereka akan membangun pemerintahan yang lebih moderat dibandingkan tahun 1990 silam. 

Taliban juga menyampaikan bahwa akan memberikan amnesti penuh untuk masyarakat yang bekerja untuk AS dan negara yang didukung Barat. Namun warga masyarakat masih tidak meyakini bahwa Taliban akan memerintah dengan wajah baru.

Untuk memahami kondisi terbaru di Afghanistan kita perlu terlebih dahulu memahami perihal awal penarikan pasukan Amerika dari sana. 

Ketika Amerika memulai membahas terkait penarikan pasukan pada tahun 2010,Amerika mengadakan perundingan dengan petinggi Taliban dengan perantara Pakistan. 

Pada tahun 2014 terjadi negosiasi yang hasilnya adalah pembebasan 5 orang Taliban daripenjara Guantanamo,dan sebagai gantinya Taliban harus membebaskan satu tahanan Amerika yaitu sersan Boo Bergdahl. Kemudian terjadilah negosiasi selanjutnya. 

Kantor berita BBC, pada 25 Februari 2019 melansir bahwa Nama Mullah Baradur muncul di puncak daftar tahanan yang dituntut Taliban untuk segera dibebaskan, dalam negosiasi yang dilakukan berturut-turut dengan pejabat Amerika Serikat dan pemerintah Afghanistan, hingga akhirnya ia berhasil dibebaskan pada Oktober 2018. Baradur kemudian memiliki tangung jawab menjadi kepala kantor politik Taliban di Qatar, sejak bulan Januari 2019.

Sebelumnya, Zalmay Khalilzad telah diangkat sebagai perwakilan khusus AS untuk rekonsiliasi di Afghanistan seperti yang sudah direncanakan. Dia bertugas mengakhiri pendudukan militer Amerika di Afghanistan. Kedua orang ini memiliki peran penting dalam negosiasi yang dilakukan antara Taliban dengan AS.

Setelah itu negosiasi ini dipuncaki dengan Perjanjian Doha pada 29 Februari 2020. Poin yang paling menonjol dalam Perjanjian Doha itu, seperti yang diterbitkan oleh BBC News adalah, dalam 14 bulan jika Taliban memenuhi komitmennya berdasarkan perjanjian pernyataan bersama AS-Afghanistan yang dikeluarkan di Kabul maka AS akan menarik pasukannya. 

President Donald Trump mengatakan bahwa itu adalah "perjalanan panjang dan sulit" di Afghanistan. Dia menambahkan, "Setelah bertahun-tahun, maka inilah saat untuk membawa pulang tentara kita ke tanah air". BBC menambahkan, lebih dari 2.400 tentara Amerika tewas di Afghanistan. 

Setelah kesepakatan Doha, pernyataan dan pertemuan pun dipercepat, beriringan dengan terus berlanjutnya pertempuran-pertempuran kecil, dalam kondisi naik dan turun.

Diumumkan pada 17 Juli 2021, bahwa kedua pihak yang berkonflik di Afghanistan sepakat pada di Doha, untuk membentuk komite yang terdiri dari 14 orang anggota yang disusun secara seimbang membahas agenda negosiasi yang akan membahas file-file penting terkait Afganistan. Dan komite telah menyelesaikan pekerjaannya pada18/07/2021.Dalam negosiasi tersebut terdapat negara Qatar dan Pakistan.

Pakistan yang memainkan peranan penting untuk Taliban mengadakan pembicaraan dengan AS pada 2018. Zalmay Khalilzad berterima kasih kepada Pakistan karena memfasilitasi perjalanan Taliban untuk pembicaraan di Doha. 

Menteri Pertahanan Lloyd Austin menyatakan terima kasih kepada mitranya dari Pakistan pada Maret 2021 dalam "Dukungan Berkelanjutan Pakistan untuk Proses Perdamaian Afghanistan". 

Kepala Pentagon memuji peran Pakistan dalam proses perdamaian Afghanistan (Majalah al-Fajr, 23/03/2021). Perwira militer senior di Pakistan telah memainkan peran utama dalam strategi AS di Afghanistan. 

Dari sini dapat kita lihat bahwa AS tidak melepaskan Afghanistan begitu saja, mereka hanya merubah strategi militer (hard power) yang terbukti gagal menuju soft power

Dalam konflik Afghanistan ini ada beberapa negara yang terlibat diluar dua negara diatas sebagai perpanjangan tangan AS. Turki menjadi salah satu negara yang membantu AS untuk tetap memiliki pengaruh di Afghanistan. Erdogan Mengatakan, "Kami bersama dengan Amerika Serikat dan NATO telah menentukan pengaturan untuk misi masa depan dan apa yang kami terima dan apa yang tidak kami terima. 

Kami menawarkan masalah ini kan selama pertemuans NATO kami menerapkan prosedur ini di Afghanistan dengan cara sebaik mungkin" (Al Jazeera, September 7, 2021). Gerakan Taliban menekankan bahwa keputusan seperti itu tercela. Gerakan Taliban mengatakan bahwa keputusan para pemimpin Turki itu tidak bijaksana, karena itu merupakan pelanggaran terhadap kedaulatan, persatuan, dan integritas teritorial kami dan bertentangan dengan kepentingan dalam negeri Afghanistan.

Amerika Serikat telah berbicara dengan para pemimpin di Asia Tengah tentang reposisi beberapa kekuatannya di sana. New York Times melaporkan bahwa para pejabat AS telah melakukan kontak dengan pihak berwenang Kazakhstan, Uzbekistan dan Tajikistan tentang kemungkinan penggunaan pangkalan-pangkalan di wilayah tersebut. Menteri Luar Negeri AS, Anthony Blinken, mengatakan dalam tweet bahwa ia berbicara pada April 22 dengan menteri luar Negeri Uzbekistan dan Kazakhstan, bom dalam bentuk drone jarak jauh dan jaringan mata-mata akan dibuat untuk menjaga Afghanistan. (The New York Times, 27/04/2021).

Terkait dengan kemunculan Cina sebagai pesaing Amerika ternyata hal ini cukup membuat Amerika harus fokus untuk menyelesaikan problem ini. AS melihat bahwa permasalahan penting tidak lagi di Afghanistan yang ditakuti AS akan menjadi tempat berdirinya negara Islam, namun sekarang beralih kemasalah Cina. Dimana persaingan strategis dengan Cina adalah hal yang sangat diperhatikan oleh AS saat ini. Selain itu kerugian yang besar dialami AS dalam perang di Afghanistan, sehingga sekarang AS beralih kepada cara negosiasi-negosiasi untuk tetap memiliki pengaruh disana.

Oleh karena itu maka negosiasi bukan jalan keluar bagi Afghanistan. Karena ini adalah jalan yang telah dirancang oleh AS baik secara langsung maupun lewat kepanjangan tangan yaitu melalui negeri-negeri muslim yang menjadi anteknya untuk tetap berkuasa disana.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun