Mohon tunggu...
Ester Monica
Ester Monica Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mahasiswa Komunikasi IPB dengan segudang pengalaman dalam pembuatan konten, strategi media sosial, dan public speaking. Kuasai seni merangkai kata dan mengelola berbagai proyek.

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Terlepas dari Rantai FOMO Keranjang Kuning

24 September 2024   18:29 Diperbarui: 24 September 2024   18:35 70
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tergiur oleh testimoni-testimoni influencer yang menampilkan before & after body goals mereka, membuat  saya tak mau kalah dan memaksa diri untuk mencoba produk-produk tersebut. Minuman pelangsing terus menerus melintas pada layar handphone hingga membuat jemari saya menekan keranjang kuning yang ada. 

Takut tertinggal dari yang lain atau lebih dikenal sebagai FOMO (Fear Of Missing Out) menjadi alasan keranjang kuning saya membludak dan mengeringkan kantong keuangan  saya. Berharap mimpi menjadi langsing dapat tercapai, apa yang semula terlihat seperti jalan menuju body goals idaman  malah berujung pada bencana pribadi. 

Alih-alih badan langsing dan mulus, saya menemukan pantulan diri di cermin kotak rumah dengan wajah yang pucat dan tubuh yang lemas. Apa yang saya kira akan menjadi kenyataan mimpi yang indah, ternyata berakhir sebagai mimpi buruk. Tubuh yang lemas dan kantong keuangan yang kering membuat diri ini semakin tak berdaya melangkah. 

Pengalaman ini membuat saya tersadar bahwa FOMO, atau takut ketinggalan, menjadi rantai berbahaya yang akan semakin mengikat kita dalam pola pikir yang salah jika tak kunjung dilepaskan. TikTok dan media sosial menghubungkan kita dengan dunia luar dan menawarkan dunia yang penuh keajaiban. Tetapi kita harus hati-hati dan pintar memilah apa yang dibutuhkan apa yang tidak agar tidak terjebak dalam tawaran yang tidak sesuai dengan kebutuhan. Meskipun influencer terlihat meyakinkan, produk yang direkomendasikan mampu mencapai mimpi body goals mereka, belum tentu cocok untuk kita. Penawaran diskon dan promosi menjadi hal yang menggoda dan tak boleh terlewatkan oleh kebanyakan orang, termasuk saya. Namun, pengalaman buruk tersebut menyadarkan saya akan pentingnya melakukan riset dan berpikir kritis saat hendak membeli sesuatu.

Ketika paragraf demi paragraf ini tercipta, saya sudah lebih berhati-hati dalam memilih dan memeriksa produk sebelum memutuskan untuk membeli. Ketika kembali melihat ke belakang, saya juga menyadari bahwa FOMO tidak selalu berakhir buruk. FOMO dapat berakhir baik jika diatasi dengan pendekatan yang tepat. Kita bisa mengubah tantangan berupa FOMO ini menjadi kesempatan untuk belajar dan berkembang. Jadi, meskipun TikTok Shop dan media sosial bisa menjadi rantai yang mengikat, mereka juga menawarkan pelajaran berharga jika kita tahu cara menghadapinya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun