Mohon tunggu...
Dina Esterina
Dina Esterina Mohon Tunggu... Lainnya - Pendeta di Gereja Kristen Pasundan. Podcaster dan blogger. Senang nulis dan baca.

Tertarik menyororot dan menautkan makna hidup sebagai seorang yang spiritual dengan berbagai fenomena yang ada di masyarakat.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Politisasi Malam Natal: Belajar Kuasa dari Gembala yang Terahmati

24 Desember 2023   11:11 Diperbarui: 24 Desember 2023   11:27 83
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Tindakan politik berarti mengambil tanggung jawab. Ini tidak bisa terjadi tanpa kekuatan. Kekuasaan adalah untuk melayani tanggung jawab." - Dietrich Bonhoeffer

Malam Natal ini jatuh di hari minggu. Dalam hari raya Gerejawi, Minggu dihayati sebagai Kebangkitan Kristus dan secara khusus di tahun ini Advent terakhir dan sekaligus Kelahiran Juruselamat.

Peristiwa agung ini mengingatkan kita bahwa Natal ada karena Paskah. Kita menyambut kelahiran seorang bayi yang mengemban misi yang tidak mudah berhadapan dengan kuasa dosa dan maut sekalipun Dia menang dan mampu menaklukannya karena kasih dan kemuliaanNya. 

Secara khusus Malam Natal memberi panggungnya pada Lukas, sang murid yang tabib, human oriented, dan sangat suka mengidentikan karakter ilahi dengan keterbukaan dan universalitas. Gembala menjadi tokoh yang memeroleh Teofani atau penampakan Allah. 

Panggung di mana para gembala dikejutkan oleh berita Natal mengingatkan saya pada panggung politik yang saat ini menjadi tempat para capres dan cawapres berlaga. Panggung adalah panggung, menarik atau tidaknya, efektif atau tidaknya, tergantung dari pemain dan cara mereka berperan. 

Para gembala mungkin dicap bukan penguasa. Mereka jauh dari kuasa pemimpin agama, bahkan dianggap tak beragama, apalagi dari kasta raja. Tapi mereka adalah orang yang memiliki kuasa atau kehidupannya dan bisa jadi sedang dibelenggu oleh tirani kuasa yang memiskinkan hidup dan membuat mereka tak berdaya secara sosial dan spiritual. 

Daya politis ilahi hadir melalui penampakan para malaikat, yang memberitahukan Kabar Selamat. Menariknya, kata selamat diulang lebih dari 80 kali di Injil Lukas. Para dispowered people ini diberi stimulasi dan dimotivasi lalu dikuasai oleh Sang Maha Kuasa, melalui berita Selamat. 

Berita selamat memiliki daya kuasa, yang menjadikan para gembala menyadari bahwa mereka bukannya bukan siapa siapa. Mereka adalah Seseorang, being that must be doing something! And it was responsibility which means politic!

Mereka diberi kekuatan untuk mendengarkan dan menerima berita Selamat, gloria in excelsis Deo! KEMULIAAN BAGI ALLAH DI TEMPAT YANG MAHA TINGGI! itulah sebuah kenyataan an sich, sebuah fakta yang tidak bisa diganggu gugat! Dan kemuliaan itu dinyatakan melalui karya kasih Sang Maha Kuasa yang berkenan membuka tanganNya lebar turun tangan menjadi Juruselamat dalam rupa bayi bersahaja sebagai manusia yang diam di antara manusia. Kelahiran Kristus adalah simbol kemuliaan Allah!

Sinyal politis kedua dalam nyanyian malaikat ada pada frasa, Damai sejahtera bagi manusia yang berkenan kepadaNya! Allah telah membuka tanganNya maka Dia sungguh ingin kita pun menyambut itu! Sinyal politis ini disambut sikap politis para gembala!

Sungguh tak bisa mereka bergegas jika Sang Putera, ada di rumah sakit terbesar dalam kemewahan. Tapi sinyal politis itu kuat dan sama bersahajanya dengan mereka. Para gembala begitu bersukacita karena Berita Selamat benar benar fit and proper buat mereka! Sesuai dengan kedirian dan keadaan mereka. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun