Mohon tunggu...
ESSA YAYANGSAGITA
ESSA YAYANGSAGITA Mohon Tunggu... Wiraswasta - Kejaksaan Negeri Kepulauan Talaud

essagita in your area

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Media Sosial Memengaruhi Kesehatan Mental, Seburuk Apa?

24 Mei 2022   17:02 Diperbarui: 24 Mei 2022   18:17 198
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kesehatan mental dulunya sering disangkut pautkan dengan gangguan jiwa atau yang lebih parahnya lagi berhubungan dengan hal-hal mistis seperti kesurupan. 

Namun Psikolog klinis Rena Masri mengatakan banyak masyarakat yang sering salah kaprah dengan masalah kesehatan mental, bahkan banyak yang mengkaitkannya dengan menjadi religius. 

Kurangnya sifat religius seseorang sering disangkut pautkan dengan masalah kesehatan mental sehingga penderita kurang mendapat penanganan yang maksimal. Sebab penyakit gangguan mental tidak serta-merta muncul akibat seseorang jauh dari agama.

"Religiusitas memang betul mempengaruhi perasaan nyaman, perasaan tenang tapi penyebabnya bukan hanya itu tapi ada tekanan-tekanan tertentu di mana tekanannya itu lebih berat dibandingkan kapasitas kita untuk menghadapi tekanan itu sehingga akhirnya muncul tekanan, depresi dan lainnya. 

Tapi jadi itu yang masih banyak dan sering muncul di masyarakat," kata Rena dalam "HaloTalks: Pendekatan Kesehatan Holistik untuk Indonesia Sehat", Rabu 13 November 2020. (TEMPO.CO, Jakarta)

Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018, menunjukkan lebih dari 19 juta penduduk berusia lebih dari 15 tahun mengalami gangguan mental emosional, dan lebih dari 12 juta penduduk berusia lebih dari 15 tahun mengalami depresi. 

Selain itu berdasarkan Sistem Registrasi Sampel yang dilakukan Badan Litbangkes tahun 2016, diperoleh data bunuh diri pertahun sebanyak 1.800 orang atau setiap hari ada 5 orang melakukan bunuh diri, serta 47,7% korban bunuh diri adalah pada usia 10-39 tahun yang merupakan usia anak remaja dan usia produktif.

Direktur Pencegahan dan Pengendalian Masalah Kesehatan Jiwa dan Napza Dr.Celestinus Eigya Munthe menjelaskan masalah kesehatan jiwa di Indonesia terkait dengan masalah tingginya prevalensi orang dengan gangguan jiwa. 

Untuk saat ini Indonesia memiliki prevalensi orang dengan gangguan jiwa sekitar 1 dari 5 penduduk, artinya sekitar 20% populasi di Indonesia itu mempunyai potensi-potensi masalah gangguan jiwa. (Rokom, 07 Oktober 2021)

Nah, di era digital seperti sekarang yang hampir semuanya bisa dilakukan secara online, jelas Media Sosial tidak bisa lepas hampir dari semua orang. 

Kita mendapati sekarang segala sesuatu sudah mudah dengan adanya internet. Hal ini begitu membantu, namun tetap saja ada hal baik dan buruknya. Media Sosial sebagai sesuatu yang dibuat sebagai sarana komunikasi kekinian yang terus berkembang. 

Dari media sosial kita bisa membagikan hal yang kita suka, belajar hal yang baru dengan mudah, menjelajah dunia hingga belanja walaupun kita duduk dirumah. Orang-orang juga dapat mengembangkan keterampilan kerja, hobi bahkan ada yang berhasil membuka bisnis dan lapangan kerja untuk orang lain.

Sedangkan dampak buruk yang dapat kita lihat dan banyak terjadi disekitar kita adalah cyber bullying yang bisa merusak kesehatan mental. National Institute of Mental Health melaporkan bahwa penggunaan media sosial dapat meningkatkan risiko gangguan mental pada remaja usia 18--25 tahun. 

Penelitian yang dilaporkan dalam jurnal JAMA Psychiatry menemukan bahwa remaja yang menggunakan media sosial lebih dari tiga jam per hari berisiko tinggi terhadap masalah kesehatan mental terutama masalah internalisasi alias citra diri. (ditinjau oleh: dr. Rizal Fadli : 12 Oktober 2021, Halodoc)

Bukan hanya remaja, orang-orang dewasa juga tidak sedikit yang menjadikan media sosial sebagai pelarian untuk menghilangkan penat setelah bekerja, stress dan lain sebagainya. 

Namun kadang apa yang didapat malah membuat pengguna media sosial tersebut menjadi stress dan overthinking. 

Ada yang mendapatkan perlakuan buruk (Cyber Bullying), tanpa sengaja mempercayai berita hoax / palsu, mendapatkan kiriman pesan / komentar mengganggu (gambar / kata-kata yang berbau pornografi) hingga ancaman yang menyebabkan seseorang menjadi tidak optimis,  melukai dan melakukan percobaan bunuh diri hingga ada yang sampai meninggal.

Penulis pribadi pernah mendapatkan perlakuan tidak mengenakkan saat menggunakan media sosial yang terkadang membuat stress dan tertekan. Komentar-komentar biasa yang mengikut sertakan fisik juga banyak didapat tidak hanya bagi kaum perempuan namun juga laki-laki dan kebanyakan dilakukan oleh teman dekat bahkan saudara berkedok kata "Bercanda". 

Membuktikan bahwa tidak semua orang bijak bermedia sosial dan paham akan dampak komentar mereka terhadap mental orang lain.

Untuk menghindari hal-hal negatif dari media sosial yang dapat berakibat buruk pada kesehatan mental kita baiknya kita mulai menerapkan penggunaan media sosial seperlunya. Karena memulai hal seperti ini haruslah dari diri sendiri dulu. Gunakanlah media sosial secukupnya dan dengan bijak. Bagikanlah sesuatu yang bermanfaat dan positif saja. 

Walau membagikan hal yang bermanfaatpun kadang masih mendapatkan komentar yang buruk. Jangan mengikuti tren atau hal viral yang sekiranya tidak penting hingga berbahaya dan laporkan postinggan atau komentar apapun yang sekiranya menganggu kita kepada orang terdekat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun