Mohon tunggu...
Esra K. Sembiring
Esra K. Sembiring Mohon Tunggu... Penulis - PENULIS

"Dalam Dunia Yang Penuh Kekhawatiran, Jadilah Pejuang"

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Upaya Keras Mencegah Benih Radikalisme

18 November 2020   14:20 Diperbarui: 18 November 2020   14:26 1357
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ninjaoutreach.com>tentara.ganteng

Masih jelas terngiang dalam benak kita, pernyataan mengejutkan (mantan) Menteri Pertahanan , Ryamizard Ryacudu yang  menyebutkan ada sekitar  tiga persen anggota TNI yang terpengaruh paham radikalisme, baik karena segi agama, ekonomi, dan politik. Kondisi ini diperjelas oleh Al Chaidar seorang pengamat terorisme bahwa secara teologis sekarang banyak orang sudah terpengaruh oleh dakwah yang disebarkan lewat berbagai media sosial tidak hanya lagi melalui televisi yang cenderung lebih formal dan bersifat banyak sensor. Karena itu, penanganannya juga harus komprehensif.

Dampaknya juga dapat berlipat ganda mengingat dalam suatu institusi militer, satu orang prajurit - tergantung pangkat dan jabatannya - bisa memiliki komando alias menggerakkan belasan, ratusan, hingga puluhan ribu prajurit. Jika ditarik lebih jauh lagi, TNI memang pernah mengalami pengalaman buruk ketika prajuritnya terpapar radikalisme. Hal ini terjadi pada peristiwa pemberontakan Darul Islam/Tentara Islam Indonesia (DI/TII) di Jawa Barat pada tahun 1949. Tidak hanya terjadi di Indonesia, radikalisme di tubuh militer ternyata juga terjadi di negara lain.

Pada tahun 2015 Wakil Menhan Malaysia menyatakan bahwa sekitar 70 prajuritnya terlibat organisasi terorisme global ISIS. Di Singapura, pada tahun 2017 seorang prajurit bernama Adzrul Azizi Bajuri terindikasi juga terpapar paham radikal ISIS. Dulu kondisi ini disinyalir bisa terjadi karena memang situasi negara kita yang masih baru berdiri. Apakah kita masih rela bila TNI kecolongan lagi ?. Tentu tidak !. 

Jelas dan tegas, Semakin luas pemahaman seseorang, maka ia akan semakin bijak dan toleran dalam kehidupan bermasyarakat, termasuk prajurit TNI. Untuk itu kualitas pembinaan dan pendidikan kepada seluruh prajurit TNI menjadi semakin mendesak untuk segera ditingkatkan. Kebijakan politik negara harus bisa dijelaskan dengan bijak sehingga dapat dipahami oleh seluruh prajurit TNI. TNI tidak berpolitik.

Politik TNI adalah Politik Negara, tidak boleh ada agenda politik yang lain. Jika sudah dijelaskan dengan segala upaya secara  maksimal, maka  jika masih ada prajurit TNI yang tetap tidak paham dan tetap tidak mendukung kebijakan politik negara maka  secara otomatis oknum prajurit tersebut dinilai sudah  tidak memenuhi syarat lagi untuk tetap menjadi prajurit TNI. Harus diputuskan secara tegas dan keras !. 

Memang harus demikian !. Bayangkan apa yang terjadi bila prajurit TNI tidak loyal pada politik negara dan masing-masing memiliki agenda politiknya sendiri-sendiri. 

Penutup

Realitas menunjukkan bahwa anggota TNI memang tidak otomatis immun dari faham radikalisme. Untuk itu memang perlu pengawasan melekat dan contoh tindakan disiplin yang tegas bagi pelanggar aturannya. Tidak layak dan tidak perlu ada komentar dari siapapun saat TNI menegakkan aturannya. Kebijakan pimpinan TNI yang mengambil tindakan tegas dan keras kepada pelanggar netralitas TNI maupun aturan disiplin lainnya harus didukung bersama, karena bila sejak masih "kecil" masih dalam bentuk "benih"  tidak ditegakkan dengan jelas, tegas  dan keras, maka "benih" itu seolah mendapat "angin dukungan",  akan semakin besar dan bertambah besar. Pasti semakin sulit untuk diikendalikan. 

Tidak perlu diperdebatkan lagi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun