Mohon tunggu...
Esra K. Sembiring
Esra K. Sembiring Mohon Tunggu... Penulis - PENULIS

"Dalam Dunia Yang Penuh Kekhawatiran, Jadilah Pejuang"

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Mengawal Bonus Demografi 2020-2035

4 September 2019   20:42 Diperbarui: 4 September 2019   20:45 3008
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Alert warning signal bonus demografi di Indonesia sudah menggema. Tahun 2020 akan kita masuki hanya dalam hitungan beberapa bulan lagi. Mau tidak mau, suka tidak suka, Indonesia harus menerima kenyataan bonus demografinya.

Sebuah fenomena penting yang dialami oleh suatu negara di mana kondisi jumlah penduduk usia produktifnya yang sangat besar, sedangkan usia belum produktif (usia muda di bawah 15 tahun) dan usia tidak produktif (usia di atas 65 tahun) semakin kecil.

Menguntungkan atau merugikan?
Menurut Badan Pusat Statistik, Indonesia diperkirakan akan menikmati bonus demografi pada tahun 2020 hingga 2035. Pada masa tersebut penduduk produktif diproyeksi berada pada grafik tertinggi sepanjang sejarah. 

Banyak pendapat pakar demografi yang menyimpulkan bonus demografi ini sebagai peluang besar untuk mengubah tingkat ekonomi Indonesia dari negara berkembang menjadi negara maju.

Sebagai contoh beberapa negara di Asia yang telah berhasil memanfaatkan bonus demografi adalah Korea Selatan, China, serta Jepang. Ketiga Negara tersebut telah sukses melalui fase bonus demografinya.

Bagaimana dengan Indonesia?
Jumlah usia angkatan kerja (15-64 tahun) pada 2020-2030 nanti diperkirakan  mencapai 70 persen, sedangkan 30 persen adalah penduduk dengan usia non-produktif (di bawah 15 tahun dan di atas 65 tahun). Bila dilihat dari jumlahnya, penduduk usia produktif mencapai sekitar 180 juta, sementara penduduk non-produktif hanya 60 juta.

Artinya, Indonesia memiliki peluang sukses besar yang sangat luar biasa bila mampu memanfaatkan bonus demografinya tersebut dengan baik.

Namun harus juga disadari, selain peluang dan manfaat positifnya, ternyata bila tidak diantisipasi dan dipersiapkan dengan baik, bonus demografi ini juga potensial menimbulkan konflik sosial dalam masyarakat Indonesia yang majemuk dan besar jumlahnya ini.

Mengapa?

Logikanya, melimpahnya jumlah penduduk usia kerja akan menguntungkan dari sisi pembangunan sehingga dapat memacu pertumbuhan ekonomi ke tingkat yang lebih tinggi. Namun bagaimana bila lapangan kerjanya yang tersedia jumlahnya terbatas? Tidak sesuai jumlahnya dengan jumlah SDM usia produktif yang ada.

Dengan kata lain, bila lapangan pekerjaan yang ada tidak seimbang dengan jumlah usia produktif yang tersedia, maka otomatis akan sangat banyak jumlah pengangguran SDM intelektualnya.

Mungkinkah ini terjadi?
Realitas pada era kemajuan teknologi seperti saat ini, setiap perusahaan atau lapangan kerja  yang "profit oriented" terbukti cenderung memilih untuk memaksimalkan penggunaan tenaga mesin dan meminimalisasi jumlah tenaga kerja manusia karena lebih murah dan efisien.

Mereka tidak perlu terlalu khawatir pada tuntutan urusan kesejahteraan karyawannya, seperti yang masih sering terjadi hingga saat ini. Kondisi rasionalisasi seperti ini tentu pada akhirnya akan meningkatkan jumlah pengangguran intelektual, dan potensial menjadi bom waktu bagi munculnya konflik sosial dalam masyarakat.

Bayangkan saja, berdasarkan sensus penduduk terakhir tahun 2010, jumlah penduduk Indonesia mencapai 237,64 juta jiwa. Mungkinkah ada jenis lapangan kerja yang mampu mengakomodir semuanya?

Pasti perlu banyak inovasi baru dan inisiasi motivasi bagi munculnya para pengusaha baru dalam masyarakat. Sehingga masyarakat juga mampu berperan aktif dalam menyerap "booming"-nya tenaga kerja produktif yang ada pada 2020 -2035 nanti.

Kekhawatiran pada ketimpangan jumlah lapangan kerja yang tersedia dengan jumlah SDM yang ada pada saat terjadinya bonus demografi nanti sesungguhnya juga sudah pernah lugas disampaikan oleh Presiden Joko Widodo.

"Bonus demografi ibarat pedang bemata dua. Satu sisi adalah berkah, jika kita berhasil mengambil manfaatnya. Satu sisi lain adalah bencana apabila kualitas manusia Indonesia tidak disiapkan dengan baik," kata Jokowi, saat berpidato di acara peringatan Hari Keluarga Nasional, di Lapangan Sunburst, Kota Tangerang Selatan, Banten. 

Karena itu seluruh ide dan solusi terbaik dari seluruh anak bangsa diharapkan dapat mucul baik melalui kajian maupun penelitian dan segala bentuk alternatif pemikiran akademis lainnya, namun belum ada solusi yang benar-benar tuntas hingga pada strategi teknis terkecilnya.

Penutup
Kekhawatiran presiden jokowi bahwa bonus demografi dapat berubah menjadi bencana demografi bila kemunculannya tidak dipersiapkan dengan baik adalah kekhawatiran wajar yang harus disikapi dengan serius oleh semua pihak.

Sebelum semuanya menjadi terlambat, "Grand Strategi Nasional" penanganan bonus demografi 2020 - 2035 harus segera diciptakan. Segera disosialisasikan dan harus segera diterapkan, karena bila kita tidak serius mempersiapkannya maka bonus demografi itu tidak mustahil dapat berubah menjadi bencana demografi bagi bangsa.

Selesai.

Penulis:
Letkol Adm Esra K. Sembiring, S.IP, M.AP, M.Tr (Han), Alumnus Ilmu Pemerintahan FISIPOL UGM, STIA LAN RI dan UNHAN

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun