Mohon tunggu...
Nauram Muhara
Nauram Muhara Mohon Tunggu... Jurnalis - Penulis lepas tentang topik aktual.

wartawan, editor, alumnus Fak Psi UGM angk. 86

Selanjutnya

Tutup

Money

Kacaunya Alih Kelola BTS PT Tower Bersama

28 Oktober 2012   19:45 Diperbarui: 24 Juni 2015   22:17 3321
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bisnis. Sumber ilustrasi: PEXELS/Nappy

Di tengah kian banyaknya operator yang datang karena akan memasang alatnya di menara tersebut, pada Agustus lalu utusan PT TBG Semarang menyampaikan draft adendum perjanjian sewa. Namun berbeda dengan Mobile 8, draft terkesan dibuat secara amatiran karena sama sekali tidak mencantumkan surat kuasa direksi PT TBG. Draft itu juga tidak menyinggung pasal tentang harga sewa tambahan per tahun untuk setiap operator baru yang merupakan inti masalah.

Hasil komunikasi per telepon dengan PT TBG, pemilik lahan diminta menuangkan semua masalah yang tak terselesaikan dalam bentuk surat dan dikirim ke kantor pusat. Pada surat 1 September dan 11 September yang ditujukan ke direksi  PT TBG itu, Sulio pada prinsipnya menyampaikan draft perjanjian sewa baru dengan penambahan dan  pengurangan pasal yang ada di Akta No. 12/2007.

Namun surat jawaban PT TBG bertanggal 10 Oktober 2012 sama sekali tidak memberi solusi dan terkesan sangat tidak profesional. Surat tanpa stempel resmi berlabel "Kantor Hukum Marpaung, SH & Rekan" dan Maranatha Marpaung sebagai pengacara yang menandatanganinya itu malah mengancam agar pemilik lahan tetap mematuhi Akta No. 12/2007 yang sebenarnya sudah tidak berlaku karena bergantinya penyewa (Pihak 2).

Tembusannya pun tak kalah aneh. Mungkin agar senada dan memberi penegasan sesuai dengan ancaman yang dikemukakan, dicantumkan bahwa surat itu juga dikirim  ke tiga pihak yang dua di antaranya adalah Kepala Dinas Satpol PP Kota Surakarta dan Kepala Kepolisian Resor Surakarta. Surat yang jelas sangat diragukan otentisitasnya dan entah siapa yang menjadi pemrakarsanya.

Hasil pelacakan putera Sulio di web: tak ditemukan informasi tentang Kantor Hukum Marpaung, SH & Rekan. Begitu pula jejak keberadaan Maranatha Marpaung meskipun nomer induk anggota Peradi Marpaung Tuani Maranatha Lumumba Patar, SH. sama dengan yang dicantumkan di surat.  Menurut bagian informasi Gedung IFC: tak ada kantor hukum tersebut di gedung yang beralamat di Jl. Jend. Sudirman Kav. 22-23 itu karena seluruh lantai 6 disewa PT TBG.

Sulio menekankan bahwa yang diminta adalah akte perjanjian sewa baru yang memperjelas apa saja yang masuk lingkup kesepakatan sebelum PT TBG melakukan aktivitas lagi di lahannya. "Mestinya cukup jelas bahwa perjanjian sewa-menyewa yang ada adalah antara Sulio Subroto dan Mobile 8. Belum ada perikatan apa pun antara saya dan PT TBG, meskipun benar perusahaan yang terafiliasi dengan PT Tower Bersama Infrastructure Tbk ("TBIG") telah membeli menara Mobile 8."

Hal lain adalah pembayaran honor penjagaan dan kewajiban lain pada pengurus lingkungan terkait menara BTS yang mestinya juga diambil alih PT TBG sejak 20 Juni 2007. Soal ini ada baiknya juga masuk dalam pasal perjanjian sewa di depan notaris agar jelas siapa yang bertanggung jawab. Sejauh ini PT TBG tanpa permisi hanya memberikan instruksi terkait menara tanpa melunasi kewajibannya sejak mengambil alih pengelolaan menara.

Harapan terkait pelaporan ini, tegas Sulio, PT TBG bisa segera menyelesaikan kekacauan yang telah berlarut-larut. Jangan sampai citra perusahaan publik pemilik ribuan menara di Indonesia yang bonafid dan kredibel, berulang kali dipertaruhkan akibat kinerja sejumlah personel dan pejabat (di daerah maupun pusat) yang terkesan kurang peduli, lamban, bahkan manipulatif, dalam mengatasi berbagai masalah yang perlu dan mesti diselesaikan secara cermat dan saksama.

Masalah ini tampaknya merupakan fenomena gunung es karena banyak pemilik lahan tempat berdirinya menara yang tak tahu, bahkan tak mau tahu, soal kepemilikan infrastruktur komunikasi seluler karena sekilas sudah diatur dalam perjanjian sewa standar dari operator tunggal. Namun perubahan kondisi itu mestinya mempengaruhi perjanjian antara pemilik lahan dan pemilik menara yang baru, terutama mengingat terulangnya kerepotan dan hiruk-pikuk yang terjadi, khususnya bila menara ada di halaman rumah. Apakah Anda pernah mendengar atau malah mengalami hal yang sama?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun