“Iya,enggak apa-apa, Non. Dagingnya sih ayam, tapi minyaknya lain,”jelas penjual tampan itu.
“Iya,Kak, makasih ya, kami permisi dulu,”
Kamipun pergi dan mencari makanan lain. Berjalan lagi, untungnya masihnemu warung Padang.
Pengalamankami belum selesai di situ. Suatu malam minggu kita ke Monas untukmelihat air mancur yang menari dan berwarna (sumpah dulu cuma ngeliatgini seneng banget). Habis itu kita keliling Monas sampai kaki pegeldan aku menghabiskan 3 botol air mineral ukuran 600 ml. Kehausan dantentu kelaparan juga. Kita pulang naik busway dan turun di StasiunKota. Dari situ kita jalan kaki menuju kost daerah Bandengan.
Dandi sepanjang jalan banyak penjual makanan, pokoknya tinggal pilih dehmau makan apa aja yang penting dompet tebel. Kita putuskan makansate, (yeee.. anak gila lah kita. Kerja buat cari duit, udah dapatduit buat keliling Jakarta dan kuliner).
Tanpamelihat kanan dan kiri kita fokus ke tenda yang jualan sate. Pas kitaudah deket dengan tenda penjual sate, terdengar suara wanita yangmemanggil.
“Mbak,Mbak,”
Kamimenoleh, “Iya, Mbak?” sedikit bingung juga maksudnya apa koktiba-tiba manggil.
“Maubeli sate?” tanyanya. Kalau dari logatnya sepertinya perempuan itudari Medan.
Kamimengangguk.
“Jangandi situ, tidak halal untuk kalian meski tersedia sapi dan kambingnya”jawabnya. Dan kami pun mengerti, mungkin cara menyembelihnya bukandengan cara seperti kami. Atau mungkin tercampur dengan daginglainnya.