Mohon tunggu...
Hiya Hiya
Hiya Hiya Mohon Tunggu... Mahasiswa - Akun ini dibuat untuk keperluan tugas

Journalism Enthusiast

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Motif dan Target Korban Cyberbullying

10 Desember 2021   09:30 Diperbarui: 22 Desember 2021   13:06 380
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber gambar: https://biroumumpbj.kemdikbud.go.id/


Penggunaan Media Sosial Yang Meningkat Selama Pandemi Covid 19

Perkembangan dalam teknologi dan informasi sekarang ini semakin pesat dan diikuti juga oleh meningkatnya penggunaan media sosial yang merupakan teknologi yang sangat banyak digunakan oleh masyarakat terutama pengguna platform android. Hal ini juga disebabkan oleh masa pandemi Covid 19 dimana tingkat keaktifan masyarakat dalam menggunakan media sosal semakin meningkat.

Dilansir dari Media Indonesia, dalam laporan Tren Digital, survei yang dilakukan Facebook oleh YouGov, lebih dari 140 juta orang Indonesia aktif bermedia sosial pada masa pandemi. Hal ini juga terjadi di media sosial lainnya, salah satunya Instagram. Dikutip dari media techCrunch yang telah melakukan survei sejak 14 sampai 24 maret menunjukkan bahwa adanya peningkatan penggunaan aplikasi Instagram sebesar 40% dimana sebelumnya pada awal masa pandemi peningkatan penggunaan aplikasi Instagram sebesar 21%. Hal ini beriringan dengan maraknya peningkatan kejahatan dalam dunia maya salah satunya yaitu cyberbullying. Cyberbullying ini adalah salah satu masalah umum yang sering terjadi khususnya dalam lingkup media sosial.

Cyberbullying adalah suatu tindakan perundungan di dalam media digital yang ditujukan kepada suatu pihak oleh seseorang atau sekelompok orang dengan maksud membuat takut, membuat marah, atau mempermalukan pihak yang dituju menjadi sasaran. Media yang biasanya menjadi tempat terjadinya cyberbullying, yaitu media sosial, game online, berbagai platform diskusi online, dan media lainya.

Sekelompok orang yang melakukan tindakan cyberbullying tersebut biasanya ditujukan kepada pihak yang mereka rasa tidak akan melakukan perlawanan berarti dan hanya pasrah saja, selain itu tindakan ini juga sering mereka lakukan secara berulang-ulang. Oleh sebab itu dalam konteks ini terdapat perbedaan kekuatan antara pembully dan yang dibully, meliputi bentuk fisik maupun kekuatan mental, dan perbedaan kekuatan ini juga tidak memandang bulu.

Aktivitas Cyberbullying Ditujukan Pada Selebgram

Jika biasanya yang sering menjadi objek cyberbullying adalah pihak “lemah”, saat ini hal tersebut dapat dikatakan tidak berlaku lagi. Belakangan ini sering terjadi aktivitas cyberbullying yang ditujukan kepada para selebgram. Mereka yang secara garis besar berada di kalangan “atas” justru sering mendapat komentar yang menjatuhkan dari para netizen. Netizen seakan-akan lupa bahwa selebgram bukanlah dewa atau dewi yang harus selalu sempurna, mereka hanyalah manusia biasa yang tak luput dari kesalahan, oleh sebab itu setiap ada selebgram yang melakukan “kesalahan” di mata netizen, maka mereka akan membullynya habis-habisan, bahkan sampai ada yang “kena mental”.

Dikutip dari laman situs resmi Unicef beberapa bentuk tindakan cyber bullying diantaranya, seperti menyebarkan kebohongan tentang seseorang, memposting foto dengan tujuan untuk mempermalukan seseorang, mengirimkan pesan pribadi atau ancaman melalui fitur chatting, menuliskan kata-kata menyakitkan pada kolom komentar, trolling dalam bentuk pengiriman pesan yang menjengkelkan di ruang obrolan atau di jejaring sosial dan masih banyak lagi.

Clara Kristi, seorang konten kreator dan mahasiswa UPNVJ, juga beberapa kali mengalami cyberbullying oleh para warganet di platform yang sering pakai untuk membuat konten, yaitu Instagram dan TikTok, Clara sendiri terjun ke dunia industri kreatif dengan membuat berbagai konten di YouTube, Instagram, dan TikTok. Menurut salah satu pelaku cyberbullying yang tidak mau disebut namanya, ia melakukan tindakan cyberbullying karena ikut-ikutan saja dan merasa hal tersebut menimbulkan kesenangan pribadi. Selain itu, ia juga tidak secara langsung mengejek atau memaki konten kreator yang ia maksud, tetapi dibalut dengan jokes ringan agar terkesan hanya bercanda. Cyberbullying  dalam bentuk jokes ini dilakukan dengan pembuatan meme yang disebarkan di media sosial milik pelaku dengan maksud untuk mencari atensi dari pengguna media sosial lainnya agar ikut membully korban yang ditargetkan. Meskipun begitu, terkadang ia juga memberikan pernyataan yang memaki secara langsung lewat kolom komentar salah seorang selebgram yang memang menurut dirinya selebgram tersebut membuat suatu postingan kontroversial.

Kasus di atas semakin menunjukkan bahwa saat ini yang sering menjadi bahan perundungan dalam media sosial adalah para selebgram atau konten kreator yang notabenenya membuat suatu hal berbau kontroversial. Meskipun begitu, bukan berarti semua selebgram yang membuat konten di media sosial selalu menjadi kontroversi, tetapi ada konten kreator yang memang membuat konten untuk berbagi ilmu maupun menjadi pekerjaannya sehari-hari. Para konten kreator tersebut biasanya menjadi menjadi sasaran warganet karena mereka ingin mencari perhatian darinya, tetapi dilakukan dengan cara yang salah. Cara-cara yang biasanya dilakukan oleh para oknum tidak hanya menulis pesan negatif secara terus menerus di kolom komentar para konten kreator, menurut salah satu pelaku cyberbullying yang tidak mau disebut namanya ini, cara lain yang biasanya dilakukan adalah dengan membuat meme dengan maksud untuk menyindir atau mengejek.

“Tidak terlalu memikirkan apa yang dikatakan pelaku kalau memang yang di komentari bukan fakta, tidak merasa takut dan bercerita kepada orang terdekat, rest sosial media untuk beberapa waktu dan bisa melakukan tindakan report atau melaporkan ke pihak berwenang jika mengganggu” sebut Clara Kristi dalam caranya menghadapi para pelaku cyberbullying. Pemerintah sendiri sebetulnya sudah membuat suatu langkah untuk mencegah adanya perundungan siber ini dengan cara membuat peraturan yang ditulis dalam KUHP dan UU no.11 th 2008 serta UU ITE no. 19 th 2016. Hal ini seharusnya sudah cukup membuat warganet jera dalam melakukan tindakan yang sudah termasuk pelanggaran HAM, tetapi karena kurangnya pengetahuan masyarakat mengenai peraturan-peraturan tersebut akhirnya tindakan cyberbullying masih marak terjadi. Warganet masih banyak yang belum paham akan tindakannya di media sosial tersebut, mereka tidak sadar bahwa apa yang mereka lakukan tersebut dapat menimbulkan stress, depresi, kehilangan kepercayaan diri, cemas, bahkan sampai bunuh diri kepada konten kreator yang mereka tuju.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun