Clara Kristi, seorang konten kreator dan mahasiswa UPNVJ, juga beberapa kali mengalami cyberbullying oleh para warganet di platform yang sering pakai untuk membuat konten, yaitu Instagram dan TikTok, Clara sendiri terjun ke dunia industri kreatif dengan membuat berbagai konten di YouTube, Instagram, dan TikTok. Menurut salah satu pelaku cyberbullying yang tidak mau disebut namanya, ia melakukan tindakan cyberbullying karena ikut-ikutan saja dan merasa hal tersebut menimbulkan kesenangan pribadi. Selain itu, ia juga tidak secara langsung mengejek atau memaki konten kreator yang ia maksud, tetapi dibalut dengan jokes ringan agar terkesan hanya bercanda. Cyberbullying dalam bentuk jokes ini dilakukan dengan pembuatan meme yang disebarkan di media sosial milik pelaku dengan maksud untuk mencari atensi dari pengguna media sosial lainnya agar ikut membully korban yang ditargetkan. Meskipun begitu, terkadang ia juga memberikan pernyataan yang memaki secara langsung lewat kolom komentar salah seorang selebgram yang memang menurut dirinya selebgram tersebut membuat suatu postingan kontroversial.
Kasus di atas semakin menunjukkan bahwa saat ini yang sering menjadi bahan perundungan dalam media sosial adalah para selebgram atau konten kreator yang notabenenya membuat suatu hal berbau kontroversial. Meskipun begitu, bukan berarti semua selebgram yang membuat konten di media sosial selalu menjadi kontroversi, tetapi ada konten kreator yang memang membuat konten untuk berbagi ilmu maupun menjadi pekerjaannya sehari-hari. Para konten kreator tersebut biasanya menjadi menjadi sasaran warganet karena mereka ingin mencari perhatian darinya, tetapi dilakukan dengan cara yang salah. Cara-cara yang biasanya dilakukan oleh para oknum tidak hanya menulis pesan negatif secara terus menerus di kolom komentar para konten kreator, menurut salah satu pelaku cyberbullying yang tidak mau disebut namanya ini, cara lain yang biasanya dilakukan adalah dengan membuat meme dengan maksud untuk menyindir atau mengejek.
“Tidak terlalu memikirkan apa yang dikatakan pelaku kalau memang yang di komentari bukan fakta, tidak merasa takut dan bercerita kepada orang terdekat, rest sosial media untuk beberapa waktu dan bisa melakukan tindakan report atau melaporkan ke pihak berwenang jika mengganggu” sebut Clara Kristi dalam caranya menghadapi para pelaku cyberbullying. Pemerintah sendiri sebetulnya sudah membuat suatu langkah untuk mencegah adanya perundungan siber ini dengan cara membuat peraturan yang ditulis dalam KUHP dan UU no.11 th 2008 serta UU ITE no. 19 th 2016. Hal ini seharusnya sudah cukup membuat warganet jera dalam melakukan tindakan yang sudah termasuk pelanggaran HAM, tetapi karena kurangnya pengetahuan masyarakat mengenai peraturan-peraturan tersebut akhirnya tindakan cyberbullying masih marak terjadi. Warganet masih banyak yang belum paham akan tindakannya di media sosial tersebut, mereka tidak sadar bahwa apa yang mereka lakukan tersebut dapat menimbulkan stress, depresi, kehilangan kepercayaan diri, cemas, bahkan sampai bunuh diri kepada konten kreator yang mereka tuju.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H