"Kalau ramai, jualan saja. Pasti banyak yang beli."
"Takut. Soalnya saya pernah jualan ketika ada pejabat lewat, eh malah diusir Cil."
"Dulu beda dengan sekarang, Bro Gor..."
"Sama saja. Yang membedakan hanya janji waktu kampanye. Selebihnya? Ya sama saja."
"Harus optimis, Bro Gor...Bukannya kemarin Kartu Miskinnya sudah ASESE?"
Kang Gorengan termenung sejenak, teringat percakapannya dengan Anak Kancil tempo hari.
"Setelah saya pikir-pikir, kamu ada benarnya, Cil. Semua orang juga tahu kalau saya ini miskin, tapi kenapa ya harus diperjelas dengan membuat SKTM? Jangan-jangan nanti rumah saya dipasang papan dengan tulisan : KELUARGA MISKIN ya Cil?"
"Bisa iya, bisa tidak."
Pembicaraan terhenti karena terdengar suara nguing-nguing. Kang Gorengan dan Anak Kancil menoleh. Motor polisi dengan diiring beberapa motor besar. Suaranya bergemuruh. Umbul-umbul bergetar. Orang-orang memerhatikan. Iring-iringan itu lurus melewati perempatan tanpa berhenti. Pak Tua dengan sepeda tua susah menghentikan sepedanya. Kang Gorengan berdecak kagum,
"Weleh, ramai ya Cil? Sangar." Kang Gorengan kagum-gum.
"Iya." Anak Kancil berkata pendek.