Â
Sejarah Brasil (di bawah kekuasaan orang-orang Eropa) erat hubungannya dengan Perjanjian Tordesillas, yang dibuat antara kerajaan Spanyol dan Portugis pada tanggal 7 Juni 1494.Â
Perjanjian yang ditandatangani di kota Tordesillas ini dibuat dengan tujuan untuk menghindari konflik kepentingan (pembagian wilayah navigasi dan koloni) kedua kerajaan tersebut setelah armada maritim masing-masing menemukan rute ke dua benua: Asia dan Amerika.
Berdasarkan perjanjian, sejak tahun 1500 wilayah Brasil menjadi milik Portugis. Namun, baru pada akhir tahun 1530 Raja Joao III mengutus Martim Alfonso de Sousa memimpin ekpedisi ke Brasil untuk kemudian mengadministrasikan wilayah tersebut secara resmi di bawah kekuasaan kerajaan Portugis. Maka, berangkatlah lima kapal laut ke sana pada tanggal 3 Desember 1530 dengan membawa 400 anggota awak kapal.Â
Pada tahun 22 Januari 1532 Martim Alfonso de Sousa mendirikan kota pertama di Brasil yang diberi nama Sao Vicente (sekarang bernama Santos yang merupakan sebuah kabupaten di Provinsi Sao Paulo) dengan model tata kota Eropa (baca: Portugis), termasuk di dalamnya gereja (baca: agama katolik).
Pada tahun 1554 sekelompok misionaris Yesuit, yang dipimpin Pastor Manuel da Nobrega dan dibantu calon pastor Jose de Anchieta, tiba di Sao Vicente dan memutuskan membangun sebuah sekolah agama Ordo Yesuit di dataran tinggi utara Sao Vicente, sebuah tempat di antara  Sungai Tiete, Anhangabau, dan Tamanduatei.Â
Tujuan mendirikan sekolah agama tersebut adalah untuk melakukan katekisasi penduduk asli setempat. Itu sebabnya, dibangunlah Patio do Colegio (sekarang terletak di pusat kota Sao Paulo). Pendirian sekolah agama Patio do Colegio ini merupakan cikal bakal berdirinya kota Sao Paulo (ibukota Provinsi Sao Paulo) di kemudian hari.
Tanggal resmi lahirnya kota Sao Paulo adalah 25 Januari 1554, yaitu ketika misa pertama di Colegio do Patio diselenggarakan untuk meresmikan sekolah agama tersebut. Oleh karena tanggal 25 Januari adalah tanggal pertobatan Rasul Paulus dari Tarsus, wilayah tempat didirikan Patio do Colegio tersebut diberi nama Sao Paulo (demikian juga nama provinsinya).
Untuk membedakan kota lain (terutama di Portugal) yang juga bernama sama, wilayah ini sering disebut dengan nama Sao Paulo de Piratininga 'Sao Paulo yang terletak di Piratininga' dan sekolah agama tersebut bernama lengkap Real Colegio de Sao Paulo de Piratininga.
Perlu dicatat bahwa bangunan Colegio do Patio sampai sekarang masih ada dan termasuk salah satu dari sedikit bangunan yang tidak mengalami renovasi (baca: penghancuran dan pembuatan konstruksi baru).
Wilayah Sao Paulo mulai berkembang ketika Mem de Sa menjadi gubenur jendral dan mengisi wilayah tersebut dengan orang-orang dari Santo Andre da Borda do Campo, sebuah daerah di dekat Sao Paulo.Â
Pada tahun 1681 desa Sao Paulo diangkat menjadi desa kepala dan pada tahun 1711 diangkat menjadi kota. Kota ini kemudian menjadi pusat pasukan Bandeiras, yang tugas utamanya adalah menangkapi penduduk asli dan mencari sumber-sumber mineral.
Menurut catatan sejarah, pasukan Bandeiras bertanggung jawab atas pemusnahan penduduk asli yang menentang kekuasaan Portugis di Brasil dan perluasan teritori koloni Portugis terutama di bagian selatan dan barat dari Brasil.
Pada paruh kedua abad ke-19 dibangun jalur kereta api Santos-Jundai untuk menghubungkan kota Sao Paulo dengan Pelabuhan Santos. Adanya jalur kereta api ini membuat kota Sao Paulo menjadi penting, karena menjadi tempat persinggahan utama dari pelabuhan ke pusat-pusat perkebunan kopi.
Jalur kereta api ini pun membuat perekonomian kota Sao Paulo semakin meningkat, sehingga dalam waktu singkat terjadi pembangunan besar-besaran: jalan, kantor, hotel, restauran, rumah, dan lain sebagainya. Kedatangan imigran-imigran dari Italia, Portugis, Spanyol, Suriah-Libanon, Jepang, dan Yahudi bukan saja telah membuat laju perkembangan kota Sao Paulo semakin cepat, melainkan juga telah mengubah tatanan sosial masyarakat di kota itu.
Abad ke-19 dan awal abad ke-20 merupakan masa penting dalam proses modernisasi kota Sao Paulo. Elda Gonzalez pernah membuat catatan mengenai perkembangan kota Sao Paulo selama periode itu.Â
Pada tahun 1836 telah dibangun 10 paroki penting; pada tahun 1850 orang-orang kaya mulai memiliki kereta kuda dan pada tahun 1865 sudah ada kereta kuda yang disewakan; pada tahun 1863 mulai digunakan minyak tanah untuk lampu-lampu di jalan, beberapa tahun kemudian digunakan gas yang berasal dari batu bara, dan pada tahun 1898 sudah digunakan listrik untuk menerangi jalan.
Hasil dari produksi kopi merupakan salah satu pemasukan utama. Selama masa kolonisasi Portugis, keberhasilan produksi kopi di Brasil sempat menjadi cacatan hitam di dalam sejarah karena diimplentasikannya politik tanam paksa dan perbudakan orang-orang Afrika; bahkan perbudakan sempat terus "dipertahankan" untuk mendapatkan produksi kopi yang tinggi.Â
Perkebunan kopi, yang dimulai pada awal abad ke-19, telah mampu mencapai titik produksi yang sangat tinggi pada tahun 1860, dan pada tahun 1902 65% dari produksi kopi di Brasil berhasil diekspor. Perlu dicatat bahwa antara tahun 1870 sampai 1930 separuh dari kopi yang dikonsumsi di dunia berasal dari Brasil, bahkan tercatat bahwa selama awal abad ke-20 dua pertiga kopi yang dikonsumsi di dunia berasal dari Brasil. Mengenai produksi kopi, pada tahun 1870 Sao Paulo menghasilkan 16% dari produksi nasional dan pada tahun 1886 naik menjadi 40%.
Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, perkembangan kota (dan juga provinsi) Sao Paulo tidak lepas dari partisipasi para imigran yang berasal dari berbagai budaya dan benua. Kedatangan mereka memunculkan tenaga kerja (baru) yang terampil.Â
Jumlah imigran baru yang datang tidaklah sedikit. Elda Gonzalez mencatat bahwa antara tahun 1882 sampai 1930 tiba di Pelabuhan Santos 2.230.000 orang Eropa (41% berasal dari Italia, 18% berasal dari Portugal, dan 16% berasal dari Spanyol). Sejak tahun 1908 datang imigran dari Jepang, dan sampai tahun 1941 jumlah imigran Jepang mencapai 188.490 orang.
Kedatangan para imigran tersebut menjadi aspek penting dalam proses urbanisasi di kota-kota besar, salah satunya adalah Sao Paulo; bahkan telah menyebabkan terbentuknya komposisi baru penduduk Sao Paulo.Â
Menurut catatan sejarah, pada awal abad ke-20 dari 450.000 jiwa jumlah penduduk Sao Paulo yang tercatat pada waktu itu, sekitar 100.000 adalah imigran dari Italia, 40.000 adalah imigran dari Portugal, 10.000 adalah imigran dari Spanyol, 5.000 adalah imigran dari Suriah, 1.000 adalah imigran dari Prancis, Rusia, Jepang, Polandia, Turki, Inggris, Skandinavia, serta Amerika, dan sisanya (sekitar sepertiga dari seluruh jumlah penduduk) adalah orang Brasil.
Pada akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20 terjadi pembagunan kota secara besar-besaran dan bahkan cukup ekstrim, yaitu dengan melakukan penghancuran bangunan-bangunan, termasuk di dalamnya gereja utama di Sao Paulo. Di atas bangunan-bangunan yang dihancurkan itu dibangun gedung-gedung bertingkat; sementara di atas bagunan gereja utama yang telah dihancurkan dibangun gereja yang diberi nama Katedral Metropolitan Sao Paulo.Â
Dengan penghancuran tersebut, dapat dikatakan Sao Paulo adalah sebuah kota baru, termasuk budaya masyarakatnya. Sao Paulo diciptakan menjadi sebuah kota modern, kota metropolis, dengan pluralitas budaya yang begitu tinggi. Ini mungkin banyak yang tidak diketahui orang. Pada tahun 2013 Sao Paulo tercatat sebagai kota nomor ketujuh yang memiliki jumlah gedung terbanyak di dunia (mencapai 5676 gedung), di bawah Seoul dan di atas Shanghai.
Berdasarkan catatan sebuah majalah online (25/01/2019), Sao Paulo masuk peringkat ke-6 kota terpadat di dunia, memiliki wilayah metropolitan keempat terbesar di dunia, memiliki jumlah pertokoan terbanyak di Amerika Latin (500 pertokoan), menerima 11,3 juta turis per tahun, dan menyelenggarakan parade gay pride terbesar di dunia (dengan 3 juta partisipan).Â
Dalam dunia kuliner, dapat dikatakan bahwa Sao Paulo adalah salah satu kota kuliner terpenting di Amerika Latin, bahkan di dunia. Di kota ini ada lebih dari 12.000 restoran dan 6.000 di antaranya adalah restauran pizza.Â
Pizza adalah makanan terpopuler di Sao Paulo (nomor dua adalah sushi). Dalam sehari diproduksi lebih dari 1 juta pizza. Di kota ini ada 15.000 bar, jumlah yang ternyata melebihi London dan Paris.Â
Sao Paulo adalah salah satu dari dua kota di Amerika Latin (lainnya adalah Rio de Janeiro) yang restaurannya memiliki penghargaan Michelin. Di sini ada dua restauran yang mendapat penghargaan 2 bintang Michelin, 10 restauran yang mendapat penghargaan 1 bintang Michelin, 27 restauran yang mendapat penghargaan Bib Gourmand Michelin, dan 71 restauran yang mendapat penghargaan The Plate Michelin.
Dengan semua yang dimilikinya, Sao Paulo dapat dipastikan merupakan kota kapitalis terbesar di Amerika Latin.
Sao Paulo, 2 Juli 2019
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H