Mohon tunggu...
Evi Siregar
Evi Siregar Mohon Tunggu... Dosen - Dosen-peneliti

Bekerja di sebuah universitas negeri di Mexico City.

Selanjutnya

Tutup

Nature Artikel Utama

Mungkinkah Pohon Kamboja di Indonesia Berasal dari Meksiko?

15 Juni 2019   11:52 Diperbarui: 27 September 2021   05:22 298
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pohon Kamboja di Colima, Meksiko. Dok. Pribadi

Plumeria, yang di Indonesia dikenal dengan nama Kamboja atau Kemboja atau Semboja, adalah tanaman yang banyak dijumpai di Indonesia; bahkan bagi masyarakat Bali tanaman ini menjadi bagian yang tak terpisahkan dari upacara-upacara keagamaan.

Sebenarnya bukan hanya masyarakat Bali saja yang mengapresiasikan tanaman ini sebagai tanaman suci. Banyak masyarakat di Asia menganggap bahwa tanaman ini penting, terutama dalam praktek keagamaan (terutama budha dan hindu), seperti di India dan Laos. Itu sebabnya tanaman ini sering disebut dengan nama temple tree.

(Hampir) Semua orang tahu bahwa Plumeria bukanlah tanaman asli Indonesia, bahkan Asia, melainkan berasal dari daerah tropis dan sub-tropis benua Amerika, mulai dari Meksiko, Amerika Tengah, bahkan sampai Brazil.

Di antara rumpun keluarga tanaman plumeria, Plumeria Rubra adalah jenis plumeria yang paling terkenal. Di Meksiko nama-nama tanaman yang mengacu pada Plumeria Rubra sangat beragam, di antaranya (dalam bahasa daerah):

Cacalosuchil, Jacalosuchil, Cacalosuchil, Cacaloxochitl, Ahuaipuih, Campechana, Cunda, Chak-nikte, Chak-sabaknikte, Nikte, Sach-nicte, Suchil, Chiquinjoyo, Nopinjoyo, Cacajoyo, Popojoyo, Gui-an, Guia-bigoce, Guia-bixi-guii, Gui-chachas, Quiechacha, Guie-chachi, Yichiachi, Litie, Li-tie, Saugran, Uculhuitz, Acalztatsim, Tisaxochitl, Tlapalitos.

Dalam bahasa spanyol dikenal dengan nama-nama seperti: Alexandria, Bunga Gagak, Bunga Kuil, Mawar Putih, Lidah Banteng, Tongkat Telinga, dan Bunga Mei.

Dari nama-nama yang disebutkan di atas, mungkin yang perlu diberi catatan khusus adalah Cacalosuchil dan Cacaloxochitl. Tanaman Cacalosuchil (baca: ka-ka-lo-su-cil) mengacu pada plumeria rubra (taksonominya), yang dalam bahasa inggris disebut Mexican Plumeria dan dalam Bahasa Indonesia disebut Kamboja Merah; sementara dalam bahasa spanyol disebut Flor de mayo 'Bunga Mei' (katanya, karena pada umumnya berbunga pada bulan Mei). 

Menurut catatan, tanaman ini asli dari wilayah Meksiko, Amerika Tengah dan Venezuela, tetapi juga tersebar sampai ke Brazil. Namun demikian, Meksiko merupakan wilayah yang paling tinggi tingkat penyebaran tanaman ini (hampir ada di seluruh wilayah Meksiko).

Tanaman Cacaloxochitl (baca: ka-ka-lo-so-ci-tel) mengacu pada plumeria rubra acutifolia dan plumeria rubra rubra (taksonominya), yang dalam bahasa inggris disebut White Frangipani; sementara dalam bahasa spanyol disebut Bunga Gagak yang merupakan terjemahan dari Cacaloxochitl (cacalote 'gagak' dan xochitl 'bunga').

Cacaloxochitl adalah varian dari Cacalosuchil, dan hanya ada di beberapa tempat di Meksiko, Medellin, Granada, Sao Paulo, dan Rio de Janeiro.

Pohon Kamboja di Colima, Meksiko. Dok. Pribadi
Pohon Kamboja di Colima, Meksiko. Dok. Pribadi
Cacalosuchil dan Cacaloxochitl sudah dikenal dalam masyarakat Nahua, Zapotek, Maya, dan Mexica. Kedua tanaman (terutama bunganya) menjadi bagian yang penting dalam dunia pengobatan tradisional dan ritual mereka. 

Di dalam buku The Libellus de Medicinalibus Indorum Herbis (dikenal dengan nama Codex Cruz-Badiano atau Codex Barberini atau Manuskrip Badianus yang ditulis pada tahun 1522) yang merupakan catatan tentang dunia pengobatan tradisional masyarakat Aztek, ditulis bahwa bunga Cacaloxochitl digunakan sebagai obat jampi-jampi untuk mengobati rasa terkejut atau menghilangkan rasa takut. 

Getah pohon Cacaloxochitl digunakan untuk menyembuhkan luka, sementara bunga, getah dan kulit batangnya digunakan sebagai obat batuk, batuk rejan, asma. Disebutkan pula bahwa pada upacara ritual disiapkan minuman (untuk kepala suku) air kakao yang beraroma bunga Cacaloxochitl.

Ana Velazco dan Debra Nagao pernah menulis sebuah catatan yang cukup menarik. Dalam masyarakat mexicas, bunga (terutama yang memiliki aroma yang semerbak) dianggap sebagai bayangan dewa. 

Beberapa jenis bunga yang harum semerbak, terutama bunga-bunga yang berkembang pada musim panas seperti Tlilxochitl (Vanila) dan Cacaxochitl, dapat mengobati rasa letih.

Mengenai Cacaloxochitl, Ana Velazco dan Debra Nagao menyebutkan bahwa tanaman ini begitu dihargai dan disebutkan dalam nyanyian ritual. Bunga Cacaloxochitl biasa diberikan sebagai hadiah kepada seseorang yang mendapat kedudukan penting dalam masyarakat dan juga dapat dijadikan sebagai upeti, serta ditanam di kebun raja. Ketika agama katolik tersebut di Meksiko, bunga ini dijadikan hiasan salib.

Sampai di sini, mungkin di dalam benak kita muncul satu pertanyaan: apakah tanaman Kamboja yang ada Indonesia berasal dari Meksiko? Ada dua catatan penting yang bisa kita jadikan sebagai acuan.

Pertama, mengenai jenis tanaman Plumeria yang dibudidayakan di Kepulauan Hawaii. Menurut catatan, jenis tanaman Plumeria itu berasal dari hutan di wilayah selatan Meksiko. Tanaman itu pertama kali ditemukan oleh orang-orang Eropa pada pertengahan abad ke-19. 

Pada tahun 1860 Wilhelm Hillebrand, seorang dokter berkebangsaan Jerman yang kemudian menjadi ahli botani, membawa tanaman tersebut ke Kepulauan Hawaii. Dia bekerja pada pemerintah di sana sampai tahun 1871.

Atas nama pemerintah Hawaii Wilhelm Hillebrand melakukan perjalanan ke Asia dan Hindia Timur pada bulan April 1865. Tujuannya melakukan perjalanan tersebut adalah untuk menemukan sumber tenaga kerja untuk perkebunan tebu, belajar tentang perawatan terbaru terhadap penyakit lepra, dan mengumpulkan (dan membawa) tanaman dan hewan ke Kepulauan Hawaii.

Apakah Wilhelm Hillebrand yang membawa tanaman Plumeria yang dibudidayakan di Kepulauan Hawaii ke Asia dan Hindia Timur (termasuk ke Indonesia)? Mungkin saja. Sayangnya, tidak banyak banyak informasi tentang perjalanan Wilhelm Hillebrand ke Asia dan Hindia Timur.

Kedua, tentang rute perdagangan antara Filipina (Manila) dan Meksiko (Acapulco, Nayarit dan Baja California Selatan) dari tahun 1565 sampai 1821, yang mana rute utamanya adalah Manila-Acapulco. 

Rute perdagangan ini dikenal dengan nama Galiung Manila atau Galiung Manila-Acapulco, yang melewati Samudra Pasifik. Sebagai catatan tambahan, pada abad ke-18 ditemukan rute ke Hawaii.

Selama lebih dari dua ratus tahun, kapal layar Galiung Manila membawa barang-barang untuk diperdagangkan di Asia, Eropa dan Amerika, seperti rempah-rempah (terutama lada, cengkeh, dan kayu manis), porselen, gading, tekstil (terutama dari bahan sutra), barang-barang kerajinan Cina dan Jepang, karpet Persia, dan lain-lain. 

Alberto Zapatero menuliskan bahwa paling tidak antara tahun 1765-1784 ada rencana meningkatkan perdagangan produk-produk Filipina ke Spanyol dan Spanyol Baru (Meksiko). Menurut Carmen Yuste, yang dimaksud produk-produk Filipina pada masa itu termasuk juga barang-barang dari Batavia dan Kanton.

Rute perdagangan Manila-Acapulco melalui Galiung Manila merupakan kontak langsung antara Meksiko dengan Asia Tenggara, termasuk kontak "langsung" antara Batavia dan Acapulco. Meskipun tidak disebutkan secara mendetail barang-barang yang dibawa dari Asia dan dari Meksiko, kemungkinan besar terjadi pertukaran berbagai macam hal, termasuk tanaman.

Satu bukti, misalnya, di dekat wilayah Acapulco dan Manzanillo (juga merupakan kota pelabuhan dan titik kontak dengan Asia) kita bisa menemukan buah nangka. Ini artinya ada pohon nangka di sana. Kita tahu bahwa pohon nangka adalah asli Asia Tenggara (Indonesia), walaupun ada yang mengatakannya dari India. 

Sekarang ini buah nangka kadang-kadang dijual di supermarket di Mexico City dengan nama Yaca. Namun, kemungkinan besar nama itu diambil langsung dari bahasa inggris jackfruit. Kalau kita bertanya kepada orang yang lebih tahu tentang buah ini, mereka menyebut dengan nama pan de arbol (pan 'roti' dan arbol 'pohon').

Kembali ke pertanyaan kita di atas: apakah tanaman Kamboja atau Kemboja atau Semboja yang ada di Indonesia berasal dari Meksiko. Kalau melihat catatan di atas, kemungkinan besar pohon tersebut berasal dari Meksiko. Siapa yang membawanya? Apakah Wilhelm Hillebrand atau sudah dibawa di dalam kapal Galiung Manila? 

Bisa jadi dibawa oleh Wilhelm Hillebrand, bisa jadi juga Galiung Manila, atau bisa jadi juga keduanya. Sayang sekali belum ditemukan data yang akurat untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut. 

Namun, satu hal yang perlu ditambahkan di sini adalah bahwa di wilayah Yucatan (tenggara Meksiko), pohon Kamboja juga menghiasi pekuburan di sana. Satu kebetulankah?

Mexico City, 14 Juni 2019

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun