Heideger lama menggali konsep tentang "Ada" dalam pengertian tradisional Plato hingga pandangan filsafat eksistensialisme. Bahkan Heideger sempat melahirkan karya terkenal Being and Time
Namun dalam memahami filsafat eksistensialisme Heideger tidak pula berpijak pada autentisitas tapi pada kebebasan. Ia sepemikiran dengan Startre dan Albert Camus yang cenderung atheis
Filsuf eksistensialisme yang berada di kubu religius atau kubu agama yakni Soren Kierkegard, Karl Jasper dan Gabriel Marcel. Melalui pandangan eksistensialisme yang berpijak pada autentisitas mereka selalu bergerak menuju Tuhan.
Kendati begitu, seluruh filsuf eksistensialis berpegang pada doktrin fundamental yakni eksistensi mendahului esensi. Artinya manusia terlebih dahulu bereksistensi, berkiprah di dunia dan baru sesudah itu mendefinisikan dirinya.
Para pengikut eksistensialis biasanya berpikir bagaimana sesuatu yang ada dapat berada dan untuk apa ada. Etika eksistensialis terbilang positif dalam memandang hidup, tidak seperti nihilsme yang menganggap hidup itu tak berarti.
Etika eksistensialis mendorong manusia untuk hidup dan bereksistensi, mencari makna kehidupan, merubah sesuatu yang dianggap tak dapat dirubah, belajar sesuatu yang baru, bekerja, semua dilakukan demi kelangsungan hidup. (said mustafa husin)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H