"Total keseluruhan luas situs Liyangan sekitar 159 hektar," kata arkeolog Sugeng Riyanto
Ada catatan menarik dari situs Liyangan yang tidak ditemukan pada situs lainnya. Selain bangunan candi dan patirthaan, situs Liyangan juga meninggalkan jejak hunian. Ini tidak saja terlihat dari temuan artefak, tapi jejak hunian juga terlihat dari sumber data ekofak, seperti persawahaan, jalan selebar enam meter dan bangunan hunian
Perjalanan sejarah Liyangan memang cukup panjang mulai dari abad 2 masehi hingga meletusnya Gunung Sindioro di abad ke 11. Karena itu dari artefak yang ditemukan banyak sekali ditemukan guci dari dinasti Tang yang memerintah Topongkok pada abad 8 -9 masehi.
Guci dan artefak lainnya ditemukan di kediaman warga. Sayangnya dari reruntuhaan bangunan candi hanya menyiskaan yoni, karena itu candi yang dipugar tidak dilengkapi lingga. Arca Nandi yang seharusnya berada di puncak candi utama tidak terlihat
"Semua arca di kawasan ini tidak ditemukan," kata arkeolog Sugeng Riyanto
Ini sebenarnya terjadi hampir di semua situs. Puing batu andesit yang berserakan hanya berupa yoni tidak ada lingga. Arca-arca sering diperjualbelikan warga kepada kolektor. Apalagi situs Liyangan ini ditemukan warga penambang pasir pada 2008 lalu.
Kala itu warga menemukan talut dari batu andesit, di dekat talut ada yoni tapi lingganya tidak ditemukan. Di atas yoni ini diperkirakan dulunya arca Nandi atau juga Ganesha.
Sejak laporan warga 2008 lalu, Balai Arkeologi Yogyakarta dan Jawa Tengah mulai melakukan ekskavasi penyelamatan
"Penggalian dimulai 2010 lalu," kata arkeolog Sugeng Riyanto
Sebenarnya dalam catatan kolonial Belanda ada temuan artefak logam di Liyangan pada 1911. Dugaan kian menguat ketika ditemukan batu dan komponen bangunan candi saat penggalian PDAM pada 1991. Namun ekskavasi penyelamatan baru dimulai 2010 lalu