Carut marut perdamaian dunia tampaknya akan terus berlangsung. Ini disebabkan kesalahan awal dalam pendirian organisasi bangsa-bangsa sedunia, United Nations Organization (UNO) atau lebih kita kenal dengan PBB
Ketika berdiri 24 Oktober 1945 lalu, PBB beranggotakan 51 negara. Namun demikian, ada lima negara pendiri dan anggota tetap Dewan Keamanan PBB yang diberikan hak veto. Lima negara itu, Amerika Serikat, Rusia( dulu Uni Sovyet), Inggeris, Perancis dan China.
Hak veto untuk lima negara ini diatur dalam pasal 27 piagam PBB. Lewat hak veto kelima negara ini berhak membatalkan keputusan, ketetapan, rancangan peraturan dan undang-undang atau resolusi PBB. Kewenangan inilah yang kini mulai dirasakan pahit.
Bagaimana tidak, selama kurun waktu 57 tahun sejak berdiri 1945 lalu, Rusia sudah mengunakan hak veto sebanyak 122 kali, Amerika 81 kali, Inggeris 32 kali, Perancis 18 kali dan China 5 kali. Hanya dalam kurun 57 tahun hak veto sudah digunakan sebanyak 258 kali.
Hak veto ini diberikan mulanya untuk melindungi kepentingan negara pendiri seperti Amerika, Rusia, Inggeris, Perancis dan China. Namun melihat realitas saat ini, penggunaan hak veto sudah sangat jauh atau bertentangan dengan asas keadilan.
Misalnya Amerika. Negara adi kuasa ini  beberapa kali menggunakan hak veto untuk membuka jalan bagi Israel melancarkan perang. Bahkan berulangkali Amerika menggunakan hak veto untuk membela Israel dalam melakukan pembangkangan terhadap implementasi resolusi PBB.
Karena itu, tidak salah kalau Staf Senior Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Mimin Dwi Hartono menilai hak veto yang dimiliki lima anggota tetap Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa membuat PBB menjadi tidak demokratis.
Bayangkan lima negara pemegang hak veto, bisa dengan semena-mena atau dengan begitu saja membatalkan keputusan anggota lain. Tentu ini sudah tidak lagi relevan dengan dinamika yang terus terjadi di berbagai negara saat ini.
Sebagai contoh bisa disimak dari penggunaan hak veto oleh Amerika baru-baru ini. Penggunaan hak veto Amerika itu dirasakan sangat mencederai asas keadilan yakni membatalkan resolusi DK PBB yang mengecam keputusan Presiden Donald Trump mengakui Yerusalem sebagai ibukota Israel.
Padahal komposisi kala itu, 128 negara termasuk Indonesia mendukung resolusi itu, sembilan negara menentang resolusi dan 35 negara abstain. Namun Amerika menggunakan hak veto membatalkan resolusi itu. Ini tentu sangat memprihatinkan.
Dari kesewenangan menggunakan hak veto ini dikhawatirkan akan membuat perdamaian dunia tidak kunjung terwujud. Apalagi hak veto yang digunakan sering mengesankan rendahnya penghargaan negara pemegang hak veto terhadap keputusan bersama yang disepakati banyak negara anggota.
Namun demikian, penghapusan hak veto di PBB bukanlah langkah mudah. Setidaknya harus ada persetujuan dari negara pemegang hak ini. Langkah awal tentu akan lebih baik ada kesepakatan negara anggota untuk mengeluarkan limitasi atas regulasi penggunaan hak veto di PBB.
Rasanya inilah langkah untuk menuju penghapusan hak veto. Jika langkah ini tidak segera dilakukan sangat dikhawatirkan penggunaan hak veto akan semakin liar dan merajalela. Ini tentu akan berdampak pada merebaknya perseteruan kepentingan negara anggota.
Indonesia sebenarnya sudah mengambil sikap mendukung usulan penghapusan hak veto di PBB. Sikap Indonesia ini disampaikan Dirjen Multilateral Kemetrian Luar Negeri, Hasan Kleib awal 2016 lalu.
Seperti dilansir banyak media, Hasan menegaskan Indonesia sangat mendukung reformasi DK PBB termasuk penghapusan hak veto. Hasan menilai hak veto sangat tidak demokratis. Selain itu menurut Hasan hak veto jelas tidak mewakili suara anggota PBB.
Indonesia kata Hasan hanya setuju kalau hak veto digunakan untuk genosida atau etnic cleansing yang sangat buruk karena akan berdampak pada penghapusan salah satu etnis di dunia. Namun  sampai kini keinginan Indonesia untuk penghapusan hak veto di PBB masih jauh untuk terwujud.
Sungguh, sulit dibayangkan jika penghapusan hak veto gagal. Semakin hari penggunaan hak veto akan berdampak pada tergerusnya legitimasi PBB. Apalagi hak veto selalu dimanfaatkan untuk kepentingan negara pemegang hak veto. Hak veto digunakan bukan untuk hal-hal yang berkaitan dengan asas keadilan dan kepentingan negara anggota lainnya. Â
Buruknya lagi, negara pemegang hak veto tidak jarang saling mengancam menggunakan hak veto untuk saling unjukkan taring. Ancaman mengunakan hak veto sering juga disampaikan dalam forum tertutup ( closet veto) Â oleh negara pemegang hak veto agar kepentingan negaranya disetujui.
Tapi yang paling sering dilakukan hak veto digunakan untuk melindungi negara mitra dari pemegang hak veto seperti hak veto Amerika untuk membela Israel. Akibatnya terjadi pembangkangan Israel terhadap implementasi resolusi 271, 298, 452, dan 673 beberapa tahun lalu.
Kalau disimak tujuan utama dibentuknya PBB jelas sekali hak veto yang dikeluarkan selama ini sudah menyimpang jauh. Tujuan utama PBB adalah menjaga perdamaian dan keamanan dunia, Selain itu, PBB bertujuan memajukan dan mendorong hubungan persaudaraan antarbangsa melalui penghormatan hak asasi manusia.
Tujuan lainnya, membina kerjasama internasional dalam pembangunan bidang ekonomi, sosial, budaya, dan lingkungan. PBB juga bertujuan menjadi pusat penyelarasan segala tindakan bersama terhadap negara yang membahayakan perdamaian dunia.
Bahkan PBB bertujuan menyediakan bantuan kemanusiaan apabila terjadi kelaparan, bencana alam, dan konflik bersenjata. Namun yang terjadi selama ini hak veto yang digunakan seperti mengabaikan tujuan utama PBB ini
Apalagi kalau hak veto dikaitkan dengan asas yang dianut PBB. Â Dalam asas PBB disebutkan semua anggota mempunyai persamaan derajat dan kedaulatan. Setiap anggota akan menyelesaikan segala persengketaan dengan jalan damai tanpa membahayakan perdamaian, keamanan dan keadilan,
Bahkan dalam asas PBB disebutkan setiap anggota memberikan bantuan pada PBB sesuai Piagam PBB, dan PBB tidak boleh mencampuri urusan dalam negeri negara lain. Inilah yang memprihatinkan. Realitas di PBB selama ini, hak veto justeru digunakan untuk hal yang bertentangan dengan tujuan dan asas PBB itu sendiri.
Karena itu, sudah pada tempatnya Indonesia mendukung dan menggalang dukungan untuk penghapusan hak veto karena hak veto PBB sudah waktunya dihapuskan. Jika tidak, perdamaian dunia tidak akan pernah terwujud.(Said Mustafa Husin)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H