Berbagai analisa dan spekulasi muncul paska kunjungan Presiden Filipina Rodrigo Duterte ke China Kamis (20/10/2016). Bisa jadi kunjungan Duterte ini menjadi menarik untuk dibahas karena Filipina dan China sebelumnya terlibat sengketa teritorial Laut China Selatan.
Sengketa berebut kawasan-kawasan mahal di Laut China Selatan ini sebenarnya melibatkan banyak negara. Namun Filipina hanya menggugat China atas klaimnya di Laut China Selatan. Gugatan ini di gelar di Mahkamah Arbitrase UNCLOS di Denhag, Belanda.
Filipina konon telah memenangkan sebagian gugatannya. Namun demikian China tetap bersikukuh tidak mengakui keabsahan lembaga Mahkamah Arbitrase UNCLOS ini. China tetap mengklaim terutama kepulauan Spratly yang pernah masuk dalam wilayah Provinsi Guangdong pada 1947 lalu.
Meskipun lagi dilanda sengketa teritorial, Rodrigo Duterte tetap berkunjung ke China. Ia berangkat bersama hamper 200 pengusaha Filipina. Duterte juga bertemu dengan Presiden Xi Jinping. Dalam pertemuan yang digelar di Balai Rakyat di Beijing, China itu, kedua negara membahas hubungan kerjasama bilateral salah satunya bidang perdagangan.
Ada yang mengejutkan dalam kunjungan Duterte ke China ini. Duterte dengan lantang mengumumkan bahwa negaranya akan berpisah dengan Amerika. “Saya mengumumkan perpisahan saya dari Amerika Serikat,” kata Duterte sementara Wakil Perdana Menteri China Zhang Gaoli berdiri di sampingnya di ibukota, Beijing. (VOA Indonesia 20/10/2016)
Tidak itu saja, Duterte juga mengatakan akan berangkat ke Rusia berbicara dengan Vladimir Putin dan mengatakan ada tiga kekuatan yang akan melawan dunia yakni China, Filipina dan Rusia. Tentulah pernyataan Duterte ini membuat masyarakat dunia bertanya-tanya, apa sebenarnya yang tengah diinginkan Duterte.
Rodrigo Duterte ini memang seorang politikus kawakan di Filipina. Ia pernah menjadi Walikota Davao dengan masa jabatan paling lama di Filipina selama 7 priode. Kota Davao terletak di Pulau Mindanao dan termasuk kota yang sangat tinggi tingkat urbanisasinya . Di kota ini Duterte juga pernah menjadi anggota kongres.
Masa kecil Duterte tidaklah sulit. Ia lahir dari ayah seorang pengacara bahkan Duterte juga seorang pengacara ternama di Filipina. Karena itu ketika Dutete melayangkan gugatan ke Mahkamah Arbitrase Inernasional di Denhag, Belanda, banyak warga Filpina yakin Duterte akan berhasil memenangkannya.
Hanya saja, saat Duterte melontarkan pernyataan keras di China sebagian rakyat Filipina ternyata ada juga yang kurang setuju. Mereka masih ingin bantuan militer Amerika. Ini dibuktikan dari hasil jajak pendapat yang digelar lembaga nirlaba di Filipina, Social Weather Stations.
Meski demikian, ada juga rakyat Filipina yang sepaham dengan pernyataan Duterte ini. Bahkan warga yang sepaham dengan pernyataan Duterte ini menggalar aksi demo di depan keduataan Amerika di Manila, Filipina. Aksi demo yang didukung hampir 1000 warga ini sempat membuat sejumlah demonstran terluka.
Semua ini menjadi semakin menarik karena pernyataan keras Duterte di China itu ternyata diklarifikasi lagi oleh Menteri Pedagangan Filipina, Ramon Lopez. Lopez menyatakan kerjasama ekonomi Filipina – Amerika tetap akan bejalan baik. Filipina tidak akan menghentikan aktivitas ekonomi dan perdagangan dengan Amerika.
Menyimak ini, tentulah akan semakin sulit membaca manuver-manuver politik yang tengah dimainkan Duterte di kancah internasional. Apalagi beberapa waktu lalu, Duterte juga pernah menyerang Presiden Barack Obama dengan sindiran pedas yang sangat privacy.
Lantas apa sebenarnya yang diinginkan Duterte. Mungkinkah cara ini untuk membentuk wataknya dalam menghadapi pergaulan internasional. Seperti kata filsuf Jerman,Goethe, bakat terbentuk dalam gelombang kesunyian sedangkan watak terbentuk dalam riak besar kehidupan. Nah, Duterte mungkin saja tengah membangun riak besar dalam kehidupannya. (esemha)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H