Ada sejumlah pasal dalam UU nomor 41 tahun 1999 tentang Kehutanan yang dinilai telah merugikan masyarakat hukum adat bahkan secara tidak langsung telah merampas hak-hak masyarakat hukum adat. Pasal-pasal itu telah dilakukan uji materi atau judicial review di Mahkamah Konstitusi tahun 2012 lalu. Kendati hasilnya sangat menggembirakan masyarakat hukum adat, namun banyak daerah justeru tidak menindaklanjuti keputusan ini, akhirnya masyarakat hukum adat jadi kecewa.
Daerah yang tidak menindaklanjuti keputusan MK ini terlihat dari sikap daerah yang sampai saat ini belum menyusun peraturan daerah (perda) tentang pengukuhan keberadaan masyarakat hukum adat. Padahal undang-undang nomor 41 tahun 1999 tentang Kehutanan telah mengamanatkan pengukuhan keberadaan masyarakat hukum adat ditetapkan dengan peraturan daerah. Akibatnya masyarakat hukum adat di daerah yang belum menyusun perda tidak bisa menggunakan haknya terhadap hutan adat.
Uji materi undang-undang nomor 41 tahun 1999 tentang Kehutanan ini digelar tahun 2012 lalu dengan pemohon Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN), Kesatuan Masyarakat Hukum Adat Kenegerian Kuntu dan Kesatuan Masyarakat Hukum Adat Kasepuhan Cisitu. Permohonan pengujian terutama pasal 1 angka (6), pasal 4 ayat (3), pasal 5 ayat (1) ayat (2) ayat (3) ayat (4) dan pasal 67 ayat (1) ayat (2) dan ayat (3).
Permohonan dikabulkan sebagian yakni pasal 1 angka (6), pasal 4 ayat (3), pasal 5 ayat (1) ayat (2) dan ayat (3). Sedangkan permohonan yang ditolak pasal 5 ayat (4) dan pasal 67 ayat (1) ayat (2) dan ayat (3). Pasal 1 angka (6) yang sebelumnya berbunyi hutan adat adalah hutan negara yang berada dalam wilayah masyarakat hukum adat. Dari keputusan itu kata “negara” dihlangkan sehingga pasal 1 angka (6) berbunyi hutan adat adalah hutan yang berada dalam wilayah masyarakat hukum adat.
Sedangkan pasal 4 ayat (3) yang sebelumnya berbunyi penguasaan hutan oleh negara tetap memperhatikan hak masyarakat hukum adat sepanjang kenyataannya masih ada dan diakui keberadaanya serta tidak bertentangan dengan kepentinga nasional. Dalam amar putusan MK dirubah menjadi penguasaan hutan oleh negara tetap memperhatikan hak masyarakat hukum adat, sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia yang diatur dalam undang-undang.
Hanya saja kini yang menjadi masalah, banyak daerah belum lagi melakukan pengukuhan keberadaan masyarakat adat seperti yang diamanahkan UU nomor 41 tahun 1999 tentang Kehutanan. Sehingga masyarakat adat di daerah yang belum mendapatkan pengukuhan keberadaan lewat perda belum bisa menggunakan haknya sebagaimana diatur dalam Keputusan MK nomor 35/PUU-X/2012. Tentu saja keputusan yang semula menggembirakan itu akhirnya berubah menjadi kekecewaan.
Surat edaran nomor SE.I/Menhut-II/2013 tentang Putusan MK nomor 35 tahun 2012 itu juga sudah dikirmkan kepada Gubernur, Bupati/Walikota, Kepala Dinas Provinsi, Kabupaten/Kota yang membidangi kehutanan seluruh Indonesia. Namun banyak juga daerah yang belum melakukan pengukuhan keberadaan masyarakat hukum adat lewat perda. Akibatnya tentu saja masyarakat hukum adat kehilangan haknya atas hutan adat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H