Mohon tunggu...
Mohammad Djaya Aji Bima Sakti
Mohammad Djaya Aji Bima Sakti Mohon Tunggu... Guru - Mahasiswa

Life is your choice :)

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Telaah Teori Islamisasi Pengetahuan Kontemporer Menurut Syed Naquib Al Attas dan Faruqi

21 Oktober 2019   10:00 Diperbarui: 21 Oktober 2019   12:50 929
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Abtrak

Perkembangan paham dan gagasan sekulerisasi di Barat sangatlah cepat dan memiliki dampak yang nyata dalam kehidupan masyarakat dunia. Paham tersebut mulai merusak aqidah dan sistem kehidupan lainnya, seperti ilmu pengetahuan. Di Barat ilmu pengetahuan dipisahkan dari agama sebagai inti didalamnya, mereka berpendapat bahwa dengan pemisahan tersebut ilmu akan semakin cepat berkembangnya. 

Namun hal ini kemudian menuai beberapa kritik dan reaksi dari tokoh cendikiawan muslim, Al-Attas dan Faruqi misalnya. Mereka kemudian mencetuskan sebuah ide dan gagasan baru tentang kebutuhan akan islamisasi ilmu pengetahuan kontemporer yang telah berkembang. 

Kemudian dalam makalah singkat ini akan dipaparkan biografi kedua tokoh tersebut dan teori islamisasinya, selanjutnya akan didapatkan klasifikasi antara dua konsep dan teori islamisasi tersebut.
Kata kunci: Islamisasi, Al-Attas, Al- Faruqi

Pendahuluan

Berbicara mengenai Islamisasi ilmu pengetahuan bukanlah hal yang baru dalam era intelektual ini. Dalam arus sekularisasi yang semakin merajarela ini, Islamisasi Ilmu Pengetahuan muncul dan memberikan sumbangsih baru pada pembahasan ilmu secara epistimologi dan methodologi.  

Islamisasi memiliki dasar pijakan yang membedakan mereka dengan konsep ilmu yang ada di Barat, setidaknya ada tiga landasan yaitu Tauhid sebagai landasan utama sebuah keilmuan, kemudian konsep tentang Rasulullah sebagai Nabi dan Utusan dari Allah Yang Maha Esa dan juga kepercayaan kepada hari akhir. 

Hal inilah yang kemudian menjadi perbedaan dengan konsep ilmu yang ada di Barat dengan berbagai macam doktrin sekularnya yang telah banyak merasuk pada perkembangan ilmu secara menyeluruh.  

Gagasan baru Islamisasi yang berkaitan dengan ilmu pengetahuan menjadi jawaban dan pembahasan penting dalam menanggapi arus globalisasi sekularisme Barat. Banyak ilmuwan muslim merumuskan konsep-konsep serta dasar pijakan dalam sebuah proses Islamisasi tersebut.

Konsep dan proses Islamisasi dianggap penting oleh sebagian ilmuwan muslim yang ada, diantara ilmuwan tersebut terdapat dua tokoh ilmuwan yang identik dengan istilah Islamisasi ilmu pengetahuan. Mereka adalah Syed Naquib Al-Attas dan Ismail Raji Al-Faruqi, masing-masing dari kedua tokoh ini memiliki konsep dalam islamisasi tersebut. 

Maka dalam makalah singkat ini akan dikaji sudut pandang kedua tokoh diatas dalam sebuah konsep Islamisasi mereka. Sehingga dapat dibandingkan persamaan dan perbedaan konsep tersebut guna perkembangan proses islamisasi pada era kontemporer ini.

Biografi Al-Attas

Seorang cendikiawan muslim terkenal yang memiliki nama lengkap Syed Muhammad Naquib bin Ali bin Abdullah bin Muhsin al-Attas lahir pada tahun 1931 di Bogor, Jawa Barat. Berasal dari keluarga pasangan Syed Ali Al-Attas (Johor Bahru, Malaysia) dan Sharifah Raguan Al-Aydrus (Bogor, Jawab Barat, Indonesia).  

Keluarga tersebut merupakan salah satu keluarga terhormat, hal itu disebutkan oleh Wan Mohd Nor dengan menyatakan bahwa keluarga Al-Attas memiliki silsilah yang bisa ditelusuri hingga sampai kepada Nabi Muhammad Saw. ia merupakan keturuan ke 37 dari keturuan Husein r.a. Selain itu kakeknya  juga dikenal sebagai salah seorang wali di Jawa dan neneknya juga merupakan saudara dari ratu Johor.

Syed Muhammad Naquib Al-Attas merupakan salah satu filsuf kontemporer Malaysia, juga seorang teolog dan tokoh pemikir yang telah melahirkan banyak karya dalam ranah agama, seperti hal-hal mengenai metafisika, teologi, pendidikan, arsitekt dan lain sebagainya.  Ia menempuh beberapa jenjang akademik dibeberapa negara, pada tahun 1975 dia dianugrahi penghargaan pada kekaisaran Iran dalam ilmu filsafat karena kontribusinya yang dianggap luar biasa dalam bidang filsafat komperatif. 

Selain itu Al-Attas merupakan konsultan utama dalam salah satu Festival Islam Dunia (The World of Islam Festival) yang diadakan di Inggris pada tahun 1976. Kemudian pada sebuah konferensi perdana dalam pendidikan Islam yang diadakan di kota Mekkah pada tahun 1977, Al-Attas menjadi salah seorang pembicara dan peserta aktif. 

Selain itu Al-Attas mendapatkan gelar Profesornya di Universitas Temple Philadelpia, kemudian sempat mendapatkan penghargaan dari Presiden Pakistan Muhammad Zhiaul Haq berupa medali peringatan tahunan, Iqbal Centenary Commemorative Medal.

Sebagai seorang cendikiawan Al-Attas memiliki beberapa karya seperti: Rangkaian Ruba'iyat (Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka, 1959), Some Aspects of Sufism as Understood and Practised among the Malays (Singapore: Malaysian Sociological Research Institute, 1963), Islam dalam Sejarah dan Kebudayaan Melayu (Kuala Lumpur: Universiti Kebangsaan Malaysia, 1972), 

Comments on the Re-Examination of al-Raniri's Hujjat al-Siddiq: A Refutation (Kuala Lumpur: Museum Department, 1975), Prolegomena to The Methaphysics of Islam, (Kuala Lumpur: ISTAC, 1995), Islam and Secularism (Kuala Lumpur: ISTAC, 1993), 

The Concept of Education in Islam (Kuala Lumpur: ABIM, 1980 yang kemudian dicetak ulang, Kuala Lumpur: ISTAC), A Commentary on the Hujjat al-Siddiq of Nur al-Din al-Raniri: Being an Exposition the Salient Points of Distinction between the Positions of the Theologians, the Philosophers, the Sufis and the Pseudo-Sufis on the Ontological Relationship between God and the World and Related Questions (Kuala Lumpur: Malaysian Ministry of Culture, 1986) dsb.

Biografi Al-Faruqi

Tokoh selanjutnya adalah Ismail Raji Al-Faruqi, ia lahir di Palestina tepatnya disalah satu daerah bernama Jaffa pada tanggal 1 Januari 1921. Ia merupakan keturunan dari Abd al-Huda al-Faruqi. Ismail Raji Al-Faruqi, mendapatkan pendidikan agama lewat kedua orangtuanya semenjak kecil dan dari pembelajarannya di masjid didaerahnya.  

Dalam perjalanan karir akademiknya menempuh pendidikan awalnya di Sekolah Katholik Perancis College des Ferese, Libanon. Di kampus tersebut menggunakan bahasa pengantar bahasa Prancis, kemudian di American University, Bairut, Lebanon, Jurusan Filsafat. Pada tahun 1941, ia meraih Bachelor of Arts (BA). 

Karena kepemimpinannya yang menonjol, Empat tahun kemudian al-Faruqi diangkat menjadi gubernur di propinsi Galelia, Palestina, pada usia 24 tahun. Akan tetapi jabatan tersebut tidak bertahan lama karena tahun 1947 propinsi tersebut berhasil direbut oleh Israel. Setahun setelah kejadian tersebut mengharuskan al-Faruqi hijrah ke Amerika.  Selain itu ia juga menamatkan studinya di Universitas Al-Azhar Kairo untuk lebih mendalami keilmuan Islamnya.  

Ismail Raji Al-Faruqi terkenal sebagai salah satu pemikir yang memiliki bidang khusus dalam perbandingan agama, namun selain itu ia aktif sebagai salah seorang ilmuwan dan mendapatkan gelar profesornya dalam bidang Dirosah Islamiyah di McGill University kemudian juga merupakan salah seorang profesor di Karachi's Central Institute of Islamic Research. 

Ia juga merupakan salah seorang ilmuwan muslim yang memberikan konsep dalam Islamisasi Ilmu Pengetahuan bersama dengan ilmuwan lainnya seperti Dr. Abdul Hamid Abu Sulayman dan Syeikh Taha Jabir al-Alwani di Internasional Islamic University Malaysia (IIUM).  Semasa hidupnya Faruqi banyak meninggalkan karya tulis. 

Tercatat tidak kurang dari 100 artikel dan 25 judul buku, yang mencakup berbagai persoalan, antara lain, etika, seni, sosiologi, kebudayaan, metafisika dan politik. Di antara bukunya adalah : 

Ushl al-Syahyuniyah fi al-Dn al-Yahdi (1963), Historical Atlas of Religion of the World (1974), Islamic and Culture (1980), Islamization of Knowledge General Principles and Work plan (1982), Tauhid Its Implications for Thought and Life (1982), Cultural Atlas of Islam (1986), Christian Ethics, Trealogue of Abraham Faith, dan Atlas of Islamic Culture and Civilization.

Teori Islamisasi Al-Attas

Definisi Islamisasi

Syed Naquib Al-Attas merupakan salah satu cendikiawan muslim yang mempromosikan konsep Islamisasi ilmu pengetahuan, namun berbeda dengan cendikiawan lainnya Al-Attas menyebut proses Islamisasi tersebut dengan Islamization of Contemporary Knowledge atau Islamization of Present-Day Knowledge.  Selain itu menurut Al-Attas kata Islamisasi memiliki serapan dari bahasa arab yang sering disebut Aslamah, Islamiyat al-Ma'rifah atau aslamatil 'ulum al-Mu'asyiroh. 

Kata tersebut bagi Al-Attas sangat cocok dalam istilah Islamisasi karena kata mu'asyiroh mewakili makna dari proses sekularisasi ilmu yang ada di Barat, terutama pada ilmu-ilmu kontemporer, selain itu penempatan kata 'ilmu dianggap dapat mewakili ajaran Islam yang merupakan pondasi dari terciptanya sebuah pengetahuan dan ilmu yang ada.  Hal ini sangat cocok jika melihat kepada Islamisasi yang bertujuan untuk menanggapi ancaman yang diberikan oleh sekularisme pada perkembangan ilmu.

Selanjutnya berbicara mengenai konsep Islamisasi ilmu menurut Al-Attas, tidak bisa lepas dari pembahasan tentang konsep ilmu paradigma Al-Attas mengenai ilmu tersebut. 

Dalam hal ini al-Attas menyebut ilmu tidak pernah bersifat netral  seperti yang diklaim oleh Barat, baginya ilmu sesuai dengan syariat Islam tidak bisa digunakan dan tidak pernah diterima di Barat begitupun sebaliknya ilmu produksi sekuler jelas menyalahi aturan serta ketentuan dalam Islam. 

Al-Attas menegaskan bahwa ilmu yang berkembang atas model sekularisme jelas tidak bersifat universal, justru merusak aqidah manusia terutama umat muslim.  Maka sejatinya ilmu tidak bisa dikatakan netral, karena paradigma yang berbeda dalam ilmu tersebut.

Anggapan diatas tidaklah muncul begitu saja melainkan memiliki dasar dan landasan, salah satu landasan tersebut adalah konsep pemikiran filsafat yang dimiliki Al-Attas. Berangkat dari sebuah pandangan terhadap metafisik, ia memberikan asumsi bahwa metafisik dalam Islam merupakan sebuah gagasan dan ide yang memiliki keterkaitan antara satu dan lainnya (sintesis) yang telah melewati proses panjang dan turun-temurun dari berbagai ilmuwan muslim yang ada dari masa kemasa, mulai dari ahli tasawuf sampai pada tingkatan seorang filsuf muslim.  

Metafisik dalam sebuah ilmu merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan, berbeda dengan ajaran dan gagasan sekularisme yang menafikan unsur yang immaterial atau non empiris didalam sebuah realita keilmuwan yang ada.

Berangkat dari sebuah metafisik, alam pemikiran manusia secara tidak langsung ditujukan pada sebuah pembelajaran hidup yang berevolusi menjadi sebuah worldview. Menurut Al-Attas, worldview Islam memiliki faktor utama yaitu konsep Tuhan Yang Maha Esa yang kemudian menjadi asas realitas yang selalu dikaitkan dengan eksistensi Tuhan tersebut. 

Worldview Islam tersebut berlandaskan pada dua aspek penting diatas, sehingga mampu memberikan implikasi pada sebuah konsep pengetahuan serta tujuan sebuah pendidikan dalam Islam.  

Pendapat tersebut merupakan wujud dari adanya paham yang jelas dalam Islam mengenai metafisik, hal ini melandasi terciptanya sebuah worldview, dimana worldview tersebut akan tercipta lewat pandangan kaum yang telah percaya dan terikat dengan nilai metafisik yang ada, inilah yang kemudian menjadi pembeda antara satu worldview dan worldview lainnya.

Cirikhas dari worldview Islam adalah pandangan mengenai realitas dan kebenaran yang bersifat tunggal dan absolut. Hal ini menjadi dasar bagi sebuah ilmu dalam Islam, yang dipercayai turun melalui perantara wahyu dan bersumber darinya kemudian dipadukan dengan berbagai prinsip intelektual dan juga intuitif yang ada.  

Dalam hal ini Al-Aattas menegaskan bahwa ilmu dalam Islam memiliki ciri yang fundamental yaitu the nature of God, (revelation) Al-Qur'an yang wahyu yang datang dari Tuhan.   Melalui penjelasan Al-Attas tersebut dapat terlihat bahwa dalam memandang ilmu, Islam memiliki landasan filosofis yang kuat yang tidak pernah terlepas dari konsep Tuhan dan ajaran-Nya. 

Dengan menggunakan landasan sebagai framework-lah kemudian Al-Attas melihat bahwa proses Islamisasi Ilmu Pengetahuan Kontemporer akan dapat dilaksanakan.

Mengawali definisinya tentang Islamisasi ilmu kontemporer, Al-Attas mengatakan bahwa itu adalah bentuk dari sebuah respon nyata dan logis terhadap perkembangan sekularisasi yang pesat dan universal tersebut. Dalam hal ini Al-Attas menyatakan :

"... definition of Islamization of contemporary knowledge is the lgical consequence and extension of his more general idea on Islamization, which seems to be a response to secularization or westernization."

Selanjutnya ia juga mendefinisikan Islamisasi sebagai sebuah proses pembebasan masyarakat terutama Islam dari pengaruh dan hegemoni sekularisme dan seluruh hal diluar ajaran Islam lainnya seperti mitologi, magic, animisasi dan lain sebagainya. Hal ini menjadi sebuah target khusus dalam proses Islamisasi yang merupakan jawaban atas pengaruh sekularisasi yang merajarela dalam semua aspek kehidupan manusia.

"...the liberation of man, first from magical, mythological, animistic, national-cultural tradition, and then from secular control over his reason and language."

Selain definisi diatas, Al-Attas juga memberikan pernyataan mengenai Islamisasi bahasa. Menurutnya bahasa memiliki kaitan erat dalam membangun worldview seseorang, dalam hal ini bahasa dianggap sinkron dengan alasan sebuah ilmu dan realitas didalamnya. 

Ia menambahkan proses Islamisasi dimulai dari Islamisasi bahasa karena melalui proses tersebut realitas yang telah keluar dari jalurnya mampu dikembalikan serta landasan sebuah ilmu mampu diarahkan kembali kedalam ajaran Islam.  

Pemikiran yang melandasi sebuah worldview sangat bergantung kedalam sebuah tatacara mengartikan suatu realitas, didalam pengartian dan penafsiran tesebut dibutuhkan suatu bahasa, maka dalam hal ini bahasa menjadi unsur penting yang harus terlebih dahulu di Islamisasikan. 

Sebagai contoh pengaruh bahasa pada sebuah peradaban dan worldview adalah turunnya Al-Qur'an dalam bahasa arab, dengan segala bentuk keindahannya bahasa Al-Qur'an mampu membangun paradigma pemikiran dan mengevaluasinya.

Al-Attas menambahkan bahwa sebuah proses Islamisasi sebagai proses pembebasan ilmu yang berada dibawah pengaruh dan interpretasi Barat (secular) dan seluruh ideologinya, baik dalam bentuk pemikiran ataupun aplikasi dari ilmu sekuler tersebut. Secara spesifik Al-Attas mengatakan bahwa:

"...after the isolations process referred to, the knowledge free of the (Western) elements and key concepts isolated are then infused with the Islamic elements and key concepts which, in view of their fundamental nature as defining the fitrah, in fact imbue the knowledge with the quality of its natural function and purpose and thus makes it true knowledge"

Langkah dan Metodologi Islamisasi

Setelah membahas mengenai ilmu dalam pandangan Al-Attas dan konsep Islamisasinya, maka akan dipaparkan mengenai metode untuk mengaplikasikan proses Islamisasi tersebut. Dalam proses Islamisasinya Al-Attas menekankan dua aspek utama yang harus diperhatikan dalam menjalankan proses Islamisasi ilmu pengetahuan kontemporer. 

Yang pertama, ia beranggapan bahwa harus diadakan sebuah pengisoliran atau pemisahan ilmu yang ada dari konsep-konsep Barat yang tidak sesuai dengan Islam. Kemudian memasukkan elemen dasar dari Islam guna melengkapi ilmu tersebut dan mengembalikan nilai-nilai ke-Islamannya. Ia mengatakan :

"...the process of Islamization of Contemporary knowledge consists of two majors steps. First, isolation of Western elements and key consepts from existing body of knowledge and secondly, the infusion of Islamic elements and key concepts into it."

Melihat penjelasan Al-Attas diatas, langkah pertama yang disebutnya adalah menghilangkan dan memisahkan ilmu dari doktrin Barat,  dalam hal ini ia menjelaskan kembali elemen dan konsep yang perlu untuk dilakukan isolir tersebut. Setidaknya terdapat 4 elemen dan konsep dalam hal ini yaitu sekularisme, dualism, humanisme dan juga seluruh bentuk kejadian yang mempengaruhi ilmu kemanusiaan. 

Baginya keempat hal ini adalah kunci yang harus dipecahkan terlebih dahulu dalam ilmu Barat, kemudian baru memasukkan elemen Islam seperti Tauhid, sifat dasar manusia, agama dll.

Selain itu Al-Attas menegaskan bahwa, proses penyatuan elemen Islam kedalam ilmu kontemporer tidak akan mampu berjalan maksimal jika didalam ilmu tersebut masih terdapat keempat elemen yang tidak mencerminkan nilai ke-Islaman diatas.  Jika hal itu dilakukan, maka Islamisasi yang dihasilkan tidaklah mampu menjadikan ilmu tersebut kembali ke jalur Islam yang sebenarnya, karena masih bercampur elemen yang diciptakan Barat tersebut.

Dalam merumuskan konsep serta metodologi Islamisasi setiap ilmuwan yang didalamnya pasti memiliki landasan dan tujuan. Dalam hal ini Al-Attas menyebutkan bahwa Islamisasi mampu menjadi benteng dan pelindung bagi muslim dunia dari jalan ilmu yang salah yang berada dibawah kuasa skeptisisme dan sekularisme.  

Ia menegaskan bahwa Islamisasi ilmu pengetahuan akan mengarahkan manusia pada ilmu yang benar yang berada dibawah konsep Tauhid sebagai landasan utamanya. Selain itu, Al-Attas juga berasumsi bahwa Islamisasi ini mampu menciptakan suasana kehidupan yang lebih kondusif dan penuh rasa kedamaian.

Teori Islamisasi Al-Faruqi

Definisi Islamisasi    

Sedikit berbeda dengan Al-Attas, Ismail Raji Al-Faruqi memberikan sebutan yang lain bagi Islamisasi, ia menyebut Islamisasi dengan Islamization of Modern Knowledge. Namun meski berbeda dalam penyebutan kedua tokoh saling menekankan satu aspek utama yaitu Islamisasi yang ditujukan pada keilmuwan yang berkembang dengan hegemoni sekuler Barat.

Namun disisi lainnya ia senada dengan Al-Attas, perihal sebuah ilmu. Faruqi menganggap bahwa ilmu yang ada tidak pernah bersifat netral, karena bagi Faruqi ilmu tersebut dipaksakan netral karena adanya hegemoni sekuler Barat. Sejatinya ilmu tersebut tidak berdasarkan pada realitas yang terjadi pada diri manusia, ilmu dalam hal ini dianggap bebas dari nilai sehingga mampu diterapkan pada seluruh aspek kehidupan manusia.  

Pandangan Faruqi tentang ilmu sama halnya seperti Al-Attas, hal ini dikarenakan dasar sebuah ilmu pengetahuan adalah aturan agama dan Kebenaran yang terletak pada Tuhan. Tidak seperti ilmu yang dianggap bebas dalam konteks sekularisme.

Mengenai ilmu, Faruqi memberikan beberapa argumen yang menjadi landasan pendapatnya bahwa ilmu tidak bersifat netral. Diantara alasan Faruqi yaitu, pertama, pengetahuan modern yang berkembang saat ini tidaklah bersifat universal; kedua, pengetahuan modern dibawah hegemoni sekuler bersifat etnosentris atau bahkan eurosentris; ketiga, ilmu pengetahuan modern saat ini tidak dapat diterapkan dalam Islam karena inti didalamnya sudah sangat ke-Barat-baratan dan jauh dari keIslaman; keempat, ilmu yang ada di Barat sekarang hanya didapatkan melalui pengamatan rasional empiris tanpa menggunakan bahwa menafikan unsur metafisik, transendental serta iman didalamnya.  

Pendapat diatas menguatkan kenyataan bahwa ilmu yang ada tidaklah netral seperti yang dikatakan Barat, ilmu adalah salah satu hal yang melandasi berdirinya worldview maka jika cara berfikirnya sudah berbeda ilmunya pun sudah pasti berbeda.

Dalam proses Islamisasi, Faruqi memiliki dasar dan landasan seperti Al-Attas. Ia menjadikan asas Tauhid sebagai dasar dan landasan utama dalam Islamisasi Ilmu Modern. Baginya Islamisasi membutuhkan sebuah worldview yang benar, sedangkan sebuah worldview tercipta dan terbentuk melalui suatu landasan kepercayaan maka konsep tauhid merupakan inti dari worldview yang menjadi peluru utama dalam proses Islamisasi.  

Dalam hal ini Faruqi meyakini bahwa asas suatu paham yang dianut manusia berasal dari kepercayaan didalam dirinya sendiri. Maka Tauhid adalah hal yang mampu menjauhkan manusia dari bentuk paham skeptisisme, sekularisme dsb.

Menegaskan pendapatnya mengenai tauhid, Faruqi memberikan tiga senjata utama dalam sebuah konsep Tauhid bagi Islamisasi yaitu, The Unity of Knowledge yang merupakan langkah untuk menyatukan unsur rasional sebuah 'aql (pemikiran) dengan unsur naql (wahyu) yang menjadi pencerah bagi pemikiran yang penuh dengan keterbatasan tersebut. 

Selanjutnya The Unity of Life yang merupakan penolakan anggapan Barat bahwa sebagian ilmu memiliki nilai dan sebagian lainnya bebas nilai. Dimana anggapan Barat tersebut memberi dampak negatif dalam kehidupan, sehingga Islam dengan asas Tauhidnya memberikan pendapat bahwa seluruh ilmu sejatinya memiliki nilai dan tidak bisa terlepas dari nilai tersebut. 

Terakhir The Unity of History, yang melacak pada asal usul seluruh ilmu dengan tidak membedakannya antara ilmu sosial dan individual, sehingga tidak ada lagi anggapan bahwa agama itu bersifat individual bukan sosial seperti yang dicanangkan oleh Barat.  Ketiga hal diatas dianggap Faruqi sebagai senjata utama yang digunakan dalam proses Islamisasi ilmu modern, sehingga benar-benar bisa meruntuhkan hegemoni kuat dalam gagasan sekularisme yang ada sekarang.

Melalui penjelasan diatas, Faruqi membuat sebuah definisi yang sedikit berbeda dengan Al-Attas, ia menyatakan bahwa Islamisasi itu dilakukan terhadap seluruh ilmu yang ada di Barat, dalam hal ini ia menyebutnya ilmu modern. Islamisasi ilmu modern tersebut adalah proses perubahan, peruntuhan dan penyusunan ulang seluruh ilmu yang ada agar menjadi sesuai dengan ajaran dan nilai Islam. Ia mengatakan bahwa :

"... to Islamize knowledge is to redifine and reorder the data, to rethink the reasoning and relating of the data, to reevalute the conclusions, to reproject the goals and to do so in such a way as to make the diciplines enrich the vision and serve the cause of Islam"

Hal ini tentunya memakan waktu yang cukup panjang dan lebih umum untuk diterapkan dalam kenyataannya. Karena akan mereduksi ulang seluruh ilmu yang ada, sehingga diperlukan tenaga yang lebih dan waktu yang cukup panjang pula.

Selain pendapat diatas, Faruqi menegaskan bahwa disiplin ilmu yang ada harus dipulihkan kembali. Dia berpendapat bahwa ilmu yang ada harus dipulihkan dengan diberikan asas Islam didalamnya sehingga menjadi suatu ilmu yang baru dan konsisten terhadap nilai-nilai keIslaman.  

Hal ini menjadi kesimpulan definisi Faruqi perihal Islamisasi, meski terlihat lebih luas daripada Al-Attas namun keduanya memiliki dasar yang sama hanya berbeda dalam memaknai saja.
Langkah dan Metodologi

Terdapat perbedaan mencolok dalam metode Islamisasi milik Al-Attas dan Faruqi. Jika menelaah keatas tentang pandangan Faruqi tentang ilmu sejalan dengan metode yang ia gunakan didalam proses ini, menurut Faruqi metode Islamisasi harus berlandaskan pada proses yang berbasis Tauhid sebagai konsep kuncinya, sekilas hal ini senada dengan Al-Attas. 

Namun dalam proses ini Faruqi memberikan prinsip fundamental dalam worldview Islam, diantaranya adalah the Unity of Allah, the Unity of Creation, the Unity of Truth and the Unity of Knowledge.  

Hal ini kemudian dianggap Faruqi sebagai landasan bagi sebuah worldview Islam. Faruqi kemudian mengatakan bahwa dalam Islamisasi tidak bisa dilakukan proses yang berpijakan pada konsep ilmu terdahulu milik Islam, ia mengatakan bahwa konsep tersebut memiliki beberapa tema yang memiliki ruang lingkup yang sempit seperti kata fiqh yang hanya sebatas hukum syariah atau ilmu syariah, kemudian perihal metode tafsir yang digunakan dalam Al-Qur'an yang menggabungkan antara 'aql dan wahy.  Hal ini menurutnya justru mengarahkan kepada dualisme pemahaman dalam ilmu.

Maka dalam metode Islamisasinya Faruqi memberikan 5 tahapan yang berbeda dengan Al-Attas, kelima tahapan tersebut adalah : penguasaan terhadap ilmu Barat, kemudian penguasaan terhadap ilmu Islam, kemudian mencari akar relevansi dan relasi antara kedua sudut ilmu tersebut, selanjutnya berusaha mendapatkan sintesa yang tepat sehingga dapat dihasilkan bentuk ilmu yang baru terakhir baru peluncuran ilmu yang telah di Islamisasikan tersebut.  

Dari konsep dan tahapan tersebut terlihat langkah yang lebih memakan waktu yang cukup luas, dimana untuk step atau langkah pertama dan kedua dibutuhkan penguasaan ilmu yang kuat dan tentunya tidaklah mudah dan singkat.

Melengkapi 5 tahapan diatas, Faruqi memiliki pandangan lainnya. Ia kemudian merumuskan 12 langkah sebagai penjelas tahapan sebelumnya. Diantara langkah tersebut adalah sebagai berikut :

Mastery of the modern disciplin dan discipline survei.  Kedua langkah tersebut berguna untuk mengharuskan seorang Muslim menguasai konsep Barat dengan seluruh elemen didalamnya. Kemudian, Mastery of Islam legacy: Antalogy and The Analysis,  kedua langkah tersebut memiliki tujuan yang mengharuskan para cendikiawan muslim modern untuk menguasai seluruh bentuk keilmuan klasik Islam mulai dari segi antologinya sampai analisisnya. 

Selanjutnya terdapat langkah lainnya, Establishment of the specific relevance of Islam to the disciplines; Critical assessment of modern discipline and the Islamic legacy; metode diatas digunakan sebagai bentuk pemisahan terhadap keilmuan Barat dan Islam, kemudian setelah mendapatkan hasil dari metode tersebut proses Islamisasi dilanjutkan dengan  survey of the ummah's major problems and problems of humankind; analysis and syntheses;  hal ini dilakukan guna menganalisa kebutuhan solusi bagaimana yang sebenarnya dihadapi masyarakat muslim. Kemudian baru masuk kepada recasting the disciplines under the framework of Islam terakhir Dissemination of Islamized Knowledge.   

Melihat pada seluruh proses yang dirumuskan Faruqi, dapat terlihat bahwa metode yang ia gunakan cukup menyita waktu yang tidak singkat, sedangkan permasalahan umat semakin bertambah dan ilmu-ilmu modern selalu berkembang dengan gagasan sekularisme didalamnya.

Kesimpulan

Dalam merumuskan sebuah proses Islamisasi para cendikiawan muslim memiliki konsep yang berbeda-beda. Namun sejatinya mereka memiliki landasan dan tujuan yang sama yaitu Tauhid dan merespon gagasan sesat sekularisasi yang gencar-gencarnya merasuk pada ilmu-ilmu yang ada. 

Seperti pada kedua tokoh diatas, Al-Attas dan Faruqi memiliki asas yang sama yaitu respon terhadap sekularisme dengan Tauhid sebagai senjata utama, namun perbedaan dan persamaan dipemikiran kedua tokoh ini patut dikaji lebih dalam dan disatukan sehingga menjadi sebuah konsep Islamisasi yang benar-benar kokoh dan mampu menjadi jawaban terhadap permasalahan umat terutama dalam aspek keilmuan sebagai landasan worldview yang ada dalam kehidupan. 

Untuk itu dalam makalah yang singkat ini, pembahasan mengenai konsep Islamisasi tersebut tidaklah selesai melainkan masih dapat dikaji ulang guna mendapatkan hasil yang lebih maksimal.

Daftar Pustaka
Al-Attas, Syed Naquib, Islam and Secularism (Kuala Lumpur: ISTAC, 1993)
Al-Attas, Syed Naquib, Prolegomena to the Metaphysic of Islam; an Exposition of the Fundamental Element of the Worldview of Islam, (Kuala Lumpur: ISTAC, 1995)
Al-Attas, Syed Naquib, The Concept of Education in Islam,  (Kuala Lumpur: ISTAC, 1991)
Al-Faruqi,  Ismail Raji, Islamization of Knowledge: General Principles and     Workplan, (Herndon: IIIT, 1982)
Al-Faruqi,  Ismail Raji, Islamization of Knowledge: Problems, Principles and Prospective; in Islam: Source and Purpose of Knowledge, (Herndon: IIIT, dan Jeddah: King Abdul Aziz University, 1988)
Al-Faruqi, Ismail Raji, Al-Tawhid: its Implications for Thought and Life, (Kuala Lumpur: Internasional Islamic Federation of Student Organization, 1983)
Ali, Muhammad Mumtaz, Issues in Islamization of Human Knowledge, (IIUM Press: 2014)
Azra, Azyumardi, Pergolakan Politik Islam dari Fundamentalisme Modern     hingga Post-Moderisme, (Jakarta: Paradigma, 1996)
Bashori, M, "Islamisasi Ilmu" dalam HARI Pelita, (ed. 24 November 1991, No. XVIII/5450)
Daud, Wan Mohd. Nor Wan, The Educaitonal Philosophy and Practice of Syed Muhammad Naquib Al-Attas: An Exposition of the Original Concept of     Islamization (Kuala Lumpur: International Institute of Islamic Thought and Civilization [ISTAC], 1998)
Husain, Mohd. Yosuf, Islamization of Human Science, (Malaysia: IIUM Press, 2009)
Nor, Mohammad, an Outline of the Educational Philosophy
Ridwan, Kafrawi, Ensiklopedia Islam, (Jakarta: Ikhtiar Baru Vanhouve, 1995)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun