Pandangan Faruqi tentang ilmu sama halnya seperti Al-Attas, hal ini dikarenakan dasar sebuah ilmu pengetahuan adalah aturan agama dan Kebenaran yang terletak pada Tuhan. Tidak seperti ilmu yang dianggap bebas dalam konteks sekularisme.
Mengenai ilmu, Faruqi memberikan beberapa argumen yang menjadi landasan pendapatnya bahwa ilmu tidak bersifat netral. Diantara alasan Faruqi yaitu, pertama, pengetahuan modern yang berkembang saat ini tidaklah bersifat universal; kedua, pengetahuan modern dibawah hegemoni sekuler bersifat etnosentris atau bahkan eurosentris; ketiga, ilmu pengetahuan modern saat ini tidak dapat diterapkan dalam Islam karena inti didalamnya sudah sangat ke-Barat-baratan dan jauh dari keIslaman; keempat, ilmu yang ada di Barat sekarang hanya didapatkan melalui pengamatan rasional empiris tanpa menggunakan bahwa menafikan unsur metafisik, transendental serta iman didalamnya. Â
Pendapat diatas menguatkan kenyataan bahwa ilmu yang ada tidaklah netral seperti yang dikatakan Barat, ilmu adalah salah satu hal yang melandasi berdirinya worldview maka jika cara berfikirnya sudah berbeda ilmunya pun sudah pasti berbeda.
Dalam proses Islamisasi, Faruqi memiliki dasar dan landasan seperti Al-Attas. Ia menjadikan asas Tauhid sebagai dasar dan landasan utama dalam Islamisasi Ilmu Modern. Baginya Islamisasi membutuhkan sebuah worldview yang benar, sedangkan sebuah worldview tercipta dan terbentuk melalui suatu landasan kepercayaan maka konsep tauhid merupakan inti dari worldview yang menjadi peluru utama dalam proses Islamisasi. Â
Dalam hal ini Faruqi meyakini bahwa asas suatu paham yang dianut manusia berasal dari kepercayaan didalam dirinya sendiri. Maka Tauhid adalah hal yang mampu menjauhkan manusia dari bentuk paham skeptisisme, sekularisme dsb.
Menegaskan pendapatnya mengenai tauhid, Faruqi memberikan tiga senjata utama dalam sebuah konsep Tauhid bagi Islamisasi yaitu, The Unity of Knowledge yang merupakan langkah untuk menyatukan unsur rasional sebuah 'aql (pemikiran) dengan unsur naql (wahyu) yang menjadi pencerah bagi pemikiran yang penuh dengan keterbatasan tersebut.Â
Selanjutnya The Unity of Life yang merupakan penolakan anggapan Barat bahwa sebagian ilmu memiliki nilai dan sebagian lainnya bebas nilai. Dimana anggapan Barat tersebut memberi dampak negatif dalam kehidupan, sehingga Islam dengan asas Tauhidnya memberikan pendapat bahwa seluruh ilmu sejatinya memiliki nilai dan tidak bisa terlepas dari nilai tersebut.Â
Terakhir The Unity of History, yang melacak pada asal usul seluruh ilmu dengan tidak membedakannya antara ilmu sosial dan individual, sehingga tidak ada lagi anggapan bahwa agama itu bersifat individual bukan sosial seperti yang dicanangkan oleh Barat. Â Ketiga hal diatas dianggap Faruqi sebagai senjata utama yang digunakan dalam proses Islamisasi ilmu modern, sehingga benar-benar bisa meruntuhkan hegemoni kuat dalam gagasan sekularisme yang ada sekarang.
Melalui penjelasan diatas, Faruqi membuat sebuah definisi yang sedikit berbeda dengan Al-Attas, ia menyatakan bahwa Islamisasi itu dilakukan terhadap seluruh ilmu yang ada di Barat, dalam hal ini ia menyebutnya ilmu modern. Islamisasi ilmu modern tersebut adalah proses perubahan, peruntuhan dan penyusunan ulang seluruh ilmu yang ada agar menjadi sesuai dengan ajaran dan nilai Islam. Ia mengatakan bahwa :
"... to Islamize knowledge is to redifine and reorder the data, to rethink the reasoning and relating of the data, to reevalute the conclusions, to reproject the goals and to do so in such a way as to make the diciplines enrich the vision and serve the cause of Islam"
Hal ini tentunya memakan waktu yang cukup panjang dan lebih umum untuk diterapkan dalam kenyataannya. Karena akan mereduksi ulang seluruh ilmu yang ada, sehingga diperlukan tenaga yang lebih dan waktu yang cukup panjang pula.